Monday, March 29, 2010

Ketika Pantai Bercerita


Ada 2 perompak kapal sdang asik mlihat matahai tenggelam di tepian pantai, tiba-tiba mreka mnemukan ibu yg blanjut usia sdg mngais-ais nasi di butirn pasir.
Sang ibu ditanya olh peropak: "mngapa ibu di sini?"
"sy sdg mnunggu ank saya u/ mnemput kembali ke sini, ia janji akan sgra menjemputku, pdhl matahari sdh mlai tnggelam, tp ia blm dtg?"jawab sang ibu.
"apakah ibu mempunyai no telponnya, agar bisa kami mnghubunginya?" tanya perombak kapal.
"anakku memberikan kertas ini padaku, siapa tahu ada no tlpnya di kertas ini".
Sang perombak kapalpun mbukanya"bagi siapa yg mnemukan ibu tua ini slahkan kirimkan dia ke panti jompo"

Tersentaklah hati sang perompak. Akhirnya mrka merayu sang ibu untuk ikut bersama mrka saja, namun sang ibu menolaknya, karna ia yakin bahwa sang anak pasti akan menjemputnya kembali.

Ibu tua itu berlari meninggalakan kedua perompak itu, karna ibu tdk mau ikut bersama para perompak itu..
Tak lama kemudian terdengarlah bunyi sirine ambulan dan mobil polisi.
Ada rasa heran kepada kerumunan orang yang berada di sebrang jalan itu, akhirnya kedua perompak menghampiri kerumunan itu, dan berdesakkan untuk bisa melihat apa yang sedang terjadi..

.......

ternyata ada mayat yang sudah terbujur kaku.. itulah mayat sang ibu tua yang tadi bersama mereka.
Salah satu perompak kapal menanyakan ke saksi mata yang melihat: "maaf pak, apa penyebab kematian sang ibu ini?"
" ibu tua ini tadi sempat tinggi tekanan darahnya karena CEMAS MEMIKIRKAN ANAKNYA yang tak kunjung untuk menjemputnya di pantai ini. Ibu ini sangat khawatir takut terjadi seuatu dengan anaknya di jalan, shngga blm menjmputnya" jawab si bapak

"Sungguh ibu yang bhati mulia, tak sadarkah ia sedang dibuang oleh buah hatinya?" guman hati sang perompak.

Kisah yang memilukan.. Entahlah harus dicap apalagi sang anak tersebut selain gelar anak durhaka.
Padahal sang ibu tlah gratis meminjamkan rahimnya untuk kita tumbuh menjadi janin. Ibu yang tlah rela memptaruhkan nyawanya u/ anaknnya lahir. Ibu harus terjaga ktka hrs mnyusui anaknya di tngah malam.. Hanya ibu yang sangupi dgn sabar mendidik kitadgn ilmu & ksh syg pnh cinta hngga menjadi manusia y sukses.. Tak sadarkah bhwa ibupun ktka makan jg harus mencebokki anaknnya balitanya yg sdg buang air besar? dan hampir kotoran kita termakan olh bliau.

Namun tak jarang ketika kita tubuh menjadi sukses, kaya, memikiki istri yg cantik, malah melupakan bahkan menendang orang tua kita sndiri,mencaci maki dgn sesukanya, ataupun malu untuk mengakui orang tua kita yg sudh tak berharta lagi...

Sehabis mdngarkan ksh ini jujur mata gw sesegukkan, n berlari ke kamar bunda... (klo kisah ini mah off side).
Pesan bundaku: yakinlah nak, bhwa ilmu dan pengajaran agama yg tlah mama tanamkan padamu takkan sanggup membuatmu sprti itu, jgn bfikir tlalu jauh krn kisah ini hnya sbutir plajarkan berarti. Cukuplah kamu blabla... (rahsia)"

ayo yg msh punya bunda... Sgra hmpiri beliau, lalu rasakan dekapannya yg nyata dan ada ion psitif kasih sayang yg akan beliau beri u/mu sbgai energi penyemangat..
Kehidupan yang sukses bukanlah sglanya, namun bagaimana kita tdk melupakan orang-orang yg tlh dgn setia menemani kita menuju tangga tsebut. Jangan seperti orang jepang yg suka mebuang ortunya ke panti jompo karna mrsa sibuk dgn pkerjaannya. Cobalah luangkan waktu u/ ayah bunda trcinta, bersnda guraulah dgn mrka mk kan kau rasakan hangatnya suhu cinta yg tercipta di sekeliling kita..


Allah memerintahkan dalam Al-Qur’an agar berbakti kpd kedua orang tua. Mengenai wajib seorang anak berbakti kpd orang tua, Allah berfirman di dalam surat di bawah ini ya..

"Dan Rabb-mu telah memerintahkan kpd manusia janganlah ia beribadah melainkan ha kpdNya dan hendaklah beruntuk baik kpd kedua orang tua dgn sebaik-baiknya. Dan jika salah satu dari kedua atau kedua-dua telah berusia lanjut disisimu maka janganlah katakan kpd kedua ‘ah’ dan janganlah kamu membentak keduanya” [Al-Isra : 23]

“Dan katakanlah kpd kedua perkataan yg mulia dan rendahkanlah dirimu terhadap kedua dgn penuh kasih sayg. Dan katakanlah, “Wahai Rabb-ku saygilah kedua sebagaimana kedua menyaygiku di waktu kecil” [Al-Isra : 24]

"Kami perintahkan kpd manusia supaya beruntuk baik kpd dua orang ibu bapaknya, ibu mengandung dgn susah payah, dan melahirkan dgn susah payah (pula). Mengandung sampai menyapih ialah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umur sampai empat puluh tahun, ia berdo’a “Ya Rabb-ku, tunjukilah aku untuk menysukuri nikmat Engkau yg telah Engkau berikan kpdku dan kpd kedua orang tuaku dan supaya aku dpt beruntuk amal yg shalih yg Engkau ridlai, berilah kebaikan kpdku dgn (memberi kebaikan) kpd anak cucuku. Sesungguh aku bertaubat kpd Engkau dan sesungguh aku termasuk orang-orang yg berserah diri” [Al-Ahqaaf : 15]

“Mereka berkata kpdmu (Muhammad) tentang apa yg mereka infakkan. Jawablah, “Harta yg kamu nafkahkan hendaklah diberikan kpd ibu bapakmu, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yg sedang dalam perjalanan. Dan apa saja kebajikan yg kamu peruntuk sesungguh Allah Maha Mengetahui” [Al-Baqarah : 215]

Sebenarnya msh banyak lagi surah al qur'an yg mnjd landasan kita u/ bsikap ke kdua orang tua.. Silahkan dibuks-buka n dibaca isi kandungan di stiap ayatnya^^ Smg kita smua kelak tdk spri fulan itu.amin.

Tuesday, March 23, 2010

RAJA DENGAN MATA CACAT SEBELAH

Alkisah hidup seorang raja yang memiliki mata cacat sebelah.
Mata kanannya tertusuk pedang saat ia sedang memimpin sebuah peperangan.
Suatu hari ia ingin memiliki sebuah lukisan potret dirinya untuk dipasang pada ruang jamuan para tamu-tamu raja.
Untuk mewujudkan keinginan nya itu, raja mengundang para pelukis dari seantero negeri.
Dalam waktu sekejap maka berdatanganlah para pelukis-pelukis hebat yang siap mewujudkan keinginan sang raja.
Namun apa yang terjadi setelah mereka melihat kondisi fisik sang raja..??
Mereka semua mundur dari sayembara, mereka tidak sanggup untuk melukis sang raja, kecuali 3 orang pelukis yang bertahan untuk tetap melukis wajah sang raja.

Kesempatan pertama diberikan sang raja untuk pelukis pertama.
Dengan sangat serius sang pelukis membuat karyanya menjadi sebuah karya terbaik.
Wajah sang raja menjadi sangat tampan dalam lukisan nya.
Tetapi, apa yang terjadi..?? Sang raja marah, karena sang pelukis membuat lukisan wajah sang raja dengan mata yang tidak cacat.
Sang pelukis mengubah kondisi yang sebenarnya, sang raja merasa ditipu, ”Ini bukan wajah saya yang sebenarnya, ini wajah orang lain” bentak sang raja.
”Hukum dia karena menipu saya..!!”.

Kemudian kesempatan kedua diberikan kepada pelukis kedua.
Karena takut maka sang pelukis membuat lukisan sesuai dengan aslinya, cacat mata sang raja tampak sangat jelas terlihat sehingga membuat sang raja demikian gusarnya.
”Hukum pelukis ini, dia telah menghinaku di depan rakyatku..!!”.

Akhirnya sampailah giliran bagi pelukis ketiga untuk menunjukkan bakatnya.
Sang pelukis ketiga mulai melukis wajah sang raja, secara perlahan terlihat senyum di wajah sang raja, ia sangat puas dengan lukisan pelukis ketiga.
”Berikan hadiah-hadiah emas dan baju-baju mewah untuk pelukis ini, lukisannya telah membuatku bangga dan tidak merasa tertipu..!!”.

Anda tahu apa yang dilukis oleh pelukis ketiga..?? Ia melukis wajah sang raja dari sisi sebelah kiri dengan sangat baik. Mata kanan sang raja yang cacat tidak terlihat, yang terlihat hanyalah mata kiri sang raja yang normal sehingga membuat wajah sang raja demikian terlihat tampan.

Apa yang dapat kita ambil dari kisah menarik ini..??
Belajar untuk berpikir keluar dari kotak ( Think Out Of Box ).
Jangan pernah terpaku pada permasalahan secara fisically, tapi lihatlah substansi permasalahan yang ada.
Kemudian biarkan fikiran anda untuk surfing mencari solusi dari permasalahan itu kemanapun ia mengarah.
Ikutilah aliran fikiran anda kemana pun, biarkan ia rileks untuk menemukan jawaban permasalahannya.

Percaya pada diri anda sendiri, yakinkan bahwa setiap masalah adalah sebuah pintu menuju tempat yang lebih baik, bahwa masalah adalah jalan menuju kehidupan yang lebih indah, dan bahwa masalah adalah tangga menuju ke tingkat yang lebih tinggi.

Setiap orang besar selalu dibesarkan oleh masalah, didewasakan oleh masalah dan dibijaksanakan oleh masalah.

Pada dasarnya, kita adalah seorang Problem Solver yang handal.
Bahkan sejak sebelum kita terbentuk menjadi sebuah janin, saat sel spermatozoa dihadapkan pada permasalahan- permasalahan untuk menuju sel telur.
Dengan gagah berani ia hadapi semua permasalahan itu, ia jalani dengan penuh semangat perjuangannya menuju sel telur.

Dan saat semua permasalahan telah diselesaikannya maka siapakah dia..?? Itulah diri kita. Lalu pantaskah kita lemah menghadapi masalah..??
Lalu pantaskah kita sedih menghadapi masalah..??
Lalu pantaskah kita goyah menghadapi masalah..??
Ingatlah bahwa kita diciptakan sebagai ”Problem Solver Sejati”..!!

Jangan pernah berkata : ”Tuhan, saya memiliki masalah yang sangat besar..!!”.
Tapi katakanlah : ”Wahai masalah… ketahuilah bahwa saya memiliki Tuhan Yang Maha Besar..!!!”.

Sunday, March 14, 2010

Allah pun "Cemburu"

-->
Di Sisi Lain, Allah "Cembuu" pada hati Manusia. Apa Artinya?? Allah mencintai kalau hati sesorang hamba terkait denganNya sendirian ketika ia sedang dalam kondisi taat. tetapi kadang hamba itu tersibukkan oleh urusan dunianya, maka Alloh mengambil dunianya tersebut, agar ia hanya tersibukkan oleh Allah saja, dan bertawakal padaNya.
Lihatlah Ibrahim saat tertarik pada Ismail, Allah mengambil Ismail dari tangannya. dia memerintahkan padanya untuk menyembelih Ismail. Ketika ia meletakkan pisau di leher Ismail, yang ada di hatinya hanyalah kecintaan kepada Allah.
Lihatlah ketika Yaqub sangat tertarik kepada Yusuf, sehingga kecintaan terhadap yusuf memenuhi semua hidup dan hatinya. maka Allah mengambil Ysuf selama dua puluh tahun, sehingga hatinya kembali dipenuhi kecintaan pada Allah. setelah itu, Dia pun mengembalikan Yusuf padanya.

"Tidak ada yg melebihi kecemburuan Allah, karena itu Dia melarang perbuatan-perbuatan keji, baik yg jelas maupun yg tersembunyi." (HR.Bukhari)


Friday, March 12, 2010

Meminang Bidadari

“Menikah ?”


“Ya..”

“Tentu”, jawab Ayesha tanpa ragu.

“Pertimbangkan dulu. Jangan cepat ambil keputusan.” Bibinya berkata benar. Ayesha sedikit tersipu, tangannya membenahi abaya yang dipakainya dengan rikuh.

“Dengan siapa, Ammah ?”

Wajah lembut itu tiba-tiba mengeras. Kedua matanya mendadak meyembung. Mungkin karena air mata yang siap turun, entah kenapa. Luapan bahagiakah, karena keponakannya yang diurus sejak kecil ini akhirnya ada yang meminang ? Ayesha menunggu jawaban dari ammahnya. Tapi beberapa kejap hanya dilalui gelombang senyap.

“Ammah….dengan siapa ?”

Pandangan tajam wanita berumur itu menembus bola mata Ayesha. Seperti menimbang-nimbang kesiapan keponakan yang dicintainya itu, menikah. Ayesha membalas pandang, lebih karena ia tak mengerti kenapa pernikahan, kalau memang itu yang akan terjadi padanya, tak disambut ammah dengan riang, seperti pernikahan pada umumnya.

“Dengan Ayyash !”

Ayyash ?

Ammah mengangguk. Wajahnya pucat, namun terkesan lega. Biarlah…..biarlah Ayesha yang memutuskan….ini hidupnya.

Suara hati wanita itu bicara.

Di depannya tubuh Ayesha seperti kaku. Seolah tak percaya. Senang, tapi juga tahu apa yang akan dihadapinya. Berita itu mungkin benar. Yang jadi pertanyaan, siapakah dia ? “Kau pikirkan dulu, ya ? Ia memberi waktu sampai tiga hari. Katanya lebih cepat lebih baik.” Ayesha masih tak bergerak. Pandangannya menembus jendela, meyisiri rumah- rumah di lingkungannya, dan debu tebal yang terembus di jalan.


Pernikahan….sungguh penantian semua gadis. Dengan Ayyash pula, siapa yang keberatan ? Tapi semua pun tahu, apa arti sebuah pernikahan di Palestina. Tantangan, perjuangan lain yang membutuhkan kesiapan lebih besar. Terutama bagi setiap gadis, yang menikahi pemuda pejuang macam Ayyash!



***



Dulu sekali, sewaktu kecil, ia tak memungkiri, kerap memperhatikan Ayyash dan teman-temannya dari balik kerudung yang biasa ditutupkan ke wajah, jika mereka kebetulan berpapasan. Mereka bertetangga. Begitulah Ayesha mengenal Ayyash, dan melihat bocah lelaki yang usianya lebih tua lima tahun darinya, tumbuh dewasa.

Ayah Ayyash salah satu pemegang pimpinan tertinggi di Hamas, sebelum tewas dalam aksi penyerangan markas tentara Israel. Ibunya, memimpin para wanita Palestina dalam berbagai kesempatan, mencegat, dan mengacaukan barisan tentara Yahudi, yang sedang melakukan pengejaran atas pejuang intifadah.


Mereka biasa muncul tiba-tiba dari balik tikungan yang sepi, atau memadat di pasar-pasar, dan menyulitkan pasukan Israel yang mencari penyusup. Bukan tanpa resiko, karena semua pun tahu, para tentara itu tak menaruh kasihan pada perempuan, atau anak-anak. Para perempuan yang bergabung, menyadari betul apa yang mereka hadapi. terkena tamparan atau tendangan, bahkan popor senapan, hingga tubuh mengucurkan darah, bahkan terlepas nyawa, adalah taruhannya.


Ayesha sejak lima tahun yang lalu, tak pernah meninggalkan satu kalipun aksi yang diadakan. Ia iri dengan para lelaki yang mendapat kesempatan lebih memegang senjata. Itu sebabnya gadis berkulit putih kemerahan itu, tak ingin kehilangan kesempatan jihadnya, sejak usia belia.


Tiga tahun lalu, ketika ibunda Ayyash syahid, dalam satu aksinya, setelah sebuah peluru mendarat di dahinya, mereka semua datang, juga Ayesha, untuk menyalatkan wanita pejuang itu. Pedihnya kehilangan ummi, Ayesha menyadari perasaan berduka yang bagaimanapun memang manusiawi. Begitu kagumnya ia melihat ketegaran Ayyash, mengatur semua prosesi, hingga tanah menutup dan memisahkannya dari ibunda tercinta. Tak ada sedu sedan, tak ada air mata. Hanya doa yang terucap tak putus. begitulah Ayyash menghadapi kehilangan abi, saudara-saudara lelakinya, adik perempuannya yang paling kecil, lalu terakhir ummi yang dikasihi. Begitu pula yang dipahami Ayesha, cara pejuang menghadapi kematian keluarga yang mereka cintai.



Dan kini, Ayesha dua puluh dua tahun. masih menyimpan pendar kekaguman dan simpati yang sama bagi Ayyash. Bocah lelaki bermata besar itu sudah menjelma menjadi lelaki gagah, dengan kulit merah kecoklatan, hidung bangir, dan mata setajam elang. Semangat perjuangan dan ketabahan lelaki itu sungguh luar biasa. Sewaktu kedua abangnya melakukan aksi bom bunuh diri, meledakkan gudang logistik Israel, ia hanya mengucapkan innalillahi, sebelum bangkit dan menggemakan Allahu Akbar, saat memasuki rumah, dan mengabarkan berita itu pada umminya.



Lalu ketika Fatimah, adiknya yang berpapasan dengan tentara, diperkosa, dan dibunuh sebelum dilemparkan ke jalan dengan tubuh tercabik-cabik. Ayyash masih setabah sebelumnya. Padahal siapapun tahu, cintanya pada Fatimah, bungsu di keluarga mereka.



Ayesha tak mengerti terbuat dari apa hati lelaki itu. Setelah semua kehilangan, tak ada dendam yang lalu membuatnya membabi buta atau meluapkan amarah dengan makian kotor. Ayyash menerima semua itu dengan keikhlasan luar biasa. Hanya matanya yang sesekali masih berkilat, saat ada yang menyebut nama adiknya. Di luar itu, hanya keshalihan, dan ketaatannya pada koordinasi gerak Hamas, yang kian bertambah. Begitu, dari hari ke hari.



***



Mereka berhadapan. Pertama kali dalam hidupnya ia bisa bebas menatap wajah lelaki itu dari jarak dekat. Ayyash yang tenang. Hanya bibirnya yang menyunggingkan senyum lebih sering, sejak ijab kabul diucapkan, meresmikan keberadaan keduanya.



Ayyash yang tenang dan hati Ayesha yang bergemuruh. Bukan saja karena kebahagiaan yang meluap-luap, tapi oleh sesuatu yang lain. Sebetulnya hal itu ingin disampaikannya pada lelaki yang kini telah menjadi suaminya.



Namun saat terbayang apa yang telah dihadapi Ayyash, dan senyum yang dilihatnya pertama kali begitu cerah. Batin Ayesha urung. Biarlah….nanti-nanti saja, atau tidak sama sekali, pikirnya. Ia tak mau ada yang merisaukan hati lelaki itu, terlebih karena waktu yang mereka miliki tak banyak. Bahkan sebentar sekali. Dua hari lalu, Ayyash sendiri yang meyampaikan kebenaran berita itu, niatan lelaki berusia dua puluh tujuh tahun, yang sudah selama dua pekan ini dibicarakan dari mulut ke mulut.

“Ayyash mencari istri ?”

“Ia akan menikah secepatnya, akhirnya “

“Tapi siapa yang akan menerima pernikahan berusia sehari semalam ?” Percakapan gadis-gadis di lingkungan mereka. Awalnya Ayesha tak mengerti.

“Kenapa sehari semalam ?”, tanyanya pada ammahnya.

“Sebab, lelaki itu sudah menentukan hari kematiannya, Ayesha. Kini tinggal sepekan lagi. Waktunya hampir habis.” Ayesha ingat ia tiba-tiba menggigit bibir menahan sesak yang tiba-tiba melanda. Ayyash pasti sudah menyanggupi melakukan aksi bom bunuh diri, seperti dua saudaranya dahulu. Cuma itu alasan yang bisa diterima, kenapa pejuang yang selama ini terkesan tak peduli dan tak pernah memikirkan untuk menikah, tiba-tiba seolah tak sabar untuk segera menikah. “Saya ingin menghadap Allah, yang telah memberi begitu banyak kemuliaan pada diri dan keluarga saya, dalam keadaan sudah menyempurnakan separuh agama. Kalimat panjang lelaki itu, wajahnya yang menunduk, dan rahangnya yang terkatup rapat. Menunggu jawaban darinya. Ayesha merekam semua itu dalam ingatannya. Dua hari lalu, saat khitbah dilangsungkan. “Ya….”jawabannya memecah kesunyian. Ammah serta merta memeluknya dengan wajah berurai air mata. Bahagia berbaur kesedihan atas keputusan Ayesha. Membayangkan keponakannya yang selalu dibanggakan karena semangatnya yang tak pernah turun, akan menjalani pernikahan. Yang malangnya, bahkan lebih pendek dari umur jagung.



Berganti-ganti Ayesha melihat wajah ammah yang basah air mata, lalu senyum dari bibir Ayyash yang tak henti melantunkan hamdalah. Di depan Ayesha, Ayyash tampak begitu bahagia, karena tiga hari, sebelum tugas itu dilaksanakan, ia berhasil menemukan pengantinnya. Seorang bidadari dalam perjuangan yang ia hormati, dan kagumi kekuatan mental maupun fisiknya. Ya, Ayesha. Mereka masih bertatapan. Saling menyunggingkan senyum. Ayesha yang



Wajahnya masih sering bersemu dadu, tampak sangat cantik di mata Ayyash. Pengantinnya, bidadarinya…..kata-kata itu diulangnya berkali-kali dalam hati. Namun betapapun cantiknya Ayesha, Ayyash tak hendak melanggar janji yang ditekadkan jauh dalam sanubarinya. “Ayesha…..saya tak menginginkanmu, bukan karena saya tak menghormatimu.” Senyum Ayesha surut. Matanya yang gemintang menatap Ayyas tak berkedip, menunggu kelanjutan kalimat lelaki itu. Ini malam pertama mereka, dan setelah ini, tak akan ada malam-malam lain. Besok selepas waktu dhuha, lelaki itu akan menemukan penggal akhir hidupnya, menemui kekasih sejati. Allah Rabbul Izzati. Tak layakkah Ayesha memberikan yang terbaik baginya ?

Bagi ia yang akan menjelang syahid ? Pendar di mata Ayesha luluh. Ayyash mendongakkan dagunya, tangannya yang lain menggenggam jari-jari panjang Ayesha, seakan mengerti isi hati

istrinya.



“Saya mencintaimu, Ayesha. Dan saya meridhai semua yang telah dan akan Ayesha lakukan selama kebersamaan ini dan setelah saya pergi. Saya percaya dan berdoa, Allah akan memberimu seorang suami yang lebih baik, selepas kepergian saya.” Ayesha tersenyum. Menyembunyikan hatinya yang masih gemuruh. Seandainya ia bisa menceritakannya pada Ayyash. Tapi ia tak sanggup. “Tak apa. Saya mengerti.” Cuma itu yang bisa dikatakannya pada Ayyash. Suasana sekitar hening. Langit tanpa bulan tak mempengaruhi kebahagiaan di hati Ayyash. Bulan, baginya, malam ini telah menjelma pada kerelaan dan keikhlasan istrinya.



“Saya ingin, Ayesha bisa mendapatkan yang terbaik.” Lelaki itu melanjutkan kalimatnya. “Dan karenanya saya merasa wajib menjaga kehormatanmu. Kita bicara saja, ya ? Ceritakan sesuatu yang saya tak tahu, Ayesha.” Ayesha menatap mata Ayyash, lagi. Disana ia bisa melihat kegarangan dan keteduhan melebur satu. Sambil ia berpikir keras apa yang bisa ia ceritakan pada lelaki itu ? Tak lama dari bibir wanita itu meluncur cerita-cerita lucu tentang masa kecil mereka. Canda teman-teman mainnya, dan kegugupannya saat pertama berhadapan dengan Ayyash. Juga jari-jari tangannya yang berkeringat saat ia mencium tangan Ayyash pertama kali.

Betapa ia hampir terjatuh karena kram, akibat duduk terlalu lama, ketika mencoba bangun menyambut orang-orang yang datang menyalami mereka tadi pagi. Di antara senyum dan derai tawa suaminya, Ayesha masih berpikir tentang lelaki yang duduk di hadapannya. Sungguh, ia ingin membahagiakan Ayyash, dengan cara apapun. Melihat kebahagiaan yang terpancar di wajah Ayyash, membuat Ayesha tak habis pikir. Kenapa kebahagiaan orang lain, bisa membuatnya begitu bahagia ? Tapi inilah kebahagiaan itu, bisiknya sesaat setelah mereka menyelesaikan sholat malam dan tilawah bersama. Kali pertama dan terakhir. Kebahagiaan bukan pada umurnya, tapi pada esensi kata bahagia. Dan Ayesha belum pernah sebahagia itu sebelumnya.



Mereka masih belum bosan menatap satu sama lain, dan berpegangan tangan. Saat ia merebahkan diri di dada Ayash setelah sholat subuh, lelaki itu tak menolak.



“Biarkan saya berbakti padamu, Ayyash”



Ia ingat Ayyash menundukkan wajah dalam, seperti berpikir keras, sebelum kemudian mengangguk dan menerimanya. Beberapa jam lagi, Ayesha menghitung dalam hati. Kedua matanya memandangi wajah Ayyash yang pulas di depannya. Tinggal beberapa jam lagi, dan mereka akan tinggal kenangan. Dirinya dalam kenangan Ayyash, Ayyash dalam kenangan orang-orang sekitarnya. Ketika fajar mulai menampakkan diri, Ayesha yang telah rapi, kembali menatap Ayyash yang tertidur pulas, mencium kening dan tangan lelaki itu, sebelum meninggalkan rumah dengan langkah pelan.



***



Ia terbangun oleh gedoran di pintu. Pukul setengah tujuh pagi. Kerumunan di depan rumahnya. pagi pertama pernikahan mereka. Ada apa ? “Ayyash….istrimu, Ayesha.” Ada titik air meruah di wajah ammah Ayesha. Lalu suara-suara gemang berdengung. Saling meningkahi, semua seperti tak sabar menyampaikan berita itu padanya.



“Setengah jam yang lalu, Ayyash. Ledakan…Ayesha yang melakukannya…”

“Gudang peluru itu. Bunyi…bagaimana kau bisa tak mendengar ?”

Ayyash merasa tubuhnya mengejang. Istrinya…..Ayesha mendahuluinya ? Kepalan tangannya mengeras. Mengenang semua keceriaan dan kejenakaannya, serta upaya Ayesha membahagiakannya semalam. Jadi….Masya Allah !



Istrinya kini….benar-benar bidadari.

Pikiran itu menghapuskan rasa sedih yang sesaat tadi mencoba menguasai hatinya. meski senyum kehilangan belum lepas dari wajah lelaki itu, sewaktu ia undur diri, dari kerumunan di depan rumah.

Keramaian yang sama masih menantinya dengan sabar, ketika tak lama kemudian lelaki itu berkemas, lalu dengan ketenangan yang tak terusik, melangkahkan kakinya meninggalkan rumah.

Waktunya tinggal sebentar. Tentara Israel pasti akan melakukan patroli kemari, sesegera mungkin, setelah apa yang dilakukan Ayesha. Ia harus segera pergi. Ayyash mempercepat langkahnya. teman-temannya sudah menunggu di dalam jip terbuka yang membawa mereka berempat.

Sepanjang jalan, tak ada kata-kata. semua melarutkan diri dalam zikir dan memutihkan niatan. Opearsi hari ini rencananya akan menghancurkan salah satu pusat militer Israel di daerah perbatasan. Memimpin paling depan, langkah Ayyash sedikitpun tak digelayuti keraguan, saat diam-diam mereka menyusup. Allah memberinya bidadari, dan tak lama lagi, ia akan menyusulnya.

Pikiran bahagianya bicara. Ayyash tersenyum, mengaktifkan alat peledak yang meliliti badannya. Ini, untuk perjuangan…

Dan bumi yang terharu atas perjuangan anak-anaknya, pun meneteskan air mata.

Hujan pertama pagi itu, untuk Ayyash dan Ayesha.



Asma Nadia, Sabili No. 01 Th X Juli 2002.

Pesan Ali Bin Abi Thalib

Dua Hal yg Paling aku takuti atas Kalian: angan-angan yg panjang dan mengikuti hawa nafsu.

Angan-angan yg panjang dapat melalaikan akhirat, sedang mengikuti hawa nafsu dpt menghalangimu dari kebenaran.

Ingatlah Sesungguhnya Dunia ini akan ditinggalkan dan akan datang Penggantinya.

Masing-masing diantara dunia & Akhirat memiliki anak. Jadilah kalian anak-anak akhirat dan Jangan menjadi anak-anak Dunia. Karena hari ini ada amal tetapi tidak ada Hisab, Sedangkan hari esok ada hisab tetapi tidak ada lagi amal. (Ali Bin Abi thalib)

Saturday, March 6, 2010

Segala yang terjadi tak Lepas dari TakdirNya

“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” [At-Taghaabun: 11]

"Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang TELAH DITETAPKAN oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal." (At-Taubah: 51)

"Demi Allah, sesungguhnya seorang dari kalian atau seseorang beramal dengan amalan ahli neraka, sehingga jarak antara dirinya dengan neraka hanya sedepa atau sehasta lagi, tetapi telah berlaku ketetapan sebelumnya atasnya, lalu dia beramal dengan amalan ahli surga, sehingga dia pun masuk ke dalam surga. Dan seseorang benar-benar beramal dengan amalan ahli surga sehingga jarak antara dirinya dengan surga hanya sehasta atau dua hasta lagi, tetapi TELAH BERLAKU KETETAPAN ATASNYA, lalu dia beramal dengan amalan ahli neraka, sehingga dia pun MASUK NERAKA." [HR. Bukhari (no. 6594)]

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
"Barang siapa yang memenuhi hatinya dengan ridha kepada takdir, maka Allah memenuhi dadanya dengan kecukupan, rasa aman dan qana'ah, serta mengosongkan hatinya untuk mencintai-Nya, kembali dan bertawakkal kepada-Nya.
Barang siapa yang tidak memiliki keridhaan, maka Allah akan memenuhi hatinya dengan hal yang sebaliknya, dan lalai terhadap perkara yang di dalamnya terdapat kebahagiaan dan keberuntungannya.

Senandung Asa

kutanyakan pada malam adakah rahasia dalam dadamu, wahai yang menyembunyikan rahasia dan kabar?
Dia menjawab, ya takkan Aku bocorkan rahasia kecuali kepada mereka yang datang kepada-Ku menjelang fajar.
Betapa banyak kau mengeluh dan berkata tidak punya apa-apa,
padahal bumi, langit dan bintang tercipta untukmu.
Kicau burung bernyanyi riang menemanimu memujiNya, hembusan angin menyapa dedaunan menggetarkan hatimu mengingatNya, dan air di sekitarmu memancar berdecak mengalir dalam jasadmu ketika kau minum.
Dunia ceria kepadamu lalu kenapa kau cemberut.
Hatiku tersenyum menatapmu, tapi kenapa engkau tidak tersenyum?
atau kau murung karena kau anggap apa-apa yang menimpamu adalah musibah, 
tapi tak mungkin kau mencegah datangnya musibah.
Syukurilah segala nikmat, karena segala yang menimpa adalah KaruniaNya.
Lihatlah...! masih ada langit cerah untuk kita bersama menatap indahnya masa yang masih tersisa... dalam naungan Doa dan RahmatNya... :)

Sifat Kasih Sayang Rosul


Dalam suatu khutbahnya Rasulullah s.a.w. telah menyeru supaya manusia berbuat baik antara satu sama lain terutama terhadap anak-anak yatim, janda-janda juga terhadap binatang.

Pada suatu ketika Rasulullah melihat seekor kucing yang sedang tidur dengan anak-anaknya di atas jubah yang hendak dipakainya. karena sifat kasih sayangnya, Rasulullah rela menggunting sebagian bagian jubahnya dan yang selebihnya untuk di pakai. Dengan begitu kucing-kucing tersebut tidak terganggu tidurnya.

Suatu ketika yang lain pula ketika Rosululllah sedang berjalan-jalan, tiba-tiba ada seekor unta yg sedang berlari kencang. Orang2 ramai berlarian agar ridak tertabrak oleh Unta tersebut. Tetapi anehnya ketika Unta tersebut berada di depan rasuullah, seketika Unta tersebut diam dan menjadi jinak, lalu Rasul memeluk Unta tersebut. Sesaat kemudia si Pemilik Unta datang mengucapkan terima kasih kepada Rasul.

Rasulullah tahu apa yang menyebabkan unta itu lari dari tuanya. beliau berkata: "Kenapa engkau tidak memberikan makanan yang cukup untuk unta ini? Ia mengadu lapar kepadaku. Kalau engkau dapat menjaganya dengan baik ia tidak akan lari." Orang itu sangat terkejut mendengar kata-kata Rasulullah, dia tidak menyangka bahwa unta itu dapat mengadu kepada Rasulullah dan baginda rosul memahami bahasa binatang itu. Lantas kemudian Si Pemilik Unta mengakui kesalahannya.

Menyayangi binatang merupakan perkara yang memiliki keutamaan yang tinggi. Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
بَيْنَمَا كَلْبٌ يَطِيْفُ بِرَكِيَّةٍ قَدْ كَادَ يَقْتُلُهُ الْعَطَشُ ؛ إِذْ رَأَتْهُ بَغْيٌ مِنْ بَغَايَا بَنِيْ إِسْرَائِيْل فَنَزَعَتْ مُوْقَهَا فَاسْتَقَتْ لَهُ بِهِ فَسَقَتْهُ إِيَّاهُ فَغَفَرَ لَهَا بِهِ
“Tatkala ada seekor anjing yang mengelilingi sebuah sumur, ia hampir-hampir mati karena haus. Tiba-tiba ia dilihat oleh seorang wanita pelacur di antara pelacur-pelacur Bani Israil. Kemudian wanita itu melepaskan selopnya seraya mengambilkan air untuk anjing itu dengan menggunakan selop itu. Ia pun memberi minum kepada anjing itu. Lantaran itu Allah mengampuni dosa wanita itu”. [HR. Al-Bukhary dalam Ash-Shahih (3278) dan Muslim dalam Ash-Shahih (2245). Lihat Ash-Shahihah (30) ]

*FIND THE WAY*

You Give me hope, to realize
the reason why and what am I living for
after so long follow my feet
looking for life that you have given me
as i remember those days the darkness time
when i was not caring were there
now i care to take this way so clear
and i feel so proud to be a moeslem guy..

And now,,, how so great that i feel
living up to the light with You Inside my heart
and I could never be the same
withouth You involve in
on me to try to find the way...

now I believ in any way
that you will always here inside my mind
and i believe you'll always hear
an every beat, the trumbling of my heart

every time i pray for You
and I feel the peaceful of my soul
to obey in every word You say
when the time has come, Let me die in Your way...

and now,,, how so great that i feel
living up to the light with You Inside my heart
and I could never be the same
withouth You involve in
on me to try to find the way...

*EdCOUSTIC

Wednesday, March 3, 2010

Bertawakal Seperti Hati Burung

Dari Abu Hurairoh radiyallahu’anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Akan masuk surga suatu kaum, hati mereka seperti hati burung” (HR. Muslim) maknanya adalah dalam merealisasikan tawakal.



Lantas seperti apa hati burung? Hal ini dijelaskan oleh hadits dari sahabat Umar bin khotob radiyallahu’anhu, bahwasannya beliau mendengar Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Andaikan kalian tawakal kepada Allah dengan sebenarnya, niscaya Allah akan memberi rizki kepada kalian seperti memberi rizki kepada burung. Mereka pergi pagi hari dengan perut kosong dan pulang sore hari dengan perut kenyang” (shahih Tirmidzi, beliau berkata, ‘hadits hasan sohih)

Mengomentari hadits tersebut, Ibnu Rajab rohimahullah berkata di dalam kitabnya Jami’ul ‘ulum wal Hikam, “Hadits ini adalah dasar atau asas di dalam bertawakal, hal terebut juga merupakan diantara sebab yang paling besar dalam memperoleh rizki,” Oleh karena itu, kita tidak pernah mendengar seekor burung pada pagi hari terbentur dengan masalah rizki, lalu dia benturkan kepalanya ke tiang listrik. Itu tidak terjadi pada burung, tapi pada manusia hal tersebut terjadi dan sering kita dengar di berita atau dia media massa.



Di dalam realitanya, merealisasikan hakikat tawakal di dalam hati kita bukan merupakan perkara yang mudah, dia adalah ibadah hati yang sangat agung, dia merupakan sumber kebaikan. Darinya timbul berbagai macam ibadah hati yang lainnya. Bahkan hakikat agama adalah tawakal dan inabah (kembali kepada Allah). Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Hanya kepada Engkaulah kami beribadah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan” (QS. Al-Fatihah : 5) Tawakal adalah isti’anah (minta pertolongan) dan inabah adalah ibadah.


Hilangnya berbagai kebaikan, luputnya kita dari amal yang besar, buruknya ibadah kita – karena tidak hadirnya rasa cinta, harap dan takut – adalah karena masih jauhnya kita dari hakikat tawakal. Bahkan kegelisahan dan ketakutan yang menimpa sebagian kaum muslimin adalah dikarenakan belum hadirnya tawakal di dalam qalbunya.

Berikut ini nukilan kami dari berbagai perkataan ulama tentang definisi dan hakikat tawakal. Mudah-mudah yang sedikit ini–dengan taufik dari Allah- bisa membantu kita merealisasikannya. Amin



Definisi Tawakal

Imam Ibnu Rajab rahimahulloh berkata, “Hakekat tawakal adalah hati benar-benar bergantung kepada Allah dalam rangka memperoleh maslahat (hal-hal yang baik) dan menolak mudhorot (hal-hal yang buruk) dari urusan-urusan dunia dan akherat”

Syekh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Tawakal adalah menyandarkan permasalahan kepada Allah dalam mengupayakan yang dicari dan menolak apa-apa yang tidak disenangi, disertai percaya penuh kepada Allah Ta’ala dan menempuh sebab (sebab adalah upaya dan aktifitas yang dilakukan untuk meraih tujuan) yang diizinkan syari’at.



Bertawakallah Hanya Kepada Allah


Allah Ta’ala memerintahkan hamba-Nya agar bertawakal hanya kepada-Nya dalam banyak ayat. Diantaranya ayat (yang artinya), “Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakal, jika kamu benar-benar orang yang beriman” (Al-Maidah : 23) “Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya” (QS. At-Tholaq : 3)



Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan masuk surga dari umatku tujuh puluh ribu orang tanpa hisab….mereka adalah orang-orang yang tidak minta ruqyah, tidak menyandarkan kesialan kepada burung dan sejenisnya, tidak berobat dengan besi panas dan mereka bertawakal kepada Rabb mereka” (HR. Muslim)



Tawakal kepada Allah adalah syarat sahnya keislaman dan keimanan seseorang. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan bertawakallah kamu hanya kepada Allah, jika kamu benar-benar orang-orang beriman” (Al-Maidah :3) dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan Musa berkata, ‘wahai kaumku ! apabila kamu beriman kepada Allah, maka bertawakallah kalian kepada-Nya jika kamu benar-benar orang muslim (berserah diri)” (QS. Yunus : 84)

Maka tawakal merupakan ibadah yang sangat agung. tawakal adalah murni ibadah hati, oleh karena itu mengesakan Allah Ta’ala dalam tawakal adalah merupakan kewajiban, dan memalingkannya kepada selain Allah merupakan kesyirikan. Wal’iyadzubillah.


“Sungguh kita tidak bisa terlepas dari-Nya sekejap mata pun. Jika kita bersandar kepada diri sendiri, maka kita telah meyerahkan diri kita kepada kelemahan yang rendah dan serba kurang, khilaf dan kesalahan. Dan jika kita bersandar kepada orang lain maka kita telah mempercayakan diri kepada yang sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk mendatangkan bahaya dan manfaat, serta tidak mampu mematikan dan menghidupkan serta membangkitkan dan mengumpulkan kembali”. Itulah nukilan dari perkataan Ibnul Qayim rahimahullah didalam kitabnya alfawaid. wallahu ‘alam. Maka bertawakallah wahai hamba Allah kepada Dzat yang ditangan-Nya segala urusan dan yang memiliki segalanya.



Bertawakal Kepada Selain Allah



Bertawakal kepada selain Allah ada tiga keadaan :

1) Syirik akbar (besar). Yaitu seorang bertawakal kepada selain Allah Ta’ala dalam perkara yang hanya mampu dilakukan oleh Allah Ta’ala tidak selain-Nya. Contoh : seseorang bertawakal kepada makhluk /wali di dalam memperoleh kebaikan atau bertawakal kepada makhluk dengan hatinya Karena ingin mempunyai anak atau pekerjaan, sedang makhluk tersebut tidak mampu memenuhi keinginannya tersebut.



2) Syirik kecil. Yaitu seseorang bertawakal kepada selain Allah dalam perkara dimana Allah Ta’ala memberikan kemampuan kepada makhluk tersebut untuk memenuhinya. Contoh : seorang istri bertawakal kepada suami dalam kebutuhan hariannya. (peringatan: syirik walaupun kecil, pelakunya tetap diancam neraka hingga ia bertaubat)



3) Boleh. Yaitu seseorang bertawakal kepada selain Allah dalam arti mewakilkan urusannya kepada seseorang tanpa disertai penyandaran hati. Contoh : menyerahkan kendali perusahaan kepada seorang menejer. seperti Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mewakilkan kepada Ali radiyallahu’anhu untuk menyembelih qurbannya dan mewakilkan kepada Abu Hurairoh radiyallahu’anhu dalam masalah sodaqoh.



Menghadirkan Tawakal



“Tawakal kepada Allah Ta’ala merupakan ibadah yang dituntut dari seorang mu’min Kekuatan tawakal seseorang kepada Allah Ta’ala kembali kepada pemahamannya tentang rububiyah Allah Ta’ala dan keimanannya yang mendalam terhadap tauhid rububiyah. Maka untuk menghadirkan dan memunculkan tawakal di dalam hati kembali kepada perenungan terhadap atsar-atsar dari rububiyah Allah Ta’ala. Semakin banyak seorang hamba merenung dan memperhatikan kekuasaan dan kerajaan Allah di langit dan di bumi, pengetahuannya bahwa Allah adalah yang memiliki kerajaan langit dan bumi, bahwasannya hanya Dia yang mengatur dan menjalankannya dan pertolongan Allah kepada hamba-Nya merupakan sesuatu yang mudah dibandingkan dengan pengaturan alam semesta ini, maka akan semakin besar pengagungannya kepada Allah, semakin kuat pula tawakalnya kepada Allah Ta’ala, ia pun mengagungkan perintah-Nya (dengan melaksanakannya), dan mengagungkan larangan-Nya (dengan menjauhinya), dan ia pun meyakini tidak ada sesuatupun yang dapat melemahkan-Nya dan tidak ada yang sulit bagi-Nya. “Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, maka Allah akan mencukupinya” (QS. Ath-Tholaq : 3)” Itulah nukilan perkataan Syekh Sholih Alu Syaikh di dalam kitabnya at-tamhid syarah kitab tauhid. walahu’alam

Penjelasannya, apabila seorang hamba mengilmui tentang keesaan Allah dalam hal menolak bahaya dan mendatangkan manfaat, dalam hal memberi dan menahan, dalam hal mencipatakan dan memberi rizki, dalam hal menghidupakan dan mematikan (dan ini semua adalah rububiyah Allah), maka itu akan membuahkan ubudiyah tawakal kepada-Nya semata secara batin, dan konsekwensi tawakal dan buahnya secara lahiriyah.


Tawakal Bukan Hanya Pasrah

Kadang seseorang salah kaprah dalam memaknai tawakal, ia menganggap bahwa tawakal adalah legowo (menerima total) keadaan tanpa ada upaya perubahan, namun perlu diketahui bahwa tawakal bukan berarti meninggalkan usaha atau sebab, karena melakukan atau mengambil sebab merupakan kesempurnaa tawakal. Akan tetapi tidak boleh bersandar kepada sebab tersebut. Syekhul islam Abul Abbas rohimahullah berkata, “Meninggalkan sebab adalah celaan terhadap syari’at dan bersandar kepada sebab adalah syirik”. Murid beliau Syamsudin Abu Abdillah rahimahullah berkata, “Pelanggaran terbesar terhadap syari’at adalah meninggalkan sebab karena menyangka bahwa mengambil sebab akan menafikan tawakal”



yang lain berkata, “Mengandalkan sebab adalah celaan terhadap tawakal dan tauhid, sedangkan meninggalkan sebab merupakan celaan terhadap syari’at dan hikmah Allah” karena Allah telah menjadikan segala sesuatu ada sebab dan akibatnya. Maka kita katakan, “Di dalam bertawakal harus terpenuhi dua syarat : pertama, menyerahkan seluruh perkara kepada Allah Ta’ala yang di tangan-NYalah segala urusan. Kedua, tidak boleh bersandar kepada sebab yang dilakukannya. Hati dan batinnya bersandar total kepada Allah Ta’ala, sedangkan anggota badannya menjalani sebab. Dengan itu diketahui bahwa tawakal adalah murni ibadah hati. Barang siapa yang memalingkannya kepada selain Allah maka dia telah berbuat syirik, walaupun dia meyakini bahwa Allah Ta’ala satu-satunya yang menciptakan dan memberi rizki.



Hadits berikut lebih memperjelas: Dari Umar bin Khotob radiyallahu’anhu, ROsulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Andaikan kalian tawakal kepada Allah dengan sebenarnya niscaya Allah akan memberi rizki kepada kalian seperti memberi rizki kepada burung. Mereka pergi pagi hari dengan perut kosong dan pulang sore hari dengan perut kenyang” (Shohih Tirmidzi)



Tawakal burung adalah dengan pergi mencari makanan, maka Allah jamin dengan memberikan makanan kepada mereka. Burung-burung itu tidak tidur saja di sarangnya sambil menunggu makanan datang, tetapi pergi jauh mencari makanan untuk dirinya dan anak-anaknya.



Ketahuilah, Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling bertawakal kepada Allah, namun belian melakukan usaha. Ketika perang uhud beliau memakai dua baju besi dan ketika hijrah ke madinah beliau menyewa penunjuk jalan, beliau juga berlindung dari panas dan dingin, tapi hal tersebut tidak mengurangi tawakalnya kepada Allah Ta’ala.



Jadi, mengambil sebab yang disyari’atkan menunjukan kesempurnaan tawakal dan kekuatannya, dan meninggalkan sebab menunjukan kebodohannya terhadap syari’at rabbnya. Barangsiapa yang membaca kisah-kisah para Nabi, terkhusus Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya akan melihat bahwasannya mereka adalah manusia yang paling bertawakal kepada Allah Ta’ala, bersamaan dengan itu mereka juga mengambil sebab dan meyakini bahwa hal tersebut merupakan kesempurnaan tawakal kepada Allah.



Penulis: Husni Ridho (Mahasiswa Ma’had Ali Al-Imam Asy-Syafii Jember)



Artikel www.muslim.or.id


Belajar dari Ali dan Fatimah ra.

Cinta adalah hal fitrah yang tentu saja dimiliki oleh setiap orang,


namun bagaimanakah membingkai perasaan tersebut


agar bukan Cinta yang mengendalikan Diri kita

Tetapi Diri kita yang mengendalikan Cinta




Mungkin cukup sulit menemukan teladan dalam hal tersebut


disekitar kita saat ini


Walaupun bukan tidak ada..


barangkali, kita saja yang tidak mengetahui saking rapatnya dikendalikan


Tapi,


kebanyakan justru yang tampak ke permukaan adalah yang justru seharusnya tidak kita contoh


Kekurangan teladan?


Mungkin..


Dan inilah fragmen dari Khalifah ke-4, Suami dari Putri kesayangan Rasulullah


tentang membingkai perasaan dan


Bertanggung jawab akan perasaan tersebut


“Bukan janj-janji”



Kisah pertama ini diambil dari buku Jalan Cinta Para Pejuang, Salim A.Fillah


chapter aslinya berjudul “Mencintai sejantan ‘Ali”



Ada rahasia terdalam di hati ‘Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah.

Karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya.

Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya.

Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta.

Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta.

Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya.

Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn ’Abdullah Sang Tepercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya!

Maka gadis cilik itu bangkit.

Gagah ia berjalan menuju Ka’bah.

Di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam.

Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali.

Mengagumkan!

‘Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta.

Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan.

Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi.

Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah.

Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu Bakr Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu.

”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin ’Ali.

Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakr.

Kedudukan di sisi Nabi?

Abu Bakr lebih utama,

mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti ’Ali,

namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan RasulNya tak tertandingi.

Lihatlah bagaimana Abu Bakr menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah

sementara ’Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya..

Lihatlah juga bagaimana Abu Bakr berda’wah.

Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakr; ’Utsman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab..

Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti ’Ali.

Lihatlah berapa banyak budak muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakr; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud..

Dan siapa budak yang dibebaskan ’Ali?

Dari sisi finansial, Abu Bakr sang saudagar, insyaallah lebih bisa membahagiakan Fathimah.

’Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin.

”Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam ’Ali.

”Aku mengutamakan Abu Bakr atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.”

Cinta tak pernah meminta untuk menanti.

Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan.

Ia adalah keberanian, atau pengorbanan.



Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu.

Lamaran Abu Bakr ditolak.

Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri.

Ah, ujian itu rupanya belum berakhir.

Setelah Abu Bakr mundur,

datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa,

seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum muslimin berani tegak mengangkat muka,

seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh-musuh Allah bertekuk lutut.

’Umar ibn Al Khaththab.

Ya, Al Faruq,

sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah.

’Umar memang masuk Islam belakangan,

sekitar 3 tahun setelah ’Ali dan Abu Bakr.

Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya?

Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman?

Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya ’Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin?

Dan lebih dari itu,

’Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata,

”Aku datang bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku keluar bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku masuk bersama Abu Bakr dan ’Umar..”

Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah.

Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana ’Umar melakukannya.

’Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam.

Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam.

Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir.

Menanti dan bersembunyi.

’Umar telah berangkat sebelumnya.

Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah.

”Wahai Quraisy”, katanya.

”Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah.

Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang ’Umar di balik bukit ini!”

’Umar adalah lelaki pemberani.

’Ali, sekali lagi sadar.

Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah.

Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak.

’Umar jauh lebih layak.

Dan ’Ali ridha.

Cinta tak pernah meminta untuk menanti.

Ia mengambil kesempatan.

Itulah keberanian.

Atau mempersilakan.

Yang ini pengorbanan.

Maka ’Ali bingung ketika kabar itu meruyak.

Lamaran ’Umar juga ditolak.

Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi?

Yang seperti ’Utsman sang miliarder kah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah?

Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’ kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah?

Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri.

Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka.

Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka?

Sa’d ibn Mu’adz kah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu?

Atau Sa’d ibn ’Ubadah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?

”Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan.

”Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi..”

”Aku?”, tanyanya tak yakin.

”Ya. Engkau wahai saudaraku!”

”Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?”

”Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”

’Ali pun menghadap Sang Nabi.

Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah.

Ya, menikahi.

Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya.

Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya.

Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap?

Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap?

Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang.

”Engkau pemuda sejati wahai ’Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan.

Pemuda yang siap bertanggungjawab atas rasa cintanya.

Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan-pilihannya.

Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya.

Lamarannya berjawab, ”Ahlan wa sahlan!”

Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi.

Dan ia pun bingung.

Apa maksudnya?

Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan.

Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab.

Mungkin tidak sekarang.

Tapi ia siap ditolak.

Itu resiko.

Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab.

Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan.

Ah, itu menyakitkan.

”Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?”

”Entahlah..”

”Apa maksudmu?”

”Menurut kalian apakah ’Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawaban!”

”Dasar tolol! Tolol!”, kata mereka,

”Eh, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua!

Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya!”

Dan ’Ali pun menikahi Fathimah.

Dengan menggadaikan baju besinya.

Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya.

Itu hutang.



Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakr, ’Umar, dan Fathimah.

Dengan keberanian untuk menikah.

Sekarang.

Bukan janji-janji dan nanti-nanti.

’Ali adalah gentleman sejati.

Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel,

“Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!”

Inilah jalan cinta para pejuang.

Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggungjawab.

Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti.

Seperti ’Ali.

Ia mempersilakan.

Atau mengambil kesempatan.

Yang pertama adalah pengorbanan.

Yang kedua adalah keberanian.



Dan ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi,

dalam suatu riwayat dikisahkan

bahwa suatu hari (setelah mereka menikah)

Fathimah berkata kepada ‘Ali,

“Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta pada seorang pemuda”

‘Ali terkejut dan berkata, “kalau begitu mengapa engkau mau manikah denganku? dan Siapakah pemuda itu”

Sambil tersenyum Fathimah berkata, “Ya, karena pemuda itu adalah Dirimu”

Kisah ini disampaikan disini,

bukan untuk membuat kita menjadi mendayu-dayu atau romantis-romantis-an

Kisah ini disampaikan

agar kita bisa belajar lebih jauh dari ‘Ali dan Fathimah

bahwa ternyata keduanya telah memiliki perasaan yang sama semenjak mereka belum menikah tetapi

dengan rapat keduanya menjaga perasaan itu

Perasaan yang insyaAllah akan indah ketika waktunya tiba.

Asmaul Husna

Di dalam kitab suci Al-Qur'an Allah SWT disebut juga dengan nama-nama sebutan yang berjumlah 99 nama yang masing-masing memiliki arti definisi / pengertian yang bersifat baik, agung dan bagus. Secara ringkas dan sederhana Asmaul Husna adalah sembilanpuluhsembilan nama baik Allah SWT.


Firman Allah SWT dalam surat Al-Araf ayat 180 :
"Allah mempunyai asmaul husna, maka bermohonlah kepadaNya dengan menyebut asmaul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-namaNya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan".

Berikut ini adalah 99 nama Allah SWT beserta artinya :

1. Ar-Rahman (Ar Rahman) Artinya Yang Maha Pemurah

2. Ar-Rahim (Ar Rahim) Artinya Yang Maha Mengasihi

3. Al-Malik (Al Malik) Artinya Yang Maha Menguasai / Maharaja Teragung

4. Al-Quddus (Al Quddus) Artinya Yang Maha Suci

5. Al-Salam (Al Salam) Artinya Yang Maha Selamat Sejahtera

6. Al-Mu'min (Al Mukmin) Artinya Yang Maha Melimpahkan Keamanan

7. Al-Muhaimin (Al Muhaimin) Artinya Yang Maha Pengawal serta Pengawas

8. Al-Aziz (Al Aziz) Artinya Yang Maha Berkuasa

9. Al-Jabbar (Al Jabbar) Artinya Yang Maha Kuat Yang Menundukkan Segalanya

10. Al-Mutakabbir (Al Mutakabbir) Artinya Yang Melengkapi Segala kebesaranNya

11. Al-Khaliq (Al Khaliq) Artinya Yang Maha Pencipta

12. Al-Bari (Al Bari) Artinya Yang Maha Menjadikan

13. Al-Musawwir (Al Musawwir) Artinya Yang Maha Pembentuk

14. Al-Ghaffar (Al Ghaffar) Artinya Yang Maha Pengampun

15. Al-Qahhar (Al Qahhar) Artinya Yang Maha Perkasa

16. Al-Wahhab (Al Wahhab) Artinya Yang Maha Penganugerah

17. Al-Razzaq (Al Razzaq) Artinya Yang Maha Pemberi Rezeki

18. Al-Fattah (Al Fattah) Artinya Yang Maha Pembuka

19. Al-'Alim (Al Alim) Artinya Yang Maha Mengetahui

20. Al-Qabidh (Al Qabidh) Artinya Yang Maha Pengekang

21. Al-Basit (Al Basit) Artinya Yang Maha Melimpah Nikmat

22. Al-Khafidh (Al Khafidh) Artinya Yang Maha Perendah / Pengurang

23. Ar-Rafi' (Ar Rafik) Artinya Yang Maha Peninggi

24. Al-Mu'izz (Al Mu'izz) Artinya Yang Maha Menghormati / Memuliakan

25. Al-Muzill (Al Muzill) Artinya Yang Maha Menghina

26. As-Sami' (As Sami) Artinya Yang Maha Mendengar

27. Al-Basir (Al Basir) Artinya Yang Maha Melihat

28. Al-Hakam (Al Hakam) Artinya Yang Maha Mengadili

29. Al-'Adl (Al Adil) Artinya Yang Maha Adil

30. Al-Latif (Al Latif) Artinya Yang Maha Lembut serta Halus

31. Al-Khabir (Al Khabir) Artinya Yang Maha Mengetahui

32. Al-Halim (Al Halim) Artinya Yang Maha Penyabar

33. Al-'Azim (Al Azim) Artinya Yang Maha Agung

34. Al-Ghafur (Al Ghafur) Artinya Yang Maha Pengampun

35. Asy-Syakur (Asy Syakur) Artinya Yang Maha Bersyukur

36. Al-'Aliy (Al Ali) Artinya Yang Maha Tinggi serta Mulia

37. Al-Kabir (Al Kabir) Artinya Yang Maha Besar

38. Al-Hafiz (Al Hafiz) Artinya Yang Maha Memelihara

39. Al-Muqit (Al Muqit) Artinya Yang Maha Menjaga

40. Al-Hasib (Al Hasib) Artinya Yang Maha Penghitung

41. Al-Jalil (Al Jalil) Artinya Yang Maha Besar serta Mulia

42. Al-Karim (Al Karim) Artinya Yang Maha Pemurah

43. Ar-Raqib (Ar Raqib) Artinya Yang Maha Waspada

44. Al-Mujib (Al Mujib) Artinya Yang Maha Pengkabul

45. Al-Wasi' (Al Wasik) Artinya Yang Maha Luas

46. Al-Hakim (Al Hakim) Artinya Yang Maha Bijaksana

47. Al-Wadud (Al Wadud) Artinya Yang Maha Penyayang

48. Al-Majid (Al Majid) Artinya Yang Maha Mulia

49. Al-Ba'ith (Al Baith) Artinya Yang Maha Membangkitkan Semula

50. Asy-Syahid (Asy Syahid) Artinya Yang Maha Menyaksikan

51. Al-Haqq (Al Haqq) Artinya Yang Maha Benar

52. Al-Wakil (Al Wakil) Artinya Yang Maha Pentadbir

53. Al-Qawiy (Al Qawiy) Artinya Yang Maha Kuat

54. Al-Matin (Al Matin) Artinya Yang Maha Teguh

55. Al-Waliy (Al Waliy) Artinya Yang Maha Melindungi

56. Al-Hamid (Al Hamid) Artinya Yang Maha Terpuji

57. Al-Muhsi (Al Muhsi) Artinya Yang Maha Penghitung

58. Al-Mubdi (Al Mubdi) Artinya Yang Maha Pencipta dari Asal

59. Al-Mu'id (Al Muid) Artinya Yang Maha Mengembali dan Memulihkan

60. Al-Muhyi (Al Muhyi) Artinya Yang Maha Menghidupkan

61. Al-Mumit (Al Mumit) Artinya Yang Mematikan

62. Al-Hayy (Al Hayy) Artinya Yang Senantiasa Hidup

63. Al-Qayyum (Al Qayyum) Artinya Yang Hidup serta Berdiri Sendiri

64. Al-Wajid (Al Wajid) Artinya Yang Maha Penemu

65. Al-Majid (Al Majid) Artinya Yang Maha Mulia

66. Al-Wahid (Al Wahid) Artinya Yang Maha Esa

67. Al-Ahad (Al Ahad) Artinya Yang Tunggal

68. As-Samad (As Samad) Artinya Yang Menjadi Tumpuan

69. Al-Qadir (Al Qadir) Artinya Yang Maha Berupaya

70. Al-Muqtadir (Al Muqtadir) Artinya Yang Maha Berkuasa

71. Al-Muqaddim (Al Muqaddim) Artinya Yang Maha Menyegera

72. Al-Mu'akhkhir (Al Muakhir) Artinya Yang Maha Penangguh

73. Al-Awwal (Al Awwal) Artinya Yang Pertama

74. Al-Akhir (Al Akhir) Artinya Yang Akhir

75. Az-Zahir (Az Zahir) Artinya Yang Zahir

76. Al-Batin (Al Batin) Artinya Yang Batin

77. Al-Wali (Al Wali) Artinya Yang Wali / Yang Memerintah

78. Al-Muta'ali (Al Muta Ali) Artinya Yang Maha Tinggi serta Mulia

79. Al-Barr (Al Barr) Artinya Yang banyak membuat kebajikan

80. At-Tawwab (At Tawwab) Artinya Yang Menerima Taubat

81. Al-Muntaqim (Al Muntaqim) Artinya Yang Menghukum Yang Bersalah

82. Al-'Afuw (Al Afuw) Artinya Yang Maha Pengampun

83. Ar-Ra'uf (Ar Rauf) Artinya Yang Maha Pengasih serta Penyayang

84. Malik-ul-Mulk (Malikul Mulk) Artinya Pemilik Kedaulatan Yang Kekal

85. Dzul-Jalal-Wal-Ikram (Dzul Jalal Wal Ikram) Artinya Yang Mempunyai Kebesaran dan Kemuliaan

86. Al-Muqsit (Al Muqsit) Artinya Yang Maha Saksama

87. Al-Jami' (Al Jami) Artinya Yang Maha Pengumpul

88. Al-Ghaniy (Al Ghaniy) Artinya Yang Maha Kaya Dan Lengkap

89. Al-Mughni (Al Mughni) Artinya Yang Maha Mengkayakan dan Memakmurkan

90. Al-Mani' (Al Mani) Artinya Yang Maha Pencegah

91. Al-Darr (Al Darr) Artinya Yang Mendatangkan Mudharat

92. Al-Nafi' (Al Nafi) Artinya Yang Memberi Manfaat

93. Al-Nur (Al Nur) Artinya Cahaya

94. Al-Hadi (Al Hadi) Artinya Yang Memimpin dan Memberi Pertunjuk

95. Al-Badi' (Al Badi) Artinya Yang Maha Pencipta Yang Tiada BandinganNya

96. Al-Baqi (Al Baqi) Artinya Yang Maha Kekal

97. Al-Warith (Al Warith) Artinya Yang Maha Mewarisi

98. Ar-Rasyid (Ar Rasyid) Artinya Yang Memimpin Kepada Kebenaran

99. As-Sabur (As Sabur) Artinya Yang Maha Penyabar / Sabar