Tuesday, May 17, 2016

30 Tanda Orang Munafik



Nifaq atau kemunafikan adalah penyakit yang sangat berbahaya, sehingga para sahabat yang sangat kuat keimanannya pun takut jika dirinya dihinggapi penyakit munafik. Sampai-sampai, Umar bin Khattab pun bertanya kepada Hudzaifah Ibnul Yaman perihal penyakit munafik ini.

Yang perlu diketahui dan diwaspadai, tanda-tanda munafik (‘amali) itu ternyata sangat banyak. Dari Al Qur’an dan hadits, Syaikh DR Aidh Al Qarni menemukam 30 tanda munafik sebagai berikut:

1. Dusta (QS. Al Munafiqun : 1, HR. Bukhari dan Muslim)

2. Khianat (HR. Bukhari dan Muslim)

3. Fujur dalam pertikaian (HR.Bukhari dan Muslim)

4. Ingkar janji (HR. Bukhari dan Muslim)

5. Malas beribadah (QS. An Nisa’ : 142)

6. Riya’(QS. An Nisa’ :142)

7. Sedikit berdzikir (QS. An Nisa’ : 142)

8. Mempercepat shalat (HR. Muslim)

9. Mencela orang-orang yang taat dan shalih (QS. Al Ahzab : 19)

10. Memperolok-olok Al Qur’an, Sunnah dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (QS. At Taubah : 65-66)

11. Bersumpah palsu (QS. Al Munafiqun : 2)

12. Enggan berinfaq (QS. At Taubah : 54-55)

13. Tidak memiliki kepedulian terhadap nasib kaum muslimin

14. Suka menyebarkan kabar dusta (QS. Al Ahzab : 60)

15. Mengingkari takdir (QS. Ali Imran : 168)

16. Mencaci maki kehormatan orang-orang shalih (QS. Al Ahzab : 19)

17. Sering meninggalkan shalat berjama’ah (HR. Muslim)

18. Membuat kerusakan di muka bumi dengan dalih mengadakan perbaikan (QS. Al Baqarah : 11-12)

19. Tidak ada kesesuaian antara zhahih dan batin (QS. Al Munafiqun : 1)

20. Takut terhadap kejadian apapun (QS. Al Munafiqun : 4)

21. Berudzur dengan dalih dusta (QS. At Taubah : 49)

22. Menyuruh kemungkaran dan mencegah kema’rufan (QS. At Taubah : 67)

23. Bakhil (QS. At Taubah : 67)

24. Lupa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala (QS. Al Mujadilah : 19)

25. Mendustakan janji Allah dan Rasul-Nya (QS. Al Ahzab : 12)

26. Lebih memperhatikan zhahir daripada batin (QS. Al Munafiqun : 4)

27. Sombong dalam berbicara (HR. Tirmidzi)

28. Tidak memahami agama (QS. Al Munafiqun : 7)

29. Bersembunyi dari manusia dan menantang Allah dengan dosa (QS. An Nisa’ : 108)

30. Senang dengan musibah yang menimpa orang-orang beriman dan dengki terhadap kebahagiaan mereka (QS. At Taubah : 50)
Demikian 30 tanda orang munafik, semoga kita mendapatkan taufiq dari Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga dijauhkan dari tanda-tanda munafik dan diselamatkan dari penyakit munafik. [Abu Nida]

Monday, December 7, 2015

Libatkan Anak Dalam Masalah



Ini bagian terakhir dari yang saya dapatkan tentang bagaimana mendidik anak-anak Ayah Bunda. Memang belum sepenuhnya lengkap, tetapi paling tidak apa yang saya dapatkan mudah-mudahan bermanfaat, jika nanti ada artikel kelanjutannya, maka akan saya share disini. Disimak baik-baik yah

Libatkan anak dalam masalah

Pria kelahiran 1964 ini pernah punya status viral mengenai menikah. Kalau kita masukkan nama Adriano Rusfi di Google, akan nongol tulisan ini.

“Saya baru punya mobil usia 42 tahun. Rumah baru punya 2 tahun lalu, sebelumnya ngontrak”, kata lulusan psikologi UI kelahiran tahun 1964 ini.

Dulu teman-temannya bilang, “Lu makanya yang fokus dong cari duit.”

Kalau sekarang teman-teman kagum dan bilang, “Lu bakatnya banyak banget sih?” Bang Aad sekarang bisa membalas “Mungkin dulu Lu kecepetan fokus sih.”

Generasi dewasa hijau perlu digerakkan hatinya, jangan hanya otak. Akal sehat tidak identik dengan kecerdasan akademis. Perilaku hijau adalah perilaku perduli pada sesama.

Salah satu cara yang disampaikan Bang Aad adalah dengan tidak menyembunyikan masalah dari anak. Rem masa baligh anak dengan membantu orang tua menyelesaikan masalahnya.

Pada masa kecil Rasulullah ia adalah penggembala ternak. Beliau melatih empatinya dengan memelihara binatang. Saat ini kita bisa begitu alergi dengar kata ‘gembala’ atau bahkan ‘bunda’. Padahal sebenarnya arti gembala itu adalah memuliakan, memakmurkan.

Jadi kurang tepat juga ketika mengatakan, “Biar Ayah saja yang menderita, kamu belajar saja yang rajin.” Pria yang sempat mengurus Sistem kaderisasi Mesjid Salman dan Orientasi Mahasiswa Baru ITB ini menyebutkannya sebagai kalimat kurang ajar. Mengapa si ayah tidak mengijinkan anaknya mengikuti jalan suksesnya? Tidak ada sejarahnya orang sukses hanya dari gelimangan kemudahan.

“Supaya beban finansial saya cepat beres, saya fokus meng-aqilbaligh-kan anak”. Anak Bang Aad dari usia SMP sudah menjadi loper koran, membuka jasa servis tamiya, membantu scoring lembar psikotest. Sehingga anak jadi timbul empatinya.

Setiap permintaan akan dimulai dengan pertanyaan: “Abi ada duit nggak?”

Apapun yang anak minta harus 10% uang dia. Bang Aad cerita bagaimana anaknya ingin sepeda motor. “Bebas boleh pilih yang mana saja, asal 10% uang sendiri.” Anaknya jadi mikir juga. Yang 16 juta, harus ada 1,6 juta. Akhirnya si anak memilih yang 9 juta saja, karena merasa mampu menyediakan 10%-nya. Abi senang, anak senang.

Konglomerat Tionghoa itu sadis-sadis sama anaknya. Kalau anak mereka minta macam-macam, jawabnya “Sudah bagus Bapak kasih segitu.” Kita saja yang  Melayu ini suka memanjakan anak. Bang Aad sempat bercerita tentang tetangganya yang pengusaha kaya raya. Ketika hujan, ia memberikan payung buat anaknya supaya jadi ojek payung.

Ketika anak sudah memasuki usia aqil baligh, anak dikasih tahu. “Kamu ini sebenarnya sudah bisa Ayah suruh pindah, tapi sekarang masih boleh tinggal dirumah. Hanya statusnya numpang. Numpang makan, numpang tidur. Jadi tau diri lah sebagai penumpang. Baik-baik sama tuan rumah.”

Ajari anak cari uang, ajari anak berorganisasi. Libatkan anak dengan masalah. Anak mulai bisa diajarkan kemandirian saat usia diatas 7 tahun.

 “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua orangtuanyalah yang akan menjadikannya sebagai Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” Yakinlah setiap anak sudah terlahir muslim. Itu sudah fitrahnya. Didik anak dengan penuh optimis, tidak perlu rekayasa. Dan jangan lupa untuk meminta kepada Allah melengkapi kekurangan kita dalam mendidik anak-anak.

by Anonim ditulis kembali oleh saya.

Benar dan Salah, Jadikan Satu Paket



Setelah Ayah diminta pertanggung-jawabannya untuk ikut mengurus anak, selanjutnya menerangkan bagaimana mengajarkan kebenaran kepada anak. Triknya ada di artikel ini.

Ini kelanjutannya ya Ayah, Bunda dan para pembaca sekalian. Disimak baik-baik.

"Jadikan dalam satu paket, cintai kebenaran dan benci pada kebatilan. Jangan dipisah-pisah.

Kenapa sholat rajin, buang sampah sembarangan juga rajin?

Kenapa puasa senin-kamis, zina juga senin kamis?

Ini karena kita sekedar melatih pembiasaan. Biasa sholat, biasa puasa, tapi tidak biasa buang sampah pada tempatnya.

Kita lebih mengutamakan ibadah dan ahlak, sementara akidah tertinggal dibelakang. Ibadah dan ahlak ini yang menjadi jualan sekolah-sekolah sekarang karena itu yang mudah terlihat dan terukur. Padahal yang penting itu akidah atau pondasinya. Namanya juga pondasi, sering tidak kelihatan pada awalnya.

Sekolah akan mengajarkan sholat, tapi tidak bisa bertanggung jawab untuk kedewasaan anak. Terkadang terasa ada yang aneh ketika mendengar komentar, “Tolong doakan anak saya yang baru lulus dan sudah hafizd Quran, semoga mendapatkan pekerjaan.”

Pendidikan kedewasaan itu memerlukan ikatan batin. Beda di elus oleh ibu dengan dielus oleh guru. Saat dielus ibu, antibodi si anak bekerja.

Allah menitipkan hikmah pada orang tua untuk anak-anaknya. Dan itu tidak bisa didelegasikan pada siapapun. Dengan harga berapapun.

Saya jadi ingin menambahkan status facebook keren Bang Aad, 1 Desembar 2015 lalu,

Dulu, saat anak-anak temannya telah bisa membaca AlQur'an ketika berusia 3 tahun, dia hanya berkisah pada anaknya tentang indahnya AlQur'an

Dulu, saat anak-anak temannya telah terlatih shalat ketika berusia 5 tahun, dia hanya bercerita pada anaknya betapa indahnya perintah Allah

Dulu, saat anak-anak temannya telah hafal hadits Arba'in ketika berusia 7 tahun, dia hanya berkisah pada anaknya tentang indahnya Rasulullah

Kini, saat teman-temannya berkeluh-kesah tentang anak-anaknya, dia asyik terpesona menyaksikan indahnya Islam pada diri ananda."

Baca kelanjutannya

By Anonim ditulis kembali oleh saya

Pemuda dan Aqil Baligh 002



Ini materi sambungan dari Pak Adriano Rusfi, semoga bermanfaat yah.

Konsep Remaja

Istilah remaja itu adalah istilah yang dikenal pada akhir abad 19. Sebelumnya tidak ada istilah itu. Dalam sebuah penelitian ilmiah pada suku-suku terasing di Samoa, Papua, Baduy dalam, ciri-ciri keremajaan itu tidak tampak pada masyarakat disana. Dalam dunia kedokteran hanya ada istilah Pedagogi untuk anak dan Andragogi untuk Dewasa. Tidak ada istilah remaja.

Remaja dalam fenomena sosial sekarang lebih merupakan tragedi. Sebuah generasi banci sosial, tidak produktif, bahkan konsumtif dan destruktif, bukan anak tapi belum dewasa.

Kalau anak minta duit, kita bilangnya “Kamu sudah besar, minta duit melulu”

Kalau anak minta kawin, kita bilangnya “Kamu masih kecil, sudah minta kawin”

Konsep remaja itu mendapat pembenaran ilmiah, sosial bahkan agama. Kita jadi mengenal istilah remaja mesjid. Di sini lemahnya science yang hanya bicara soal fakta. Jika dalam populasi ada 10% banci, maka kita akan menyebutkan bahwa jenis kelamin itu ada 3. Demikian juga dengan remaja, yang sebenarnya tidak ada.

Aqil Baligh dalam Islam

Islam mengenal istilah Aqil Baligh. Baligh adalah kedewasaan fisik, sedangkan Aqil adalah kedewasaan mental. Masalah terjadi ketika Baligh dan Aqil ini tidak sepaket. Baligh berhubungan dengan nutrisi. Para bunda over sukses dengan memberi nutrisi pada anak, sehingga kini  masa baligh bisa terjadi pada usia sangat dini seperti 9 tahun.

Sedangkan Aqil berhubungan dengan kedewasaan mental, yang menurut teori psikologi makin lama makin lambat munculnya. Kedewasaan mental kini muncul di usia 22-24 tahun. Di sinilah masalah muncul. Kita pun mengenal istilah remaja. Sudah Baligh tapi belum Aqil. Terciptalah periode transisional dalam rentang yang panjang. Dalam Al Quran juga disebutkan mengenai perlunya kita berlindung dari masa-masa transisi seperti ini.

Dalam Islam, Aqil dan Baligh disiapkan dalam 1 paket. Tidak bisa dipisah-pisah. Paling lambat usia 15 tahun Aqil dan Baligh itu sudah bisa tercapai. Bagaimana caranya? Siapa yang bertanggung-jawab meng-aqilbaligh-kan anak?

Perlu dipahami bahwa penanggung jawab utama pendidikan adalah ayah. Bukan bunda! Bunda adalah pelaksana pendidikan. Dalam sejumlah referensi islami ditemukan tokoh parenting yang terkenal adalah laki-laki. Ada nama Lukmanul Hakim, seorang budak berkulit hitam yang petuah-petuahnya untuk anak-anaknya menjadi referensi parenting hingga kini. Namanya bahkan diabadikan dalam Al Quran.

Saat ini, sebagai korban revolusi industri, para ayah menjadi sekedar buruh. Jangan berlindung dibalik kualitas, padahal kuantitas kurang. Tidak ada kualitas tanpa kuantitas yang cukup.

Bersama para pakar parenting lain, Bang Aad terpikir juga untuk menciptakan model ayah bekerja cukup dengan 4 jam sehari, sehingga memiliki waktu lebih untuk mendidik anak-anaknya. Tapi jangan juga jadi ayah yang serakah. “Kalau 4 jam saya dapat 30 juta, berarti dalam 8 jam bisa dapat 60 juta nih.”

Terkadang para Ayah pulang bawa gaji, “Ini uang bulan ini, cukup-cukupin ya.” Lantas petantang petenteng seolah bisa menjajah seisi rumah karena merasa pencari nafkah.

Salah satu masalah berat dalam rumah tangga adalah tanggung jawab pendidikan anak, bukan urusan cari uang. Makanya pikir matang-matang kalau mau berpoligami.

Tugas pengajaran bisa didelegasikan ke sekolah, namun tugas pendidikan tetap di rumah. Sekolah tidak bisa dijadikan tulang punggung pendidikan anak. Sekolah berasal dari bahasa latin Schole yang artinya waktu luang. Jadi dari sejarahnya, sekolah adalah sekedar kegiatan mengisi waktu luang disela-sela kegiatan utama mereka bermain menghabiskan masa anak-anak mereka. Kini sekolah menjadi salah kaprah dengan berubah sebagai kegiatan utama tempat orang tua buang anak. Sehingga orang tua-nya bisa tenang mencari uang untuk bayar sekolah. Sebuah ironi.

Baca selanjutnya

by Ust. Adriano Rusfi ditulis kembali oleh saya