Thursday, April 15, 2010

*Ketika Hati Pernah Terbagi*

Papan Kayu, Paku, dan Lubang
Jika hati itu ibarat papan kayu, maka pasangan hidup adalah pakunya. Sedang lubang yang tertinggal di papan tatkala paku dicabut adalah kenangan. Meski paku tak lagi bersarang, namun tubuh papan telah berubah. Tubuhnya kini tak lagi mulus lantaran lubang-lubang yang bersemayam. Banyaknya lubang tentu saja tergantung dari banyaknya paku yang sempat tertanam. Dan besar kecilnya lubang tergantung pula dari bagaimana paku mengoyak papan kayu.

Harus diakui, siapa pun orang di sekitar kita pasti memiliki tempat tersendiri di hati. Berdasarkan perbedaan porsi, muncullah klasifikasi status sosial-pribadi: kenalan, teman, sahabat, saudara, keluarga, atau bahkan kekasih. Klasifikasi tersebut memiliki satu pondasi: cinta.

Kualitas cinta akan semakin sempurna apabila memiliki porsi yang total. Sepenuh hati. Suci. Cinta seperti ini tentu saja didasarkan bukan semata-mata cinta karena makhluk, melainkan cinta karena Allah SWT.[1] Cinta seperti inilah yang patut kita realisasikan dalam kehidupan, termasuk pernikahan.

Jangan Hanya ‘Sisa’
Bukankah rumah yang kokoh itu tidak dibangun dari kayu yang rapuh? Pun begitu dengan pernikahan. Dibutuhkan hati yang utuh untuk menciptakan pernikahan yang kokoh.

Tapi justru dewasa ini, kita disuguhkan dengan fenomena permainan hati (pacaran) yang kian semarak. Di mana sebelum menikah, hati dibuka lebar-lebar layaknya hotel untuk disinggahi banyak orang secara ‘temporer’, namun memberi bekas secara ‘permanen’. Bagaimana tidak, pernikahan dengan kondisi hati seperti ini akan melahirkan banyak perbandingan lantaran kenangan-kenangan dengan ‘si dia’, ‘si dia’, atau ‘si mereka’ yang terus saja membayang di setiap jengkal kehidupan. Manakala suami/istri kita menyuapi bubur misalnya, terlintas begitu saja bayangan ‘si dia’ yang dulu juga pernah menyuapi kita bubur. Ketika melintas di kerumunan, lalu mencium bau parfum yang khas, ingat ‘si dia’ yang juga memiliki harum yang sama. Lalu kemudian mulai membandingkan, kenapa suami/istri kita tidak wangi seperti ‘si dia’.

Sejenak mungkin tubuh kita hadir bersama suami/istri, namun pikiran melayang membayangkan kisah-kisah indah bersama ‘si dia’. Hal itu disebabkan oleh pemberian hati yang tidak utuh lantaran telah banyak lubang yang dihasilkan tusukkan-tusukkan cinta yang ‘semu’ dari masa lalu. Menyedihkan, bukan?

Bayangkan, ketika kita melihat kertas polos dengan satu nama di tengahnya, mata kita akan menangkap satu sentralisasi konsentrasi yang utuh. Namun tidak demikian apabila terdapat banyak nama dan tulisan di kertas tersebut. Mata kita akan mendapati banyak nama dan konsentrasi kita menjadi tidak fokus. Meski pun nama yang dituju telah diberi tanda khusus, lingkaran misalnya, namun tetap saja kertas itu tidak bersih dan indah. Tulisan-tulisan selain yang dilingkari kerap kali mengganggu.

Hal serupa terjadi pada hati kita. Hati yang belum pernah terjamah permainan cinta akan fokus terhadap satu nama pertama dan terakhir. Di mana nama tersebut tertulis sebagai pendamping hidup kita: ‘fulan bin fulan’ atau ‘fulanah binti fulan’.

Allah SWT memberi jodoh sesuai dengan cerminan diri kita.[2] Maka coba tanyakan pada nurani, apakah kita tega hanya memberi hati yang ‘sisa’ kepada suami/istri kita? Sementara tanyakan pada logika, apakah kita siap hanya mendapat hati yang ‘sisa’ dari suami/istri kita?


Rumah yang Kokoh
Sungguh indah segala keteraturan. Layaknya lalu lintas, indahnya keselamatan akan tercipta apabila para pengguna jalan mematuhi rambu-rambu yang ada secara teratur. Untuk membentuk rumah tangga yang indah pun perlu adanya sebuah keteraturan dalam membangunnya: keteraturan menjaga hati dan kesucian diri.

Sebelum berumah tangga, seorang Muslim haruslah menjaga kesuciannya.[3] Menjaga diri dari masuknya cinta selain untuk Allah SWT. Maka dari itu tidaklah dibenarkan untuk mengikuti langkah-langkah syetan dengan mengumbar cinta atau berpacaran sebelum menikah.[4] Dengan begitu hati akan tetap terjaga kesuciannya dari lubang-lubang cinta yang tidak semestinya.

Tatkala menikah, hati yang utuh dan suci akan merasa bahagia dengan cinta pertama dan terakhir. Cinta yang diberikan kepada suami/istri dalam balutan ridho Illahi. Cinta yang utuh, lantaran hati tak pernah terjamah cinta yang lain. Cinta yang suci, lantaran hati tak pernah terkotori cinta yang salah. Cinta seperti inilah dapat saling melindungi dan memberikan nuansa kemurnian cinta yang sesungguhnya dalam rumah tangga.[5]

Serupa rumah yang kokoh, akan memberi perlindungan apabila komponen dasarnya juga utuh dan kokoh.

Kini tengoklah ke dalam hati, sudah sejauh mana hati terbagi?

Thursday, April 8, 2010

Mensyukuri Nikmat Hidup

Pada suatu hari ada seorang gadis buta yg sangat membenci dirinya sendiri. Karena kebutaannya itu. Tidak hanya terhadap dirinya sendiri, tetapi dia juga membenci semua orang kecuali kekasihnya.

Kekasihnya selalu ada disampingnya untuk menemani dan menghiburnya. Dia berkata akan menikahi gadisnya itu kalau gadisnya itu sudah bisa melihat dunia.

Suatu hari, ada seseorang yang mendonorkan sepasang mata kepada gadisnya itu Yang akhirnya dia bisa melihat semua hal, termasuk kekasih gadisnya itu .

Kekasihnya bertanya kepada gadisnya itu , ” Sayangggg … sekarang kamu sudah bisa melihat dunia. Apakah engkau mau menikah denganku?” Gadis itu terguncang saat melihat bahwa kekasihnya itu ternyata buta. Dan dia menolak untuk menikahi si pria pacar-nya itu yg selama ini sudah sangat setia sekali mendampingi hidupnya selama si gadis itu buta matanya.

Dan akhirnya si Pria kekasihnya itu pergi dengan meneteskan air mata, dan kemudian menuliskan sepucuk surat singkat kepada gadisnya itu, “Sayangku, tolong engkau jaga baik-baik ke-2 mata yg telah aku berikan kepadamu.”

* * * * *

Kisah di atas memperlihatkan bagaimana pikiran manusia berubah saat status dalam hidupnya berubah. Hanya sedikit orang yang ingat bagaimana keadaan hidup sebelumnya dan lebih sedikit lagi yang ingat terhadap siapa harus berterima kasih karena telah menyertai dan menopang bahkan di saat yang paling menyakitkan.

Hari ini sebelum engkau berpikir untuk mengucapkan kata- kata kasar Ingatlah akan seseorang yang tidak bisa berbicara.

Sebelum engkau mengeluh mengenai cita rasa makananmu, Ingatlah akan seseorang yang tidak punya apapun untuk dimakan.

Sebelum engkau mengeluh tentang suamimu, ingatlah akan seseorang yang menangis kepada Tuhan untuk meminta penyembuhan sehingga suaminya TIDAK LUMPUH seumur hidup.

Hari ini sebelum engkau mengeluh tentang hidupmu, Ingatlah akan seseorang yang begitu cepat pergi ke alam kubur dengan masih menyertakan kemiskinannya.

Sebelum engkau mengeluh tentang anak-anakmu Ingatlah akan seseorang yang begitu mengharapkan kehadiran seorang anak, tetapi tidak mendapatnya.

Dan ketika engkau lelah dan mengeluh tentang pekerjaanmu Ingatlah akan para penganguran, orang cacat dan mereka yang menginginkan pekerjaanmu.

Dan ketika beban hidup tampaknya akan menjatuhkanmu, pasanglah senyuman di wajahmu dan berterima kasihlah pada Tuhan karena engkau masih hidup dan ada di dunia ini.

Hidup adalah anugerah, syukurilah, jalanilah, nikmatilah dan isilah hidup ini dengan sesuatu yg bermanfaat untuk umat manusia.

SYUKURILAH dan BERI YANG TERBAIK DI SETIAP DETIK DALAM HIDUPMU, KARENA ITU TIDAK AKAN TERULANG LAGI untuk waktumu selanjutnya !!!

HIKMAH
Bersyukur kepada Allah adalah salah satu konsep yang secara prinsip ditegaskan di dalam Al-Qur'an pada hampir 70 ayat. Perumpamaan dari orang yang bersyukur dan kufur diberikan dan keadaan mereka di akhirat digambarkan. Alasan kenapa begitu pentingnya bersyukur kepada Allah adalah fungsinya sebagai indikator keimanan dan pengakuan atas keesaan Allah. Dalam salah satu ayat, bersyukur digambarkan sebagai penganutan tunggal kepada Allah:

Hai orang-orang yang beriman! Makanlah di antara rezeki yang baik yang kami berikan kepadamu. Dan bersyukurlah kepada Allah jika memang hanya dia saja yang kamu sembah. (Al-Baqarah: 172)

Pada ayat lain bersyukur digambarkan sebagai lawan kemusyrikan:

Baik kepadamu maupun kepada nabi sebelummu telah diwahyukan: "Jika engkau mempersekutukan Tuhan, maka akan terbuang percumalah segala amalmu dan pastilah engkau menjadi orang yang merugi. Karena itu sembahlah Allah olehmu, dan jadilah orang yang bersyukur (Az-Zumar: 65-66)

Wednesday, April 7, 2010

Meskipun Sedikit Asalkan Berkelanjutan *IstiQomah*

“Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.” ( QS. Al Baqarah: 110)


Melangkah terus di atas Jalan Ketaatan

Melakukan amal shalih secara terus-menerus, setahap demi setahap, ibarat membangun benteng diri yang kokoh. Inilah amal yang dicintai Allah, yakni melakukan ibadah dan kebaikan tanpa henti, meskipun hanya sedikit. Ibarat menanam benih pohon, memberinya pupuk dan menyiraminya dengan air. Pohon itu adalah jiwa kita sendiri. Pupuk dan airnya adalah amal-amal ibadah dan keimanan. Maka, siramilah pohon iman itu agar ia tumbuh segar dan tak layu, agar jiwa terus terangkat menuju derajat yang lebih baik, menapaki tanga-tangga kearah kesempurnaan.
Semangat Kontinuitas dalam beramal dengan tetap memelihara kualitas beramal. Maka siapapun yang ingin mencapai tujuan besar (yakni tetap berada dalam keistiqamahan) maka ia harus menempuh terlebih dahulu penderitaan, kesulitan dan keadaan yang tidak disukai.
Maka beramal secara bijaksana, karena istiqamah, kontinuitas dan kesinambungan sulit diterapkan keculai dengan memilih jalan pertengahan, tidak berlebihan dan tidak melewati batas kemampuan melakukannya. Sabda Rasul: “Luruskanlah dirimu dan janganlah berlebih-lebihan...” (HR. Ibnu Majah)
Sabda Rasul: “Ahabbul a’maali ilallahi adwamuha wa in qalla.” Artinya, perbuatan yang paling dicintai Allah adalah adalah yang terus-menerus walaupun hanya sedikit. (HR. Bukhari dan Muslim).
Optimalkan usia yang masih tersisa, teruslah melakukan amal sampai ajal menjelang!


Kenapa Sedikit Tapi Berkelanjutan itu Lebih Baik?

1. Sedikit tapi kontinu adalah indikasi keikhlasan
Ibadah yang dilakukan hanya sewaktu-waktu, tidak kontinu, sesuai keadaan adalah tanda keikhlasan belum sempurna, karena dilakukan ketika sedang butuh.
“Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat) seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS. Yunus :2)
Hamba yang ikhlas akan tetap istiqamah melakukan ibadah. Saat sulit ia bersimpuh dan sujud memohon pertolongan Allah, saat lapang ia semakin banyak bersyukur dan mendekat kepada Allah.

2. Sedikit tapi kontinu adalah mata air rasa nyaman
Amal shalih yang dilakukan teru-menerus meski sedikit akan menciptakan suasana damai dan tenang dalam hati, karena kontinuitas ibadahnya itulah yang membina jiwa sehingga ia merasakan kebahagiaan dan kelezatan serta kedekatan kepada Allah.

3. Sedikit tapi kontinu adalah strategi
Perbutan manusia memiliki beberapa tingkatan. Saat amal ibadahnya sedikit berarti ia berada pada tingkatan rendah, apabila istiqamah itu adalah strategi untuknya dalam meningkatkan amal ibadahnya menuju tingkatan amal yang lebih tinggi lagi. Karena merasa amal ibadah yang rendah itu sudah cukup mudah dan tidak berat lagi dilakukan.

4. Sedikit tapi kontinu adalah bahan bakar utama
Karena dengan amal ibadah sedikit tapi kontinu akan semakin menyuburkan iman dalam jiwanya sehingga bertambahlah keinginan baginya untuk lebih meningkatkan amalnya agar lebih dekat lagi kepada Allah.
Ibarat sebuah lentera, bila lentera adalah iman, maka minyak/bahan bakarnya adalah amal-amal shalih. Bila ia melakukan amal shalih walaupun sedikit akan tetap menambah minyak bagi lentera, sehingga bertambahlah keimanannya dan selamat dari jalan yang sesat.


Kebaikan Itu Ada Nafasnya

Ada batas minimal seorang muslim bisa tetap bertahan melakukan kebaikan.rahasianya terletak pada kemampuan menyiasati lika liku agar tetap dalam kebaikan. Berikut langkah-langkah dalam menyiasati dan menjaga nafas-nafas kebaikan:
1. Yakin setiap amal ada nilainya
tidak ada kebaikan yang tak bernilai meskipun hanya kecil, kita tidak boleh menganggap remeh amal kebaikan yang kecil. Ini dalam kaitan menjaga semangat beramal, bukan berarti amal kita sudah banyak.
Banyak peran-peran penting yang diemban oleh unsur-unsur kecil, demikian juga amal. Gunung yang tinggi menjulang terdiri dari bebatuan yang kecil dan besar. Penyangga rel kereta api yang dilalui ular-ular besi yang beratnya berton-ton, ternyata di bawah bantalan rel itu teradapat batu-batu kecil yang menyangganya.
Nasihat Rasulullah kepada istrinya Aisyah, “Jauhilah neraka, meski dengan (bersedekah senilai) separo biji kurma.”
Kebaikan yang dilaksanakan dengan ikhlas, akan dibahas oleh Allah.

Sebagaimana firman Allah swt:
(Luqman berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.

Nb: yang dimaksud dengan Allah Maha Halus ialah ilmu Allah itu meliputi segala sesuatu bagaimana kecilnya.

2. Selalu merasa kurang
Kita tidak boleh merasa puas dengan apa yang terlah kita lakukan. Hal ini perlu, demi menyambung amal-amal kebajikan. Artinya, dengan merasa kurang, kita akan terdorong terus beramal dan beramal.
Dunia ini seperti hutan belantara yang gelap. Yang tidak punya cahaya dan tidak yang tahu jalan pasti tersesat. Lentera dan cahaya itu adalah iman kepada Allah, sedang minyak dan bahan bakarnya adalah amal-amal saleh. Dengan lentera itu kita tidak akan salah jalan dan bisa menghindari jurang yang berbahaya.
Iman yang tidak dinyalakan dengan amal, tidak akan bisa menerangi hidup, hingga akhirnya padam. Maka setiap kali berbuat kebaikan, ingatlah bahwa ia akan menambah minyak bagi lentera itu.

3. Carilah Kesegaran Baru
Kadangkala timbul rasa malas dan bosan untuk terus melakukan kebaikan tertentu, karena kita tidak pernah luput dari pasang surut semangat, naik turun iman dan irama hati yang kadang berubah-ubah. Keadaan ini berpengaruh terhadap kesinambungan sebuah amal. Mula-mula berkurang, tetapi bila dibiarkan bisa membuat terhenti.
Untuk menghadapinya, carilah kesegaran baru. Maksudnya, mencoba menyegarkan kembali jiwa dan raga. Bisa dengan cara mengubah kebiasaan yang rutin dengan sesuatu yang baru, menyela kegiatan yang monoton dengan kegiatan yang baru. Misal: dengan rekreasi, olahraga, silaturahmi, bermain bersama anak-anak, dan lain-lain. Kesegaran ini tentu harus dalam batas halal.

4. Mohon Pertolongan Allah
Yang utama dan pertama adalah memohon pertolongan Allah, dengan berdoa dan bertaqorub kepada-Nya.
Dalam konteks kemanusiaan, mintalah pertolongan kepada sesama muslim; seperti teman, saudara, keluarga, orang-orang saleh, dan sebagainya, yaitu meminta nasihat dari mereka, menimba pengalaman, atau saling berbagi.


SEPULUH PERKARA YANG TIDAK BERMANFAAT
1. Ilmu yang tidak diamalkan
2. Amal yang tidak ikhlas
3. Harta yang tidak dipersembahkan kepada akhirat
4. Hati yang tidak mencintai Allah
5. Badan yang tidak taat dan tidak mengabdi kepada-Nya
6. Kecintaan yang tidak diridhai Allah dan tidak dalam menjalankan perintah-Nya
7. Waktu yang terbuang-buang, yang tidak digunakan untuk mengetahui Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya
8. Pemikiran yang berputar-putar pada sesuatu yang tidak bermanfaat
9. Pengabdian yang tidak mendekatkan diri kepada-Nya, tidak juga mendatangkan kemaslahatan bagi dunia
10. Rasa takut dan berharap kepada orang. Padahal nasib orang itu di tangan Allah. Orang itu sendiri tidak memiliki untuk dirinya bahaya, manfaat, kematian, dan kehidupan kecuali dengan izin Allah
(Ibnu Qayyim Al-Jauziah dalam Al-Fawa’id)



[Sumber: Majalah Tarbawi, edisi_lupa2@inget.com]