Sunday, February 28, 2010

Pribadi Rosululloh



Rasulullah yang agung ini hidup Zuhud luar biasa. Ia ikhlas tidur diatas tikar kasar hingga garis tikar tadi membekas di punggungnya. Bahkan tak jarang ia mengikatkan batu ke perut untuk menahan rasa laparnya. Ketika Alloh menawarkan kekayaan dunia, Nabi berakhlak paling mulia ini lebih memilih hidup Zuhud dan sederhana.
Rasulullah bersabda:
“Tuhanku menawarkan kepadaku bukit-bukit di Mekkah untuk dijadikan sebagai emas. Lalu saya menjawab : ”Hamba tidak mengharapkan itu semua wahai Tuhanku. Akan tetapi, saya lebih senang sehari lapar dan sehari kenyang. Tatkala kenyang, saya memuliakan dan bersyukur kepada-Mu. Sementara tatkala saya lapar,saya merendah dan berdoa kepada-Mu.”(HR. Ahmad)
*Perhatian dan keperdulian Beliau kepada para sahabatnya seperti matahari menyinari bumi. Jika ia tak melhat sahabatnya selama tiga hari, ia akan menanyakan keadaannya. Jika sang sahabat tidak ada di rumah, beliau mendo’akannya. Sementara bila sang sahabat berada di rumah, beliau mengunjunginya.
*Kemulian akhlaknya bak rembulan di kegelapan malam. Beliau sangat menghormati dan menyayangi tetangga.Tidak ada yang meminta kepadanya, kecuali beliau mengabulkannya. Beliau tidak berbincang dengan seseorang, kecuali disertai harapan kebaikan baginya. Beliau juga sangat menghormati wanita dan menyayangi anak-anak. Jika berpapasan dengan sekumpulan kaum wanita beliau akan mengucapkan salam terlebih dahulu pada mereka. Ia juga mengucapkan salam pada anak-anak belia.
*Rasulullah Yang mulia dan kesayangan Alloh ini seorang yang rendah hati serta tak pernah diam berpangku tangan. Beliau menambal sandalnya, menjahit sendiri pakaiannnya, memerah susu kambing peliharaannya dan mengerjakan sendiri semua keperluannya.
*Beliau adalah suami paling manis dan romantis perlakuan pada istri-istrinya.Ini seperti digambarkan Aisyah dengan indah : Para tentara berkumpul dan menari di mesjid pada hari raya. Lalu Nabi memanggilku. Saya menyandarkan kepala saya di pundak beliau. Dengan begitu saya bisa melihat permainan mereka sampai saya puas melihatnya.” (HR. MUSLIM)
*Nabi Pilihan dan teladan manusia sepanjang jaman ini sangat menghormati pelayannya. Ia memperlakukan mereka dengan akhlaknya yang bak kilauan berlian di tengah samudera kehidupan. Anas menuturkan : ”Selama sepuluh tahun saya menjadi pelayan Rasulullah SAW, tidak pernah sama sekali beliau mencela saya,memukul, atau membentak saya. Beliau tidak pernah bermuka masam pada saya. Beliau juga tidak pernah mencaci maki saya karena keterlambatan saya dalam melaksanakan suruhannya.” (HR. AHMAD)

*Akhlak beliau merupakan perwujudan Al Qur,an, kepribadiannya merupakan samudera berlian sepanjang jaman. Abu Abdillah Al-jadali bertanya kepada Aisyah : “Bagaimana akhlak Rasulullah SAW menurut istri-istrinya?” Aisyah menjawab : “Beliau adalah manusia yang paling baik budi pekertinya, Tidak pernah berbuat keji, kotor atau licik ketika di pasar. Beliaupun tidak pernah membalas keburukan atau aniaya orang lain dengan hal yang serupa, karena beliau seorang pemaaf dan toleran.” (HR. Bukhari)
*Beliau menjauhkan diri dari tiga hal: debat kusir, banyak bicara, dan segala sesuatu yang tidak bermanfaat. Selain itu, beliau juga mengiginkan manusia menjauhi tiga hal yaitu: tidak mencela orang lain, tidak mengungkap aibnya serta tidak mencari-cari kesalahannya.

*Kecintaannya pada orang-orang papa seperti air bening mengalir sepanjang kesejukan pegunungan. Ia berjalan akrab dengan para janda serta para kaum fakir miskin. Adakalanya dengan penuh cinta beliau menjahitkan sandal buat orang-orang papa serta menjahitkan pakaian untuk para janda.

*Rasulullah SAW adalah orang banyak berzikir dan menghindari diri dari perkataan yang sia-sia. Banyak diam, mengawali dan mengakhiri perkataan dengan bahasa yang fasih sekali. Berbicara dengan bahasa yang singkat dan jelas tapi mempunyai makna yang sangat luas. Berbicara dengan perlahan dan tidak berlebihan.

*Rasulullah adalah orang yang paling bersyukur kepada Allah. Walau beliau sudah mendapat jaminan Surga dan mendapat ampunan segala dosanya. Beliau tetap taat melaksanakan ibadah hingga telapak kakinya pecah-pecah serta betisnya membengkak. Ketika Aisyah, Istri terkasih bertanya, mengapa tetap beribadah, padahal dosa-dosa beliau sudah diampuni Illahi Rabbi. Dengan indahnya Rasulullah menjawab : “Wahai Aisyah tercinta, bukankah seharusnya saya menjadi hamba yang selalu penuh syukur kepada Allah Yang Maha Kuasa.”

SABAR Ketika disakiti Orang Lain

Terdapat beberapa faktor yang dapat membantu seorang hamba untuk dapat melaksanakan kesabaran jenis kedua (yaitu bersabar ketika disakiti orang lain, ed). [Di antaranya adalah sebagai berikut:]

Pertama, hendaknya dia mengakui bahwa Allah ta’ala adalah Zat yang menciptakan segala perbuatan hamba, baik itu gerakan, diam dan keinginannya. Maka segala sesuatu yang dikehendaki Allah untuk terjadi, pasti akan terjadi. Dan segala sesuatu yang tidak dikehendaki Allah untuk terjadi, maka pasti tidak akan terjadi. Sehingga, tidak ada satupun benda meski seberat dzarrah (semut kecil, ed) yang bergerak di alam ini melainkan dengan izin dan kehendak Allah. Oleh karenanya, hamba adalah ‘alat’. Lihatlah kepada Zat yang menjadikan pihak lain menzalimimu dan janganlah anda melihat tindakannya terhadapmu. (Apabila anda melakukan hal itu), maka anda akan terbebas dari segala kedongkolan dan kegelisahan.

Kedua, hendaknya seorang mengakui akan segala dosa yang telah diperbuatnya dan mengakui bahwasanya tatkala Allah menjadikan pihak lain menzalimi (dirinya), maka itu semua dikarenakan dosa-dosa yang telah dia perbuat sebagaimana firman Allah ta’ala,

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka itu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy Syuura: 30).

Apabila seorang hamba mengakui bahwa segala musibah yang menimpanya dikarenakan dosa-dosanya yang telah lalu, maka dirinya akan sibuk untuk bertaubat dan memohon ampun kepada Allah atas dosa-dosanya yang menjadi sebab Allah menurunkan musibah tersebut. Dia justru sibuk melakukan hal itu dan tidak menyibukkan diri mencela dan mengolok-olok berbagai pihak yang telah menzaliminya.

(Oleh karena itu), apabila anda melihat seorang yang mencela manusia yang telah menyakitinya dan justru tidak mengoreksi diri dengan mencela dirinya sendiri dan beristighfar kepada Allah, maka ketahuilah (pada kondisi demikian) musibah yang dia alami justru adalah musibah yang hakiki. (Sebaliknya) apabila dirinya bertaubat, beristighfar dan mengucapkan, “Musibah ini dikarenakan dosa-dosaku yang telah saya perbuat.” Maka (pada kondisi demikian, musibah yang dirasakannya) justru berubah menjadi kenikmatan.

Ali bin Abi Thalib radliallahu ‘anhu pernah mengatakan sebuah kalimat yang indah,

لاَ يَرْجُوَنَّ عَبْدٌ إِلاَّ رَبَّهُ لاَ يَخَافَنَّ عَبْدٌ إلَّا ذَنْبَهُ

“Hendaknya seorang hamba hanya berharap kepada Rabb-nya dan hendaknya dia takut terhadap akibat yang akan diterima dari dosa-dosa yang telah diperbuatnya.”[1]

Dan terdapat sebuah atsar yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Tholib dan selainnya, beliau mengatakan,

مَا نَزَلَ بَلَاءٌ إلَّا بِذَنْبِ وَلَا رُفِعَ إلَّا بِتَوْبَةِ

“Musibah turun disebabkan dosa dan diangkat dengan sebab taubat.”

Ketiga, hendaknya seorang mengetahui pahala yang disediakan oleh Allah ta’ala bagi orang yang memaafkan dan bersabar (terhadap tindakan orang lain yang menyakitinya). Hal ini dinyatakan dalam firman-Nya,

وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ

“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (QS. Asy Syuura: 40).

Ditinjau dari segi penunaian balasan, manusia terbagi ke dalam tiga golongan, yaitu [1] golongan yang zalim karena melakukan pembalasan yang melampaui batas, [2] golongan yang moderat yang hanya membalas sesuai haknya dan [3] golongan yang muhsin (berbuat baik) karena memaafkan pihak yang menzalimi dan justru meniggalkan haknya untuk membalas. Allah ta’ala menyebutkan ketiga golongan ini dalam ayat di atas, bagian pertama bagi mereka yang moderat, bagian kedua diperuntukkan bagi mereka yang berbuat baik dan bagian akhir diperuntukkan bagi mereka yang telah berbuat zalim dalam melakukan pembalasan (yang melampaui batas).

(Hendaknya dia juga) mengetahui panggilan malaikat di hari kiamat kelak yang akan berkata,

أَلاَ لِيَقُمْ مَنْ وَجَبَ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ

“Perhatikanlah! Hendaknya berdiri orang-orang yang memperoleh balasan yang wajib ditunaikan oleh Allah!”[2]

(Ketika panggilan ini selesai dikumandangkan), tidak ada orang yang berdiri melainkan mereka yang (sewaktu di dunia termasuk golongan) yang (senantiasa) memaafkan dan bersabar (terhadap gangguan orang lain kepada dirinya).

Apabila hal ini diiringi dengan pengetahuan bahwa segala pahala tersebut akan hilang jika dirinya menuntut dan melakukan balas dendam, maka tentulah dia akan mudah untuk bersabar dan memaafkan (setiap pihak yang telah menzaliminya).

Keempat, hendaknya dia mengetahui bahwa apabila dia memaafkan dan berbuat baik, maka hal itu akan menyebabkan hatinya selamat dari (berbagai kedengkian dan kebencian kepada saudaranya) serta hatinya akan terbebas dari keinginan untuk melakukan balas dendam dan berbuat jahat (kepada pihak yang menzaliminya). (Sehingga) dia memperoleh kenikmatan memaafkan yang justru akan menambah kelezatan dan manfaat yang berlipat-lipat, baik manfaat itu dirasakan sekarang atau nanti.

Manfaat di atas tentu tidak sebanding dengan “kenikmatan dan manfaat” yang dirasakannya ketika melakukan pembalasan. Oleh karenanya, (dengan perbuatan di atas), dia (dapat) tercakup dalam firman Allah ta’ala,

وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

“Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran: 134).

(Dengan melaksanakan perbuatan di atas), dirinya pun menjadi pribadi yang dicintai Allah. Kondisi yang dialaminya layaknya seorang yang kecurian satu dinar, namun dia malah menerima ganti puluhan ribu dinar. (Dengan demikian), dia akan merasa sangat gembira atas karunia Allah yang diberikan kepadanya melebihi kegembiraan yang pernah dirasakannya.

Kelima, hendaknya dia mengetahui bahwa seorang yang melampiaskan dendam semata-mata untuk kepentingan nafsunya, maka hal itu hanya akan mewariskan kehinaan di dalam dirinya. Apabila dia memaafkan, maka Allah justru akan memberikan kemuliaan kepadanya. Keutamaan ini telah diberitakan oleh rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui sabdanya,

وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا

“Kemuliaan hanya akan ditambahkan oleh Allah kepada seorang hamba yang bersikap pemaaf.”[3]

(Berdasarkan hadits di atas) kemuliaan yang diperoleh dari sikap memaafkan itu (tentu) lebih disukai dan lebih bermanfaat bagi dirinya daripada kemuliaan yang diperoleh dari tindakan pelampiasan dendam. Kemuliaan yang diperoleh dari pelampiasan dendam adalah kemuliaan lahiriah semata, namun mewariskan kehinaan batin. (Sedangkan) sikap memaafkan (terkadang) merupakan kehinaan di dalam batin, namun mewariskan kemuliaan lahir dan batin.

Keenam, -dan hal ini merupakan salah satu faktor yang paling bermanfaat-, yaitu hendaknya dia mengetahui bahwa setiap balasan itu sesuai dengan amalan yang dikerjakan. (Hendaknya dia menyadari) bahwa dirinya adalah seorang yang zalim lagi pendosa. Begitupula hendaknya dia mengetahui bahwa setiap orang yang memaafkan kesalahan manusia terhadap dirinya, maka Allah pun akan memaafkan dosa-dosanya. Dan orang yang memohonkan ampun setiap manusia yang berbuat salah kepada dirinya, maka Allah pun akan mengampuninya. Apabila dia mengetahui pemaafan dan perbuatan baik yang dilakukannya kepada berbagai pihak yang menzalimi merupakan sebab yang akan mendatangkan pahala bagi dirinya, maka tentulah (dia akan mudah) memaafkan dan berbuat kebajikan dalam rangka (menebus) dosa-dosanya. Manfaat ini tentu sangat mencukupi seorang yang berakal (agar tidak melampiaskan dendamnya).

Ketujuh, hendaknya dia mengetahui bahwa apabila dirinya disibukkan dengan urusan pelampiasan dendam, maka waktunya akan terbuang sia-sia dan hatinya pun akan terpecah (tidak dapat berkonsentrasi untuk urusan yang lain-pent). Berbagai manfaat justru akan luput dari genggamannya. Dan kemungkinan hal ini lebih berbahaya daripada musibah yang ditimbulkan oleh berbagai pihak yang menzhaliminya. Apabila dia memaafkan, maka hati dan fisiknya akan merasa “fresh” untuk mencapai berbagai manfaat yang tentu lebih penting bagi dirinya daripada sekedar mengurusi perkara pelampiasan dendam.

Kedelapan, sesungguhnya pelampiasan dendam yang dilakukannya merupakan bentuk pembelaan diri yang dilandasi oleh keinginan melampiaskan hawa nafsu.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah melakukan pembalasan yang didasari keinginan pribadi, padahal menyakiti beliau termasuk tindakan menyakiti Allah ta’ala dan menyakiti beliau termasuk di antara perkara yang di dalamnya berlaku ketentuan ganti rugi.

Jiwa beliau adalah jiwa yang termulia, tersuci dan terbaik. Jiwa yang paling jauh dari berbagai akhlak yang tercela dan paling berhak terhadap berbagai akhlak yang terpuji. Meskipun demikian, beliau tidak pernah melakukan pembalasan yang didasari keinginan pribadi (jiwanya) (terhadap berbagai pihak yang telah menyakitinya).

Maka bagaimana bisa salah seorang diantara kita melakukan pembalasan dan pembelaan untuk diri sendiri, padahal dia tahu kondisi jiwanya sendiri serta kejelekan dan aib yang terdapat di dalamnya? Bahkan, seorang yang arif tentu (menyadari bahwa) jiwanya tidaklah pantas untuk menuntut balas (karena aib dan kejelekan yang dimilikinya) dan (dia juga mengetahui bahwa jiwanya) tidaklah memiliki kadar kedudukan yang berarti sehingga patut untuk dibela.

Kesembilan, apabila seorang disakiti atas tindakan yang dia peruntukkan kepada Allah (ibadah-pent), atau dia disakiti karena melakukan ketaatan yang diperintahkan atau karena dia meninggalkan kemaksiatan yang terlarang, maka (pada kondisi demikian), dia wajib bersabar dan tidak boleh melakukan pembalasan. Hal ini dikarenakan dirinya telah disakiti (ketika melakukan ketaatan) di jalan Allah, sehingga balasannya menjadi tanggungan Allah.

Oleh karenanya, ketika para mujahid yang berjihad di jalan Allah kehilangan nyawa dan harta, mereka tidak memperoleh ganti rugi karena Allah telah membeli nyawa dan harta mereka.

Dengan demikian, ganti rugi menjadi tanggungan Allah, bukan di tangan makhluk. Barangsiapa yang menuntut ganti rugi kepada makhluk (yang telah menyakitinya), tentu dia tidak lagi memperoleh ganti rugi dari Allah. Sesungguhnya, seorang yang mengalami kerugian (karena disakiti) ketika beribadah di jalan Allah, maka Allah berkewajiban memberikan gantinya.

Apabila dia tersakiti akibat musibah yang menimpanya, maka hendaknya dia menyibukkan diri dengan mencela dirinya sendiri. Karena dengan demikian, dirinya tersibukkan (untuk mengoreksi diri dan itu lebih baik daripada) dia mencela berbagai pihak yang telah menyakitinya.

Apabila dia tersakiti karena harta, maka hendaknya dia berusaha menyabarkan jiwanya, karena mendapatkan harta tanpa dibarengi dengan kesabaran merupakan perkara yang lebih pahit daripada kesabaran itu sendiri.

Setiap orang yang tidak mampu bersabar terhadap panas terik di siang hari, terpaan hujan dan salju serta rintangan perjalanan dan gangguan perampok, maka tentu dia tidak usah berdagang.

Realita ini diketahui oleh manusia, bahwa setiap orang yang memang jujur (dan bersungguh-sungguh) dalam mencari sesuatu, maka dia akan dianugerahi kesabaran dalam mencari sesuatu itu sekadar kejujuran (dan kesungguhan) yang dimilikinya.

Kesepuluh, hendaknya dia mengetahui kebersamaan, kecintaan Allah dan ridla-Nya kepada dirinya apabila dia bersabar. Apabila Allah membersamai seorang, maka segala bentuk gangguan dan bahaya -yang tidak satupun makhluk yang mampu menolaknya- akan tertolak darinya. Allah ta’ala berfirman,

وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ

“Allah menyukai orang-orang yang bersabar.” (QS. Ali ‘Imran: 146).

Kesebelas, hendaknya dia mengetahui bahwa kesabaran merupakan sebagian daripada iman. Oleh karena itu, sebaiknya dia tidak mengganti sebagian iman tersebut dengan pelampiasan dendam. Apabila dia bersabar, maka dia telah memelihara dan menjaga keimanannya dari aib (kekurangan). Dan Allah-lah yang akan membela orang-orang yang beriman.

Kedua belas, hendaknya dia mengetahui bahwa kesabaran yang dia laksanakan merupakan hukuman dan pengekangan terhadap hawa nafsunya. Maka tatkala hawa nafsu terkalahkan, tentu nafsu tidak mampu memperbudak dan menawan dirinya serta menjerumuskan dirinya ke dalam berbagai kebinasaan.

Tatkala dirinya tunduk dan mendengar hawa nafsu serta terkalahkan olehnya, maka hawa nafsu akan senantiasa mengiringinya hingga nafsu tersebut membinasakannya kecuali dia memperoleh rahmat dari Rabb-nya.

Kesabaran mengandung pengekangan terhadap hawa nafsu berikut setan yang (menyusup masuk di dalam diri). Oleh karenanya, (ketika kesabaran dijalankan), maka kerajaan hati akan menang dan bala tentaranya akan kokoh dan menguat sehingga segenap musuh akan terusir.

Ketiga belas, hendaknya dia mengetahui bahwa tatkala dia bersabar , maka tentu Allah-lah yang menjadi penolongnya. Maka Allah adalah penolong bagi setiap orang yang bersabar dan memasrahkan setiap pihak yang menzaliminya kepada Allah.

Barangsiapa yang membela hawa nafsunya (dengan melakukan pembalasan), maka Allah akan menyerahkan dirinya kepada hawa nafsunya sendiri sehingga dia pun menjadi penolongnya.

Jika demikian, apakah akan sama kondisi antara seorang yang ditolong Allah, sebaik-baik penolong dengan seorang yang ditolong oleh hawa nafsunya yang merupakan penolong yang paling lemah?

Keempat belas, kesabaran yang dilakukan oleh seorang akan melahirkan penghentian kezhaliman dan penyesalan pada diri musuh serta akan menimbulkan celaan manusia kepada pihak yang menzalimi. Dengan demikian, setelah menyakiti dirinya, pihak yang zhalim akan kembali dalam keadaan malu terhadap pihak yang telah dizaliminya. Demikian pula dia akan menyesali perbuatannya, bahkan bisa jadi pihak yang zalim akan berubah menjadi sahabat karib bagi pihak yang dizhalimi. Inilah makna firman Allah ta’ala,

ô ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ (34) وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ (35)

“Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.” (QS. Fushshilaat: 34-35).

Kelima belas, terkadang pembalasan dendam malah menjadi sebab yang akan menambah kejahatan sang musuh terhadap dirinya. Hal ini juga justru akan memperkuat dorongan hawa nafsu serta menyibukkan pikiran untuk memikirkan berbagai bentuk pembalasan yang akan dilancarkan sebagaimana hal ini sering terjadi.

Apabila dirinya bersabar dan memaafkan pihak yang menzhaliminya, maka dia akan terhindar dari berbagai bentuk keburukan di atas. Seorang yang berakal, tentu tidak akan memilih perkara yang lebih berbahaya.

Betapa banyak pembalasan dendam justru menimbulkan berbagai keburukan yang sulit untuk dibendung oleh pelakunya. Dan betapa banyak jiwa, harta dan kemuliaan yang tetap langgeng ketika pihak yang dizalimi menempuh jalan memaafkan.

Keenam belas, sesungguhnya seorang yang terbiasa membalas dendam dan tidak bersabar mesti akan terjerumus ke dalam kezaliman. Karena hawa nafsu tidak akan mampu melakukan pembalasan dendam dengan adil, baik ditinjau dari segi pengetahuan (maksudnya hawa nafsu tidak memiliki parameter yang pasti yang akan menunjukkan kepada dirinya bahwa pembalasan dendam yang dilakukannya telah sesuai dengan kezaliman yang menimpanya, pent-) dan kehendak (maksudnya ditinjau dari segi kehendak, hawa nafsu tentu akan melakukan pembalasan yang lebih, pent-).

Terkadang, hawa nafsu tidak mampu membatasi diri dalam melakukan pembalasan dendam sesuai dengan kadar yang dibenarkan, karena kemarahan (ketika melakukan pembalasan dendam) akan berjalan bersama pemiliknya menuju batas yang tidak dapat ditentukan (melampaui batas, pent-). Sehingga dengan demikian, posisi dirinya yang semula menjadi pihak yang dizalimi, yang menunggu pertolongan dan kemuliaan, justru berubah menjadi pihak yang zalim, yang akan menerima kehancuran dan siksaan.

Ketujuh belas, kezaliman yang diderita akan menjadi sebab yang akan menghapuskan berbagai dosa atau mengangkat derajatnya. Oleh karena itu, apabila dia membalas dendam dan tidak bersabar, maka kezaliman tersebut tidak akan menghapuskan dosa dan tidakpula mengangkat derajatnya.

Kedelapan belas, kesabaran dan pemaafan yang dilakukannya merupakan pasukan terkuat yang akan membantunya dalam menghadapi sang musuh.

Sesungguhnya setiap orang yang bersabar dan memaafkan pihak yang telah menzaliminya, maka sikapnya tersebut akan melahirkan kehinaan pada diri sang musuh dan menimbulkan ketakutan terhadap dirinya dan manusia. Hal ini dikarenakan manusia tidak akan tinggal diam terhadap kezaliman yang dilakukannya tersebut, meskipun pihak yang dizalimi mendiamkannya. Apabila pihak yang dizalimi membalas dendam, seluruh keutamaan itu akan terluput darinya.

Oleh karena itu, anda dapat menjumpai sebagian manusia, apabila dia menghina atau menyakiti pihak lain, dia akan menuntut penghalalan dari pihak yang telah dizaliminya. Apabila pihak yang dizalimi mengabulkannya, maka dirinya akan merasa lega dan beban yang dahulu dirasakan akan hilang.

Kesembilan belas, apabila pihak yang dizalimi memaafkan sang musuh, maka hati sang musuh akan tersadar bahwa kedudukan pihak yang dizalimi berada di atasnya dan dirinya telah menuai keuntungan dari kezaliman yang telah dilakukannya. Dengan demikian, sang musuh akan senantiasa memandang bahwa kedudukan dirinya berada di bawah kedudukan pihak yang telah dizaliminya. Maka tentu hal ini cukup menjadi keutamaan dan kemuliaan dari sikap memaafkan.

Kedua puluh, apabila seorang memaafkan, maka sikapnya tersebut merupakan suatu kebaikan yang akan melahirkan berbagai kebaikan yang lain, sehingga kebaikannya akan senantiasa bertambah.

Sesungguhnya balasan bagi setiap kebaikan adalah kontinuitas kebaikan (kebaikan yang berlanjut), sebagaimana balasan bagi setiap keburukan adalah kontinuitas keburukan (keburukan yang terus berlanjut). Dan terkadang hal ini menjadi sebab keselamatan dan kesuksesan abadi. Apabila dirinya melakukan pembalasan dendam, seluruh hal itu justru akan terluput darinya.

الحمد لله الذي بنعمته تتم الصالحات[4]

Diterjemahkan dari risalah Ahmad bin Abdul Halim Al Haroni Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah -semoga Allah merahmati beliau-

Penerjemah: Muhammad Nur Ichwan Muslim

Artikel www.muslim.or.id

[1] Lihat penjelasan perkataan beliau ini dalam Majmu’ al Fatawa (8/161-180).

[2] HR. Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Mardawaih serta selain mereka berdua dari sahabat Ibnu’ Abbas dan Anas. Lihat ad Durr al Mantsur (7/359).

[3] HR. Muslim (2588) dari sahabat Abu Hurairah.

[4] Selesai diterjemahkan dengan bebas dari risalah Al Qo’idatu fish Shobr, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, pada hari Senin, tanggal 27 Rabi’ul Awwal 1430 H, Griya Cempaka Arum K4/7, Bandung.

Sumber : http://www.muslim.or.id

Kisah Tiga Orang Yang Riya

Sungguh tragis, orang yang beramal namun tak ikhlas. Segala upaya, daya dan harta yang dikeluarkan menjadi sia-sia. Semuanya justru menjadi petaka ketika akhirat tiba.

Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu menuturkan: Aku pernah mendengar Rasulullah Shollallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda:

“Sesungguhnya orang yang pertama kali diberi keputusan pada hari kiamat adalah seseorang yang mati syahid. Lalu ia didatangkan dihadapan Allah. Kemudian Allah memperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatanNya yang diberikan kepadanya. Lalu orang tersebut mengakuinya. Allah pun berfirman, ‘Apa yang kamu kerjakan padanya?’

Ia berkata, ‘Aku berperang karena diri-Mu, hingga aku mati syahid.’

Allah berfirman, ‘Engkau telah berdusta. Sesungguhnya engkau berperang agar dikatakan sebagai pemberani dan hal itu telah dikatakan.’

Kemudian diperintahkan agar orang tersebut dibawa lalu diseret mukanya hingga ia dilemparkan ke neraka.

Lalu seseorang yang belajar suatu ilmu kemudian mengajarkannya, dan membaca Al-Qur’an lalu didatangkan di hadapan Allah. Kemudian Allah memperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatanNya yang diberikan kepadanya. Lalu orang tersebut mengakuinya. Allah pun berfirman, ‘Apa yang kamu kerjakan padanya?’

Ia menjawab, ‘Aku mempelajari suatu ilmu dan mengajarkannya serta membaca al-Qur’an karena-Mu.’

Allah berfirman: ‘Engkau berdusta. Sebenarnya, engkau mempelajari suatu ilmu, mengajarkannya dan membaca al-Qur’an agar dikatakan bahwa engkau adalah orang yang ahli membaca. Dan hal itu telah dikatakan.’ Kemudian diperintahkan agar orang tersebut dibawa lalu diseret mukanya hingga ia dilemparkan ke api neraka.

Lalu ada seorang yang telah Allah berikan kepadanya kelapangan dan berbagai macam harta. Kemudian Allah memperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatanNya yang diberikan kepadanya. Lalu orang tersebut mengakuinya. Allah pun berfirman, ‘Apa yang kamu kerjakan padanya?’

Ia menjawab, ‘Tidak ada suatu jalan yang Engkau senang untuk diberi infak kecuali aku telah mengeluarkan infak padanya demi Engkau.’

Allah berfirman, ‘Engkau telah berdusta. Tapi engkau melakukannya agar dikatakan sebagai orang yang dermawan dan hal itu telah dikatakan.’ Kemudian diperintahkan agar orang tersebut dibawa, lalu diseret mukanya, kemudian dilemparkan ke dalam neraka.”

(Hadits Riwayat Muslim)

وَدَاعًا

وَدَاعًا

وَدَاعًا دُنْيَا اْ لأَ حْزَانِ
وَأَهِلِّيْ دُنْيَا اْلإِ يْـمَا نِ
وَالطَّيْرُ اْلمَكْسُوْرُجَنَاحًا
مَاعَادَفَقِيْدَ الجَرْحَانِ

يَاقَلْبِي اْلمَهْمُوْمُ طِنَاعًا
قَدْرَحَلَتْ عَنِّي أَحْزَانِي
سَأَ طِيْرُ إِلىَ دُنْيَا أَهْوَاء
أَنَامُسْلِمُ أَغلُوبِإِيْمَانِى

عُنْوَانِي اْلمُسْلِمُ وَكَفَانِي
أَ نِّيَ مِنْ جُنْدِ اْلإِيْمَانِى
قُرْآنُيْ نُوْرٌوَضِيَاءٌ
إِسْلاَمِيْ حُبِّي وَحَنَابِي

وَاحْوِيْنِي يَادُنْيَا الطُّهْرِ
فَهَوَاكِ عَيْلاَٴوُجْدَانِي
إِخْوَانِي طُهْرٌوَعَفَافٌ
أَبْطَالٌ جُنْدُالرَّحْمٰنِ

فِي ظِلِّ الدِّ يْنِ أَنَاأَحْيَا
أَفْدِ يْ إِسْلاَمِي مُتَفَانِي
حَتَّى أُسْتَخْلَفَ فِي الدُّنْيَا
وَلِتَعْلُورَابَةُقُرْآنِي


=====
WADAAN (SELAMAT TINGGAL)

Ref:
Selamat tinggal wahai dunia duka
Dan selamat datang wahai dunia iman
burung yang patah sayapnya
Takkan mati karena lukanya

Wahai hatiku yang sedih perangainya
Sungguh kesedian itu telah meninggalkan diriku
'Kan terbang aku kedunia cinta
Karena aku seorang muslim
yang membumbung dengan iman

Gelarku adalah muslim dan itu cukup bagiku
Aku termasuk kedalam tentara keimanan
Al Qur'an adalah cahaya dan sinar
Islam adalah kecintaan dan kerinduanku

Dekaplah wahai dunia kesucian
Sehingga sentuhan kasihmu menemui perasaanku
Temanku adalah kebersiahan dan kesucian
Pahlawan tentara ar Rahman

Dibawah naungan agama aku hidup
Untuk menebus keislamanku yang nyaris sirna
Sehingga aku menjadi khalifah di dunia
Dan mengibarkan tinggi - tinggi panji Al Qur'an

Arr. : Izzatul Islam
Lead : Ahmad Sahal

Thursday, February 25, 2010

WIND OF CHANGE


“Seorang mukmin tidak akan jatuh ke dalam lubang yang sama untuk kedua kali” demikian pesan nabi.
Berbicara tentang kegagalan, setiap orang hidup pasti pernah atau bahkan sering mengalaminya, hidup adalah tempatnya jatuh bangun, banyak yang bilang hidup seperti roda berputar, kadang diatas dan kadang di bawah. Dan ketika kita sedang berada di bawah jangan diem aja…!! Genjot terus sepedanya supaya tetep jalan & nyampe tujuan.. :D
Ada sebuah pertanyaan “Kenapa yaa.. orang dapat tenggelam jika jatuh ke dalam air??” Kebanyakan dari kita mungkin menjawab “karena ia tidak dapat berenang” ya.. iya lah… pastinya gitu.. Tapi… ketika kita menelaah lebih mendalam, maka akan menemukan jawaban yang lain yakni “Orang akan tenggelam karena orang tersebut Diam/menetap disitu dan Tidak Menggerakkan dirinya ke tempat lain” betul apa betul??
Seperti itulah gambaran orang yang gagal, dia hanya Stuck, diam ditempat tanpa mencari cara baru untuk menemukan tujuannya.
Pada hakikatnya Kegagalan adalah :
*Orang yg takut melangkah karena takut salah, dialah yg gagal.
*Orang yang tidak mengakui kesalahan dan kekalahan, dialah orang yg gagal.
*Orang yg menyalahkan orang lain dan tidak mengoreksi dirinya, dialah yg gagal,
*Orang yang tidak merencanakan segala sesuatunya, maka bersiaplah menemukan kegagalannya.
Kegagalan adalah milik mereka yang melangkah setengah hati dan tidak jelas apa yang dicari, kegagalan adalah milik orang-orang yang tidak berani mengambil resiko, dan tidak punya motivasi dan tidak punya percaya diri.
Dan kegagalan itu adalah milik orang yang berpikir negative, bertindak pasif, mengalah pada keadaan, gamang melangkah, gampang menyerah dan suka mencari-cari alasan.
Selama kita merasa optimis dan berusaha untuk bangkit lagi (hijrah) dari keterpurukan, maka yakinlah sesungguhnya kita bukan termasuk orang yang gagal.
Jangan pernah menilai seseorang dengan menghitung berapa kali dia jatuh/ gagal, namun ukurlah dgn beberapa kali dia sanggup untuk bangkit kembali.
Seseorang yang mampu bangkit kembali setelah jatuh, tidak akan putus asa, karena seorang yang gagal adalah orang yang malas mengulangi dan mencari jalan “baru” untuk menemukan tujuan.
Tetap Semangat & Tersenyumlah… karena senyuman adalah tanda keikhlasan dan kekuatan untuk menerima dan berbesar hati atas apa-apa yg telah terjadi, dan Senyuman diantara getirnya kenyataan adalah bukti penyandaran diri kepada Allah yang Maha mengetahui segala Jalan yang terbaik bagi hambaNya yang tak pernah berputus asa.

“Seorang Muslim yang Kuat Lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada seorang mukmin yg Lemah, dan pada diri masing-masing dari keduanya mendapat kebaikan. Bersungguh-sungguhlah dalam meraih apa yg bermanfaat bagimu, mohonlah pertolongan kepada Allah, dan janganlah merasa lemah. Jika sesuatu menimpamu maka janganlah kamu mengatakan, “Seandainya aku melakukan begini niscaya akan begini dan begini”, akan tetapi katakanlah, “Allah telah mentakdirkan hal itu, dan apa yang dikehendaki-Nya pasti akan terjadi”, karena sesungguhnya perkataan “Seandainya” akan membuka perbuatan setan” (Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah ra.)

Smile 4 Survive ^___^
Luv, DL Na2.

Kegundahan Ini apa Kau Merasakannya??


Umar sering kali menangis karena khawatir atas dirinya, serta karena takut kelak dikemudian hari ia tidak bisa berkumpul bersama Rasulullah saw.

Zaid bin Aslam ra. berkata. "Saat itu Umar bin Khathab keluar dimalam hari seperti biasanya untuk memeriksa keadaan rakyatnya, ketika itu Umar melihat cahaya lampu sedang menyala didalam sebuah rumah. Akhirnya Umar mendekatinya, dan lalu terlihat olehnya seorang wanita tua yang sedang menumbuk gandum, yang kemudian gandum itu disaring dan diletakkan kedalam suatu wadah. Ditengah keasyikannya itu, wanita tua tersebut sembari melantunkan bait-bait syair berikut :

Hanya untuk Muhammad shalawat-shalawat dari orang-orang baik
manusia-manusia pilihan juga bershalawat kepadanya
Sungguh aku bangun shalat malam dengan menangis sepanjang malam
Wahai rambutku yang telah memutih waktu kematian tidak lama lagi
Apakah engkau akan mengumpulkanku bersama kekasihku di akhirat?

Maksud dari kekasih dalam bait syair diatas adalah Rasulullah saw."

Mendengar syair itu, Umar pun terduduk sembari menitikan air mata. Tidak berselang lama akhirnya Umar pun mengetuk pintu rumah wanita tua itu. Seketika itu pula wanita tua itu berkata, "Siapa disana?!!"

Umar menjawab, "Aku Umar bin Al-Khathab."

Wanita tua itu berkata lagi, "Apa urusan seorang Umar bin Al-Khathab terhadapku?!! Sebab, tidak mungkin seorang Umar akan datang diwaktu ini!!"

Umar berkata, "Sungguh aku Umar bin Al-Khathab, mohon bukakanlah, semoga ALLAH merahmatimu."

Lalu wanita tua itu pun segera membukakan pintu, dan Umar diperkenankan untuk masuk.

Selanjutnya Umar berkata, "Coba kau ulangi perkataanmu yang tadi kau ucapkan."

Lalu wanita tua itu mengulangi ucapannya, meski sebenarnya belum sampai pada akhir bait terlihat Umar kembali menangis sambil berkata, "Aku mohon kepadamu agar engkau menyertakan aku bersama kalian berdua."

Kemudian wanita tua itu berkata, "Ampunkanlah Umar wahai Dzat yang Maha Pengampun." Akhirnya Umar pun berlalu dengan perasaan nyaman pada dirinya berkat doa wanita tua itu untuknya.

>> Kabar Shahih diriwayatkan oleh Ibnu Mubarak dengan riwayat khabar dan juga Sanadnya melalui jalan Ibnu Asakir

GODAAN ORANG YANG BERILMU


Jangan disangka bahwa seseorang yang berilmu sudah otmatis terlindungi dari kebodohan dan terlepas dari godaan. Meskipun orang berilmu berada di tingkatan yang lebih tinggi daripada makhluk-makhluk lain, ia juga tetap menghadapi godaan yang tidak kalah besar. Bahkan godaan orang yang berilmu jauh lebih besar dibandingkan godaan orang-orang selainnya. Begitu pula dalam akibatnya, bila ia berhasil maka jadilah ia orang yang paling takut (dekat) di sisi ALLAH. “Sesungguhnya yang takut kepada ALLAH di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.” (QS. Al-Fathir 28).

Dan sebaliknya, ketika ia gagal dalam menghadapi godaan, maka ia hanya menjadi penyebab kerusakan di muka bumi. Dia jugalah yang disinyalir oleh Rasulullah SAW sebagai manusia selain Dajjal lebih ditakuti karena sangat halus geraknya dari pada Dajjal itu sendiri. Rasul SAW ditanya, “Siapakah mereka wahai Rasulallah?” “Mereka adalah ulama-ulama yang jahat (‘ulama’ al-su’i).” (HR. Muslim).

Apa saja godaan orang berilmu?

Yang pertama adalah harta benda atau duniawi. Ini adalah cobaan yang paling ringan. Orang yang berilmu seringkali dihadapkan pada pilihan-pilihan yang terkadang menyulitkan. Ketika seseorang menjadi ilmuwan, maka dengan sendirinya harta dunia itu datang. Kesempatan orang yang berilmu dalam mendapatkan dunia lebih besar daripada orang yang tidak berilmu. Di sinilah orang yang berilmu digoda. Apakah ilmu yang dimilikinya bisa menagtur nafsu syahwatnya (yang cenderung pada dunia)..? Ataukah sebaliknya, nafsu syahwatnyalah yang menjadi pengatur ilmunya?

Apakah yang terakhir ini bisa terjadi pada orang yang berilmu? Bagaimana bisa?

Memang tidak salah bila orang berilmu mendapatkan harta dunia dari ilmu-ilmunya. Tidak salah bila seorang dokter mendapatkan upahnya. Pun tidak salah bagi seorang guru/dosen mendapatkan ststusnya. Namun yang disalahkan adalah bila ilmu dijadilakn legitimasi dari keinginan-keinginan duniawinya. Yang salah adalah dokter yang menyalahgunakan keilmuannya demi sejumlah rupiah. Yang berbahaya adalah ulama/ilmuwan/cendekiawan yang memanfaatkan kedalaman ilmu atau pengetahuannya demi sejumlah harta. Kalau apa yang dibuat oleh dokter dalam penyahgunaannya mungkin menyebabkan malpraktek, atau paling parah bisa menyebabkan kematian fisik manusia, maka kesalahan ulama terhadap penyalahgunaan ilmunya bisa lebih berbahaya dari sekedar kematian fisik. Kesalahan bisa menyebabkan kebingungan umat serta menjadi penyulut para hamba ALLAH untuk bermaksiat kepada-Nya. Yang paling berbahaya adalah tingkah ulama ini bisa juga menghancurkan akidah umat. Hal tersebut bisa terjadi hanya karena kecenderungannya pada harta benda.

Godaan yang kedua adalah kehormatan dan nama baik di mata makhluk.

Ini adalah penyakit jiwa. Mungkin saja orang berilmu terhindar dari godaan harta yang hina karena ketampakannya, maka ia tidak begitu saja lepas dari godaan kedua yang halus ini. Ia adalah godaan yang lembut dalam jiwa manusia. Kecenderungan orang yang berilmu setelah penguasaan yang mendalam dalam keilmuan adalah keinginan untuk dihormati. Ia merasa berhak dengan penghormatan semua makhluk karena ketinggian ilmunya.

Bila cinta/gila hormat dari makhluk ini dibiarkan begitu saja, maka orang berilmu akan terjangkit pada penyakit ketiga yang paling berbahaya, yaitu kesombongan. Pada godaan ini, orang berilmu memang tidak lagi berhadapan dengan harta dunia. Mungkin saja ia berhasil melewati harta dunia. Tapi kesombongan adalah hal yang sangat halus yang masuk ke dalam jiwa manusia. Bila orang yang berilmu lengah sedikit saja, ia akan dimasuki rasa ini. “Bahwa akulah orang yang paling berilmu. Bahwa akulah orang yang paling dekat di sisi ALLAH. Tidak ada orang yang lebih alim dariku.” Begitu kira-kira godaan yang ada di dalam hatinya.

Akibatnya, ia akan menyepelekan orang lain, mengaggap orang lain lebih bodoh dan rendah, serta enggan menolak apa yang datang dari orang lain, walau itu suatu yang benar. Ia mengaggap bahwa ia adalah segala-galanya, yang lebih mengetahui dan memahami setiap sesuatu dibanding lainnya.

Pada tahap yang lebih berbahaya adalah penolakan orang berilmu pada keberadaan ALLAH dan kenyataan akan kebesaran-Nya. Ia tiada segan untuk menafikan ALLAH dalam kehidupannya. Ia hanya mengagungkan ilmunya. Ia lupa kepada Sang Pemberi ilmu, Sang Maha Tahu. “Kemudian apabila Kami berikan kepadanya nikmat dari Kami, ia berkata, ‘Sesungguhnya aku diberi nikmat ini hanya karena kepintaranku.’ Sebenarnya itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS. Al-Zumar 49). Na’udzubillah. Padahal, apa yang diketahui oleh manusia hanyalah setetes dari luasnya samudera pengetahuan ALLAH.

Sejatinya, ilmu adalah perantara yang mengantarkan kita semua pada kedekatan kepada-Nya. Itu pula yang diisyaratkan oleh al-Qur'an. Karena tujuan sejati dalam pencarian ilmu adalah pendekatan kepada-Nya. Orang yang berilmu adalah orang yang paling bertakwa. Dan barang siapa yang bertakwa maka ALLAH akan lebih mencurahkan ilmu-Nya. (QS. Al-Baqarah: 282). Bukan harta, kehormatan, maupun kesombongan yang diharapkan dari orang-orang yang berilmu.

Maka, marilah kita menjadi padi, semakin berisi ia akan semakin merunduk. Semakin berilmu sudah semestinya membawa kita pada ketundukan kepada ALLAH, serta membawa kita pada kesadaran pada kita tidak ada apa-apanya dibanding kekuasaan ALLAH. Ilmu kita tidak ada bandingannnya dengan ilmu ALLAH, bahkan seujung kuku pun.

Ya ALLAH, Rabbi zidni ilman nafi'an warzuqni fahman..

Monday, February 22, 2010

Yang Manakah ANDA?!


Siapakah orang yang sibuk ?
Orang yang sibuk adalah orang yang tidak mengambil pusing akan waktu shalatnya seolah-olah ia mempunyai kerajaan seperti kerajaan Nabi Sulaiman a.s.

Siapakah orang yang manis senyumannya?
Orang yang mempunyai senyuman yang manis adalah orang yang di timpa musibah lalu dia kata "Inna lillahi wainna illaihi rajiuun." Lalu sambil berkata, "Ya Rabbi Aku ridha dengan ketentuanMu ini", sambil mengukir senyuman.

Siapakah orang yang kaya?
Orang yang kaya adalah orang yang bersyukur dengan apa yang ada dan Tidak lupa akan kenikmatan dunia yang sementara ini.

Siapakah orang yang miskin?
Orang yang miskin adalah orang tidak puas dengan nikmat yang ada senantiasa menumpuk-numpukkan harta.

Siapakah orang yang rugi?
Orang yang rugi adalah orang yang sudah sampai usia pertengahan namun masih berat untuk melakukan ibadat dan amal-amal kebaikan.

Siapakah orang yang paling cantik?
Orang yang paling cantik adalah orang yang mempunyai akhlak yang baik.

Siapakah orang yang mempunyai rumah yang paling luas?
Orang yang mempunyai rumah yang paling luas adalah orang yang mati membawa amal amal kebaikan di mana kuburnya akan di perluaskan kemana mata memandang.

Siapakah orang yang mempunyai rumah yang sempit lagi menghimpit?
Orang yang mempunyai rumah yang sempit adalah orang yang mati tidak membawa amal-amal kebaikan lalu kuburnya menghimpitnya.

Siapakah orang yang mempunyai akal?
Orang yang mempunyai akal adalah orang-orang yang menghuni surga kelak karena telah mengunakan akal sewaktu di dunia untuk menghindari siksa neraka.

Siapakah orang yg bijak?
Orang yg bijak ialah org yg tidak membiarkan atau membuang tulisan ini begitu saja, malah dia akan menyampaikan pula pada org lain untuk dimanfaatkan dan mengambil contoh sebagai sandaran dan pedoman kehidupan sehari-hari.

*Nasihat Malaikat Jibril Kepada Nabi Muhammad SAW untuk Kita Umatnya *








Hiduplah sesukamu
Tapi sesungguhnya engkau pasti akan mati

Berbuatlah Sesukamu
Sesungguhnya engkau pasti dibalas menurut perbuatanmu itu

Cintailah Siapa saja yang engkau kehendaki
Tapi sesungguhnya engkau pasti berpisah dengannya

Kemuliaan seorang mukmin itu karena sholat malamnya (Qiyamul lail)
Dan kebesarannya ialah tidak butuhnya (Zuhud) kepada sesama manusia

*Doa Robithoh

” Ya Allah, Engkau tahu bahwa hati-hati ini telah berhimpun dalam kecintaan kepada-Mu,
Telah berjumpa dalam mentaati-Mu, telah bersatu dalam dakwah kepada-Mu, telah terjalin dalam membela syariat-Mu.
*Maka teguhkanlah, Ya Allah, ikatannya; kekalkanlah kasih sayangnya;
Tunjukilah jalan-jalannya; penuhilah hati itu dengan cahaya-Mu yang tidak pernah sirna; lapangkanlah dadanya dengan limpahan iman kepada-Mu dan,
Indahnya kepasrahan kepada- Mu; hidupkanlah ia dengan bermakrifah kepada-Mu; dan matikanlah ia diatas kesyahidan di jalan-Mu. Sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik
Pelindung dan sebaik-baik penolong. Ya Allah, kabulkanlah. Dan curahkanlah sholawat, kesejahteraan dan kedamaian kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam,
Serta kepada keluarga dan para sahabat beliau”.