Wednesday, October 29, 2014

Sihir Media | Psikologi | Pendidikan Anak | Mental Juara

Hati-hati dengan sihir media, ditelaah, difilter, dicari tau lagi sumbernya, dan terutama bagi anak2 kita jika terlalu sering di depan televisi, perlu didampingi orangtua saat menonton..


Media itu seperti tukang-tukang sihir Fir'aun. Mereka bisa merubah kayu menjadi "seolah-olah" ular, bisa merubah hitam menjadi putih, dsb.

Waspadalah terhadap sihir media, obyeknya bisa berubah dari A ke B ketika si A sudah mulai hilang tuah sihirnya..

Hanya orang-orang yang memiliki prinsip yang kuatlah yang tak mudah terbawa arus sihir media. Waspadalah!!
Semoga segera datang "Musa" yang akan meluluh-lantakkan sihir-sihir tukang sihir "Fir'aun" dari muka bumi ini dengan "mukjizat" tongkat ular besarnya. amiin

dari pa Arief Munandar Djaiman.

Ini ya klo sekuler sekuler murni dong, malah sekuler inlander... kebablasan klo gitu mah

Ada Artikel menarik dari seorang bernama mas Akmal...dalam tulisannya, beliau menulis begini...



"Saya ingin bahas soal fenomena sekuler inlander. Ini fenomena yang sudah cukup lama saya perhatikan. Sekuler inlander itu ya sifatnya orang-orang sekuler bermental inlander. Kampungan, gitu deh kurang lebihnya. Walaupun saya anti sekali dengan sekularisme, tapi banyak orang sekuler yang msh bisa dihormati. Kalau sekuler inlander sih nggak.

Yang namanya sekuler inlander itu ya pelakunya adalah orang-orang bermental inlander yang jadi sekuler karena ikut-ikutan. Indonesia, karena pernah dijajah, juga banyak diisi oleh kaum sekuler inlander ini.

OK, supaya lebih jelas, kita langsung masuk ke contoh kasus ya. Dalam hal ini saya ingin jadikan dialektika seputar Bu Menteri Susi dan rokoknya. Dialektikanya, bukan rokoknya! Dari perspektif orang-orang beriman, kasus ini sebenarnya telah menunjukkan kegamangan sekularisme. Bagaimana sekularisme menyikapi kebiasan merokok? Dalam hal ini, biasanya ya dianggap sebagai pilihan masing-masing. Bagi orang-orang sekuler, kita tidak perlu mengurusi kebiasaan orang lain. Jangankan merokok, mabuk dan zina pun dibiarkan. Tapi pada akhirnya, sekularisme mentok juga. Tidak segala hal bisa dianggap urusan privat seseorang.

Di negara-negara sekuler, sudah biasa orang mengkritik pejabat publik yang memperlihatkan kebiasaan buruk. Obama dikritik karena merokok, padahal nggak pernah terlihat merokok di depan publik (http://theweek.com/article/index/200270/why-is-obama-still-smoking). Demikian pula minum bir, misalnya. Orang Barat biasa minum bir, tapi pejabat publik pas disorot kamera ya harus jaim. Gonta-ganti pacar, itu biasa bagi orang Barat. Tapi kalau Perdana Menteri, ya nggak enak dilihatnya (http://www.theguardian.com/world/2011/oct/14/berlusconi-scandals-timeline). Artinya, sekularisme gagal mempertahankan prinsip ‘individualismenya’ sendiri.

Pada kenyataannya, manusia itu makhluk sosial. Tidak hidup masing-masing saja. Ketika Anda merokok, bisa dipastikan yang menghisap asapnya bukan Anda sendiri. Dan ketika orang merokok, bisa dipastikan pula yang menyaksikan bukan dirinya sendiri. Bagaimana jika pejabat publik yang merokok? Siapa yang menyaksikan? Berapa yang tergoda untuk mengikuti?

Pada akhirnya, masyarakat sekuler di Barat pun mengakui kenyataan bahwa mereka harus melindungi anak-anak mereka sendiri. Mereka tidak mau pejabat publik melakukan hal-hal yang tidak baik, agar anak-anak mereka tidak meniru. Walaupun di sini orang-orang sekuler mengkhianati ideologinya sendiri, tapi di sisi lain bisa kita puji. Masih ada akal sehatnya.

Nah kalau sekuler inlander ini lain daripada yang lain, bahkan lain dari yang sekuler beneran sekalipun. orang-orang sekuler inlander ini biasanya ‘lebih sekuler’ daripada yang beneran sekuler. Di satu sisi, mereka masih beribadah, masih beragama, tapi cara berpikirnya bisa jadi nyerempet-nyerempet ateis. Demi mempertahankan ‘hak-hak individu’, apa yang tidak selayaknya dibela pun dibela juga. Mungkin supaya kelihatan sekuler 24 karat? Ya bisa saja. Namanya juga sekuler inlander. Kerjanya cari muka pada ‘majikan’.

Di Indonesia, rokok sudah jadi masalah besar. Jangankan anak sekolah, balita saja ada yang merokok. Hebat kan? Saking fanatiknya pada rokok, teman saya cerita bahwa dia pernah ketemu orang yang mau merokok di dlm pesawat. Katanya, industri rokok menghidupi banyak orang. OK. Tapi rokok membunuh berapa orang? Katanya, industri rokok mendatangkan pemasukan. OK. Lalu kerugian akibat merokok berapa? Sudah dihitung? Di Barat, aturan2 ketat seputar rokok sudah diterapkan. Merokok itu dibikin susah. Malah ada negara yang berwacana agar negaranya dijadikan benar-benar bebas rokok. Lagi-lagi, sekularisme gagal. Diam-diam banyak juga orang sekuler yang percaya pada ‘kebenaran absolut’. Bahwa rokok itu lebih banyak merugikan drpd menguntungkannya, itu sudah pasti benar. Tak terbantahkan.

Tapi buat kaum sekuler inlander, pokoknya dibela terus. karena kebenaran harus relatif? :)Generasi muda hancur karena rokok, tetap saja rokok dibela terus. Atas nama kebebasan. Sudah miskin, kecanduan merokok pula. Makin susah hidupnya. Tapi atas nama kebebasan, rokok harus dibela. Kalau bener pake logika, rasionalitas dan fakta2 ilmiah, harusnya semua orang sekuler itu anti rokok. Kalau mengaku menjunjung tinggi hak-hak asasi masyarakat, harusnya semua orang sekuler itu anti rokok.Tapi ya begitulah dunia sekuler. Ambigu. Mendesak rokok, tapi tidak bisa juga melarangnya.Minuman keras juga sama. Sudah jelas merusak, tapi masih dibela. Dibenci, tapi nggak ada yang berani melarang. Zina juga sama. Jelas-jelas biadab, tapi demi hawa nafsu ya dibela juga. Generasi hancur, apa boleh buat. Setidaknya, kaum sekuler yang masih berakal msh berusaha mencegah ekses negatif dari hal-hal tersebut. Tapi sekuler inlander nggak.

Bicara soal sekuler inlander ini sy selalu ingat pada Sumanto Al Qurtuby. Baca tulisannya di elsaonline.com/?p=3267. Dari tulisannya, jelaslah bahwa Sumanto lebih dari sekadar. Lihat di paragraf ketiga dari bawah. Benar, bagi orang sekuler, pelacuran itu sah-sah saja. Tapi siapa yang memperbandingkan pelacur dgn dosen? Bahkan orang sekuler yang menganggap zina itu boleh pun tak sudi membuat perbandingan demikian. Di negeri-negeri sekuler, meski pelacuran itu legal, tetap saja profesi dosen jauh lebih terhormat. Inilah ‘kebenaran absolut’ yang diam-diam diyakini di negeri-negeri sekuler Barat. Tapi sekuler inlander lebih lebay gayanya. Demi membela apa yang hendak mereka bela, digunakanlah logika-logika menyesatkan.

Kita masuk lagi ke studi kasus. Perhatikan perkembangan wacananya, bukan hanya kasusnya. Muncullah gambar seperti ini (pic.twitter.com/myk2yxLKDg). Jelas, siapa pun yang membuat gambar seperti ini bukan hanya melakukan pembelaan, tapi juga menunjukkan kebencian. Kebencian pada apa? Ya, pada jilbab. Karena sejak awal kasus Bu Susi ini tidak membicarakan jilbab. Tidak ada yang mengkritisi Bu Susi karena tidak berjilbab. Memang di Indonesia belum semua berjilbab, sudah pada maklum. Yang dikritisi adalah merokok di depan publik. Tapi isunya dibelokkan sedemikian rupa. Kemudian, digunakanlah imej Muslimah berjilbab yang kurang baik, yaitu Ratu Atut yang sedang terjerat kasus. Ini logika sesat. Membela pencuri ayam dengan mengatakan bahwa di kampung sebelah ada yang mencuri kambing.

Kemudian diambil ‘sepotong imej’ untuk merusak citra. Dalam hal ini, yang dirusak adalah citra muslimah berjilbab. Jilbab dihadapkan dengan rokok dan tato. Hanya dengan satu sampel. Itu kata kuncinya: SAMPEL! Sama saja dgn yang bilang “lebih baik nggak berjilbab tapi menjaga kehormatan drpd berjilbab tapi diam-diam bejat.”
Kombinasi 1: merokok, bertato, pekerja keras.
Kombinasi 2: berjilbab, tidak merokok, tidak bertato, tapi diduga korupsi.
Padahal masih banyak kombinasi yang lain. Apa koruptor yang merokok nggak ada? Apakah koruptor perempuan itu lebih banyak yang berjilbab atau tidak? Statistik nggak bisa cuma gunakan 1 sampel. Kalau bisa pakai 1 sampel, boleh dong saya bikin perbandingan begini? Ini contoh aja (pic.twitter.com/5wrpXNqdjB)

Isu lainnya yang hot: tentang pejabat publik yang kata-katanya kasar. Muncul jargon: “lebih baik memaki tapi tidak korupsi!” Inilah sekuler inlander. Akalnya rusak. Padahal majikan mereka di Barat nggak begitu mikirnya. Biarpun sekuler, nggak ada yang mengabaikan sopan santun. Pernah bayangin Obama bilang “A**hole!” (maaf ini cuma contoh) nggak? Kalo terjadi, pasti rakyat AS ngamuk. Padahal warga AS banyak yang sudah biasa mengucapkan kata itu. tapi tetap saja tidak layak bagi pemimpin. Coba lihat kenyataan di lapangan. orang Indonesia sudah tidak lagi terbiasa bicara santun. Di Twitter, ada kelompok-kelompok yang suka caci maki, bahkan kalau sudah mentok debat ujung-ujungnya kirim gambar porno. Di sekolah-sekolah, generasi muda sudah jadi korban bullying. Kekerasan fisik & verbal dimana2. OK, korupsi itu masalah besar. Tapi kekerasan fisik & verbal juga sudah jadi masalah besar di Indonesia.Jadi, kalau ada yang bilang pejabat nggak apa-apa maki-maki asal nggak korupsi, itu artinya dia nggak peduli negeri ini rusak.

Orang-orang sekuler inlander ini berusaha begitu keras untuk jadi sekuler sehingga mereka melampaui batas sekularisme itu sendiri. Sekularisme sudah mentok, dan orang-orang sekuler menyadarinya. tapi kaum sekuler inlander nggak peduli, semuanya ditabrak! Sebelum saya tutup, saya ingin jelaskan lagi bahwa persoalan Bu Susi hanya studi kasus di kultwit ini. Memang nyatanya hukum di negeri ini blm melarang rokok. Tapi ada standar perilaku untuk pejabat publik, meski tak tertulis. Kalau kita menggunakan akal sehat, pasti menyadari aturan-aturan tak tertulis tersebut. Baik yang sekuler maupun yang tidak. Saya tidak mengatakan bahwa Bu Susi harus mundur karena alasan tersebut. Bongkar-pasang kabinet belum tentu hal yang bagus. Saya juga tidak mempertanyakan kecerdasan Bu Susi. orang yang bisa mengelola maskapai nggak mungkin bodoh, kan? Saya hanya ingin katakan bahwa banyak ortu yang berharap anak-anak mereka bisa memiliki panutan yang baik. Itu saja. Tapi kalau sudah sekuler inlander, ya tidak ada lagi akal sehat. Nggak bisa diajak bicara baik-baik lagi.Apa pun dilakukan meski dgn pemikiran setengah matang; atau jangan-jangan nggak pake mikir dulu?  Semoga kita terhindar dari kejahilan yang demikian. Aamiin..


Disadur (dengan beberapa suntingan) dari kicau Kang Akmal Sjafril (@malakmalakmal)
Sumber: http://chirpstory.com/li/236599?page=1

Mau Mendidik Siswa/i tapi Sekolah Belum Beradab ? Bagian 2... habis

Ini Nie, sambungan Cerita sekolah beradab beradab



Kepala sekolah terlihat berpikir keras selama beberapa menit sampai akhirnya menjawab," ini seperti toko serba ada, semua ada".
Dari jawaban itu saya baru faham, pantas saja satpam sekolah ini tak punya sense of excelent service, kepala sekolahnya saja tak bisa menjelaskan apa value preposition sekolahnya.
Kemegahan bangunan, serta berbagai prestasi yang telah diraih, rasanya menjadi tak ada apa-apanya. Bukan itu yagn membuat kita terkesan, melainkan atmosfir sekolah, hidden curricullum, culture.
Perjalanan kami lanjutkan ke sekolah Islam di tengah kampung. Bangunannya kecil sederhana. Pendiri sekolah ini seorang lulusan STM, tetapi mengabdikan separuh hidupnya untuk merumuskan dan menerapkan konsep sekolah kreatif yang dapat memanusiakan manusia.

Saat ditanya tentang sekolahnya, dengan lancar dia menjelaskan konsep sekolah kreatif yang memberikan porsi besar pada kreativitas anak dan guru.
Ruang kelas dibuat tanpa daun pintu. Hanya lubang lubang besar berbentuk kotak, lingkaran, bulan sabit, bintang. Sehingga ketika guru tidak menarik, siswa boleh keluar kapan saja. Tak ada seragam sekolah dan buku pelajaran.
Kami duduk di pelataran sekolah sambil menyaksikan keceriaan anak-anak yang tengah bermain. Selama kami duduk, ada tiga orang guru dalam waktu yang berbeda menghampiri menyambut kami dan bertanya, "ada yang bisa yang saya bantu?"
Saya menangkap semangat melayani para guru tersebut. Mereka ingin memastikan tak ada tamu yang tak dilayani dengan baik.

Saat mengamati anak-anak bermain, saya melihat ada seorang anak yang jatuh dan menangis. Saya menebak bahwa guru akan segera membantu. Tetapi tebakan saya salah, ternyata dua teman sekelasnya datang menghibur dan membantunya untuk berdiri dan memapahnya ke kelas. Saya cukup terkesan.
Di sekolah yang sederhana ini saya menangkap aura kebahagiaan dari siswa dan guru-gurunya. Saya tak perlu tahu kurikulum dan sistemnya, saya sudah bisa merasakannya. Konsep dan visi pendirinya, ternyata bukan hanya di kertas. Saya bisa melihat dalam praktik. Itulah hidden curricullum, culture.
Pada kesempatan lain rekan saya pernah juga terkesan oleh siswa sekolah internasiona yang kebanyakn siswanya berkebangsaan jepang. Saat itu rekan saya akan mengisi acara di depan siswa pukul 10 pagi. Pukul 09.39 aula masih kosong. Tak ada orang tak ada kursi.
Lima belas menit sebelum acara para siswa datang, mengambil kursi lipat dan meletakkannya dalam posisi barisan yang rapi. Seusai acara, setiap siswa kembali melipat kursi dan meletakkannya di tempat penyimpanan, hingga ruangan kembali kosong dan bersih seperti semula. Itulah culture.
Dari cerita di atas, saya semakin tidak tertarik pada prestasi apa yang diraih sekolah, semegah apa sebuah sekolah.

Saya lebih tertarik bagaimana budaya sekolah dibangun dan diterapkan?
Banyak sekolah yang menginvestasikan begitu banyak waktu dan pikiran untuk menyabet berbagai penghargaan. Tapi tak banyak yang serius membuat sekolah menjadi berharga dengan karakter dan budi pekerti.
Banyak guru dan pelatih didatangkan untuk memberikan pembinaan tambahan pada siswa agar dapat menang lomba.
Tapi sedikit sekali pelatihan service excellence untuk satpam dan karyawan.
Dinding sekolah dipenuhi foto-foto siswa yang juara ini juara itu, tapi jarang sekali foto sesorang siswa dipajang karena dia melakukan sebuah kebaikan. Kehebatan lebih dihargai daripada kebaikan. Prestasi lebih berharga dari budi pekerti.

Kita harus segera mengubah sistem pendidikan kita yang masih berorientasi pada ta'lim (mengajarkan) menjadi ta'dib (penanaman adab). Dalam konsep compassionate school, tadib harus diterapkan secara menyeluruh (whole school approach) meliputi tiga area,
1. SDM yaitu guru, karyawan, orangtua, hingga satpam,
2.kurikulum, dan
3.iklim atau hidden curricullum.

Sebuah sekolah bukanlah pabrik yang melahirkan siswa-siswa pintar. Tapi sebuah lingkungan yang membuat semua unsur di dalamnya menjadi lebih ber-adab. Untuk mengukur apa kah sebuah sekolah sudah menjadi
compassionate school tak serumit standar ISO. Cobalah berinteraksi dengan satpam sekolah, amatilah bagaimana guru beriteraksi, siswa bersikap. Rasakan atmosfirnya.
Jika prestasi akademik bisa dilihat di selembar kertas, budi pekerti hanya bisa kita rasakan.

Ditulis oleh
Irfan Amalee
17 Oct 2014 | 23:19


Semoga bermanfaat yaa terutama bagi guru-guru dan kepala sekolah serta stakeholder terkait, dalam hal ini kemendikbud, pemerintah daerah, pemerintah pusat, Dan adik2 siswa/siswi semoga kalian menjadi orang-orang bermartabat, beradab kelak. amin...

Mau Mendidik Siswa/i Tapi Sekolah Belum Beradab ? Bagian 1...

Saya baru saja membaca sebuah artikel, saya pikir ini menarik untuk di-sharing-kan kembali.. cekidot yaa  :D



Apakah Sekolah Kita Sudah "Beradab"?

Setahun terakhir ini saya terlibat membantu program Teaching Respect for All UNESCO. Saya juga membantu sejumlah sekolah agar menjadi sekolah welas asih (compassionate school). Dua hal di atas membawa saya bertemu dengan sejumlah sekolah, pendidik, hingga aktivis revolusioner dalam menciptakan pendidikan alternatif.
Di benak saya ada satu pertanyaan: sudah se-compassionate apa sekolah kita?
Sejauh mana sekolah menumbuhkan sikap respect pada siswa dan guru, serta semua unsur di lingkungan sekolah?
Compassion (welas asih) dan respect (sikap hormat dan emphaty) adalah bagian dari adab (akhlak) maka pertanyaannya bisa sedikit diubah dan mungkin terdengar kasar: sudah seber-adab apakah sekolah kita?

Rekan saya melakukan sebuah experimen yang menarik. Dia berkunjung ke Sekolah Ciputra, sekolah millik pengusaha Ciputra yang menekankan pada karakter, leadeship dan entrepreneurship serta memberi penghargaan pada keragaman agama dan budaya.
Pada kunjungan pertama rekan saya itu datang dengan baju necis menggunakan mobil pribadi. Di depan gerbang, pak satpam langsung menyambut hangat, "Selamat datang, ada yang bisa saya bantu?"

Rekan saya menjawab bahwa dia ingin bertemu dengan kepala sekolah, tetapi dia belum buat janji. Dengan sopan Pak Satpam berkata, "Baik, saya akan telepon pak kepala sekolah untuk memastikan apakah bisa ditemui. Bapak silakan duduk, mau minum kopi atau teh?"
Pelayanan yang begitu mengesankan!
Di waktu lain, rekan saya datang lagi, dengan penampilan yang berbeda. Baju kumal, dengan berjalan kaki. Satpam yang bertugas memberikan sambutan yang tak beda dengan sebelumnya, dipersilakan duduk dan diberi minuman.
Saat berjalan menuju ruang kepala sekolah, satpam mengantarkan sambil terus bercerita menjelaskan tentang sekolah, bangunan, serta cerita lain seolah dia adalah seorang tour guide yang betul menguasai medan.

Bertemu dengan kepala sekolah tak ada birokrasi rumit dan penuh suasana kehangatan. Padahal rekan saya itu bukan siapa-siapa, dan datang tanpa janjian sebelumnya.
Melatih satpam menjadi sigap dan waspada adalah hal biasa.
Tetapi menciptakan satpam dengan perangai mengesankan pastilah bukan kerja semalaman.
Pastilah sekolah ini punya komitmen besar untuk menerapkan karakter luhur bukan hanya di buku teks dan di kelas. Tapi semua wilayah sekolah, sehingga saat kita masuk ke gerbangnya, kita bisa merasakannya. Itulah hidden curricullum, culture.
Di kesempatan lain, saya bersama rekan saya itu berkunjung ke sebuah sekolah Islam yang lumayan elit di sebuah kota besar (saya tidak akan sebut namanya). Di halaman sekolah terpampang baliho besar bertuliskan, "The most innovative and creative elementary school" sebuah penghargaan dari media-media nasional.
Dinding-dinding sekolah dipenuhi foto-foto siswa yang menjuarai berbagai lomba. Ada dua lemari penuh dengan piala-piala.

Pastilah sekolah ini sekolah luar biasa, gumam saya.
Kami berjalan menuju gerbang sekolah menemui satpam yang bertugas. Setelah kami mengutarakan tujuan kami bertemu kepala sekolah, satpam itu dengan posisi tetap duduk menunjuk posisi gerbang dengan hanya mengatakan satu kalimat, "lewat sana".
Kami masuk ke sekolah tersebut. Di tangga menuju ruangan kepala sekolah, ada seorang ibu yang bertugas menjadi front office menghadang kami dengan pertanyaan, "mau kemana?" dengan wajah tanpa senyum.

Saat tiba di ruangan kepala sekolah, kebetulan saat itu mereka sedang rapat maka kami harus menunggu sekitar 45 menit. Selama kami duduk, berseliweranlah guru, datang dan pergi tanpa ada ada yang menghampiri dan bertanya, " ada yang bisa saya bantu?"
Akhirnya kepala sekolah mempersilakan kami untuk masuk ke ruangannya. Baru ngobrol sebentar, tiba tiba seseorang di luar membuka pintu dan memasukkan kepalanya menanyakan sesuatu kepada kepala sekolah yang tengah mengobrol dengan kami.
Tak lama dari itu tiba-tiba seorang guru masuk lagi langsung minta tanda tangan tanpa peduli bahwa kami sedang mengobrol.
Kesal dengan itu, akhirnya kepala sekolah mengunci pintu agar tak ada orang masuk.
Dalam obrolan, saya sempat bertanya, apa kelebihan sekolah ini?

Bersambung yaaaa, biar jadi banyak tulisan, hehe :D

Monday, October 27, 2014

Jangan Tidur Kalo Lampu masih Nyala yaaa :D

Ada share-an bagus dari rekan saya, sebenarnya sudah lama saya mencari tahu ini, namun lupa untuk dibagikan. Karna ga sengaja nemuin ini, daripada lupa ya langsung saya share aja.. Dibaca ya semoga bermanfaat...


KENAPA RASULULLAH MENYURUH MEMATIKAN LAMPU KETIKA HENDAK TIDUR ?




"Padamkanlah lampu di malam hari apabila kamu akan tidur, tutuplah pintu, tutuplah rapat-rapat bejana-bejana dan tutuplah makanan dan minuman" (HR.Muttafaq'alaih).
Rasulullah mensabdakan itu lebih dari 14 abad yang lalu. Ternyata, di abad modern ini baru diketahui manfaat medis dari tuntunan Rasulullah untuk memadamkan lampu ketika hendak tidur.
Ahli biologi Joan Robert mengungkapkan bahwa tubuh baru bisa memproduksi hormon melatonin ketika tidak ada cahaya. Hormon melatonin ini adalah salah satu hormon kekebalan tubuh yang mampu memerangi dan mencegah berbagai penyakit, termasuk kanker payudara dan kanker prostat. Orang yang tidur dalam kondisi gelap, maka tubuhnya bisa memproduksi hormon ini.
Sebaliknya, tidur dengan lampu menyala di malam hari, sekecil apapun sinarnya menyebabkan produksi hormon melatonin terhenti..

Pentingnya tidur di malam hari dengan mematikan lampu juga diteliti oleh para ilmuwan dari Inggris. Peneliti menemukan bahwa ketika cahaya dihidupkan pada malam hari, bisa memicu ekpresi berlebihan dari sel-sel yang dikaitkan dengan pembentukan sel kanker.
Sebuah konferensi tentang anak penderita leukimia yang diadakan di London juga menyatakan bahwa orang bisa menderita kanker akibat terlalu lama memakai lampu waktu tidur di malam hari dibandingkan dengan yang tidak pernah memakai lampu waktu tidur.
Subhanallah... demikian luar biasa tuntunan Rasulullah. Setelah berabad-abad, hikmah medisnya baru terugkap. Wallahu a’lam bish shawab."

Sebarkan ini wahai saudaraku agar saudara kita yang lain mengetahuinya


Anonim (bisa searching di google sumber2nya yaaa  :D)

Bergelar Tak Berprestasi ? Sayang banget yaa



Ada yg menarik dari share-an rekan saya nie. coach Entrepreneur Bsinis, begitu dia menyebut gelarnya... dan itu juga brandnya.. Keren yaaa  :D


"Sebaiknya kita tidak mengkotak-kotakkan sesorang dari gelar atau level pendidikan formal. Ilmu bisa didapat di mana saja. Orang-orang yang tidak berlatar belakang pendidikan formal pun sudah banyak yang berkarya hebat bahkan hingga level dunia. Di sisi lain tidak sedikit orang yang bergelar tapi gagal dalam memimpin, minim karya, bahkan menghancurkan reputasinya sendiri.
Gelar akademik sejatinya bukanlah untuk dibanggakan, tapi ia adalah pertanggungjawaban. Sama halnya dengan ibadah haji, bukan sekedar pemberi kebanggaan dengan penambahan huruf H di depan namanya, atau sekedar ingin dipanggil pak Haji. Tapi hal itu adalah pertanggungjawaban apakah hajinya mabrur atau tidak. Maka gelar akademik pun sesungguhnya adalah pertanggungjawaban atas kapasitas keilmuan dan karyanya yang mengiringi.

- Berlatar belakang pendidikan formal + gelar & berprestasi = wajar
- Tidak berlatar belakang pendidikan formal, tidak bergelar, tapi berprestasi = hebat
- Berlatar belakang pendidikan formal + gelar, tidak berprestasi = disayangkan
- Tidak berlatar belakang pendidikan formal, tidak bergelar, tidak berprestasi = dimaklumi
Namun, saya tetap mengapresiasi setinggi-tingginya kepada para akademisi yang meraih gelar atas jerih payah yang penuh perjuangan dan pengorbanan. Akan lebih lengkap jika gelar tersebut selaras dengan serentetan karya & prestasi yang fenomenal. Alhamdulillah saya banyak menemukan beliau-beliau yang seperti ini, termasuk para guru saya (Salam hormat dulu  )

Terkait dengan pengangkatan atau pemilihan pemimpin dan pejabat negara, jika dihadapkan pilihan seperti ini:
1. Pemimpin yang hanya lulusan sekolah dasar atau menengah tapi kaya akan prestasi, karya & kontribusi.
2. Pemimpin dengan gelar mentereng tapi minim sekali prestasi, karya & kontribusi.
Tentu saya akan pilih nomor 1. Menurut saya gelar hanya citra di awal. Pada akhirnya orang akan melihat apa yang telah kita lakukan, amal terbaik apa yang telah kita kontribusikan.
Namun di atas itu semua, saya akan lebih memilih pilihan no.3 ini jika ada:
3. Pemimpin yang memiliki track record baik dalam hal prestasi, moral dan spiritual, seperti berakhlak baik, bersih (tidak cacat hukum), jujur, adil, amanah, tanggungjawab, dan taat beragama.
Kenapa taat beragama? Ya, bagaimana mungkin kita menyerahkan amanah rakyat kepada pemimpin yang tidak taat beragama? Kepada Tuhannya saja dia berani berkhianat, apalagi kepada rakyatnya sendiri."


dari Temen saya Roni Akmal Coach Entrepreneur

Sunday, October 26, 2014

Bagi Anda yg Sudah Menikah, ini Tips agar Cinta Anda Tetap Membara/Menggebu dan Membahagiakan :D Yang belum, sabar dan berusaha yaa, serta doa jangan lupa n___n

Beberapa kali saya dan beberapa teman guru ngobrol tentang anak2 didik kami terdahulu, lalu cerita bisnis, lalu ke pernikahan...Saya bersyukur mendapat sharing-an bagus sekali, mengingat saya yang inshaAllah akan melangsungkan pernikahan, minta doanya ya para pembaca  n___n

Berikut  alur dalam merayakan cinta berdasar QS Ar Ruum 21 :



1. Min anfusikum
Artinya, hal pertama yg dibicarakan al quran tentang pernikahan 2 manusia adalah kesejiwaan. Kodenya adl komitmen kepada Allah dan agamanya







2. Azwaajan (pasangan hidup).
Kaidah pernikahan adalah "jadikan org disamping anda menjadi orang hebat dan pilihan yg tepat."







3. Litaskunu ilaiha (supaya kalian tentram/tenang padanya)
Sakinah itu adalah tentram karena gejolak syahwat telah menemukan saluran halal dan thayyib, serta telah ada sahabat lekat yang siap mendukung perjuangan pasangannya.







4. Wa ja'ala bainakum mawaddatan (pengupayaan untuk mawaddah).
Mawaddah adalah cinta yang erotis-romantis. Bentuknya bisa ekspresi yang paling bathin sampai paling dhohir, dari yang sifatnya emosional hingga seksual... :D






5. Wa (ja'ala bainakum) rahmatan atau Rahmah. Mawaddah dan rahmah jg bermakna cinta.
Namun rahmah adalah sebuah cinta tak terhingga sepanjang masa. Cinta yg memberi (bukan meminta), cinta yg Berkorban (bukan menuntut), cinta yg berinisiatif (bukan menunggu), Cinta yg bersedia (bukan berharap harap)

Semoga bagi yang sudah menikah, baik yang baru saja, yang sudah memiliki anak 1, meiliki anak 2, yg sudah 20an tahun ataupun lebih semoga bermanfaat dengan kajian surat Arrum ayat 21 tsb. Syukur2 menjadi gelora baru dalam cinta kasih.. amin
Semoga bermanfaat :D

Saturday, October 25, 2014

Bu Guruku Pandai Mengajar | Psikologi Anak | Pendidikan Anak | Islam is My Way part 1



Seperti biasa kami ngobrol tentang murid-murid, berita seputar politik, lalu liburan, jalan-jalan, dll. Lalu ada yang nge-share tulisan. Sudah lama pernah membaca tulisan, tapi mungkin lupa lagi dan ada baiknya sya share agar lebih banyak orang dapat tahu dan merenungkannya  :D
Ga panjang2 amat tapi lumayan laah.. n___n
Disimak yaaa sista, mba dan atau bu Ibu...

Ibu Guru berkerudung rapi tampak bersemangat di depan kelas sedang mendidik murid-muridnya dalam pendidikan Syari’at Islam.
Di tangan kirinya ada kapur, di tangan kanannya ada penghapus. Ibu Guru
berkata, “Saya punya permainan. Caranya begini, di tangan kiri saya ada kapur, di tangan kanan ada penghapus. Jika saya angkat kapur ini, maka berserulah “Kapur!”, jika saya angkat penghapus ini, maka
berserulah “Penghapus!”. Murid muridnya pun mengerti dan mengikuti. Ibu Guru mengangkat silih berganti antara tangan kanan dan tangan kirinya, kian lama kian
cepat. Beberapa saat kemudian sang guru
kembali berkata, “Baik sekarang perhatikan. Jika saya angkat kapur,maka berserulah “Penghapus!”, jika
saya angkat penghapus,maka katakanlah “Kapur!”. Dan permainan diulang kembali. Maka pada mulanya murid-murid itu keliru dan kikuk,dan sangat sukar untuk mengubahnya. Namun lambat laun, mereka sudah biasa dan tidak
lagi kikuk. Selang beberapa saat,permainan berhenti. Sang guru tersenyum kepada murid muridnya. “Anak-anak, begitulah ummat Islam.
Awalnya kalian jelas dapat membedakan yang haq itu haq, yang
bathil itu bathil. Namun kemudian,musuh musuh ummat Islam berupaya melalui berbagai cara,
untuk menukarkan yang haq itu menjadi bathil, dan sebaliknya. Pertama-tama mungkin akan sukar
bagi kalian menerima hal tersebut, tetapi karena terus disosialisasikan
dengan cara-cara menarik oleh mereka, akhirnya lambat laun kalian terbiasa dengan hal itu. Dan kalian
mulai dapat mengikutinya. Musuh-musuh kalian tidak pernah berhenti membalik dan menukar nilai dan
etika.” “Keluar berduaan, berkasih-
kasihan tidak lagi sesuatu yang pelik, zina tidak lagi jadi persoalan, pakaian seksi menjadi hal yang
lumrah, sex sebelum nikah menjadi suatu hiburan dan trend,materialistik kini menjadi suatu gaya
hidup, korupsi menjadi kebanggaan dan lain lain. Semuanya sudah
terbalik. Dan tanpa disadari, kalian sedikit demi sedikit menerimanya. Paham?” tanya Guru kepada murid-
muridnya. “Paham Bu Guru”.
“Baik permainan kedua,” Ibu Guru melanjutkan. “Bu Guru ada Al Qur’an, Bu Guru akan meletakkannya di
tengah karpet. Quran itu “dijaga” sekelilingnya oleh ummat yang
dimisalkan karpet.Sekarang anak-anak berdiri di luar karpet.
Permainannya adalah, bagaimana caranya mengambil Qur’an yang ada di tengah dan ditukar dengan buku
lain, tanpa memijak karpet?”

Bersambung (Penonton kecewaaaa  :D)

Wednesday, October 22, 2014

Orang yang bangkrut ? Pengusaha sukses kali bangrut ya?? Orang kok bisa bangkrut, kapan bisnisnya ??



Orang yg bankrut dari kalangan umatku adalah org yg kelak pada hari kiamat datang dgn pahala shalat, puasa dan zakat. Namun dia memikul dosa akibat memaki, menuduh zina, memakan harta orang lain, menumpahkan darah, dan memukul org lain tanpa hak..

-maestro peradaban, Muhammad saw-

Dia dan org yang didzaliminya lalu diberi pahala dari kebaikannya masing2. Namun ketika pahala orang yang berbuat dzalim itu tdk cukup utk menebus kedzahlimannya sendiri, maka DIAMBILLAH dosa org yg didzolimi, lalu DIPIKULKAN kepada org yg mendzaliminya, lalu DICAMPAKKANLAH ia ke dalam NERAKA."

HR. Muslim. Dari Abu Hurairah.. (dari riyadhusshalihin)

Hari Gini Takut NIKAH ?? Enak kaleeess

Ukhti...


Bila pernikahan membuatmu khawatir merubah hidupmu, coba gali ilmu lagi. Tambah referensi bacaan atau hadir di majelis ilmu.
Karena seruan Rasulullah untuk segera menggenapkan setengah dien sungguh banyaklah manfaatnya, sungguh akan banyak keberkahan.
Ukhti, bila kita risau siapakah yg akan menjadi pendamping kita, yakin saja, bila Allah akan kirimkan sosok lelaki yg shalih, bila kita memilih menjadi wanita shalihah.
Ukhti, bila kita takut setelah menikah akan terpasung dalam rutinitas di rumah, tak perlu takut, ladang amalmu terhampar luas di mulai dari mengurus rumah. Kembangkanlah potensi diri di mana saja, yakin kita bisa 
Ukhti, bila ada rasa takut kekurangan, kembalilah pada Allah, bahwa Tuhan kita Maha Kaya, yakilah rizki kita tak mungkin tertukar dg yg lain. Kalau sebelum nikah rizki kita udah banyak, apalagi setelah nikah, Allah yg akan mencukupkan.
Ukhti, bila ada ketakutan pendampingmu akan bersikap kasar, lemah lembutlah, sekeras apapun batu yg setiap saat di tetesi air, maka suatu saat batu itu akan berlubang. Begitupun dg hati yg keras, doa dan kelembutan kitalah yg akan menggerakkan hatinya untuk bersikap lembut.
Ukhti, laki-laki shalih tak akan menjatuhkan pilihan berdasar wajah dan harta saja. Lelaki shalih akan memilih karena kedekatan kita kepada Allah.
Lelaki yg shalih akan memuliakan istrinya, akan menjaganya, akan bertanggung jawab, mencintainya. Dan akan berjuang untuk keluarganya.
Shalihahkan diri kita. Dan semoga Allah jodohkan dg lelaki shalih.
Aamiin


a5

Bunda Didiklah Anak-anak Kalian | Psikologi | Tumbuh Kembang | Pendidikan Usia Dini Bagian 1..

hasil diskusi, lalu ada hasil diskusi dari rekan-rekan lainnya.. mudah2an bisa membuka wawasan bagi pembaca yaa..  :D

"Apa yg saya share nanti adalah hasil diskusi panjang beberapa tahun belakangan ini. Juga merupakan hasil kolaborasi ayah, ibu, guru, pakar dll.
Kami akhirnya meyakini dan menyadari bahwa tiada lembaga terbaik di muka bumi utk mendidik generasi kecuali di keluarga dan di jama'ah atau komunitas
Fungsi pernikahan atau berkeluarga adalah mendidik anak dan membangun kepemimpinan/kemandirian berbasis potensi keluarga
Ketika kedua fungsi itu hilang, maka berakhirlah peran dan fungsi keluarga
Di abad modern ini, nyaris di banyak keluarga atau rumah, kedua misi dan fungsi itu tercerabut dari rumah
Umumnya fungsi mendidik anak diserahkan kpd persekolahan, fungsi kepemimpinan atau kemandirian atau kewirausahaan diserahkan kpd industri di luar rumah
Ketika amanah2 ini terlalaikan, maka terjadilah penyimpangan fitrah yg luar biasa dari anggota2 keluarga dan akhirnya secara massive menjadi penyimpangan sosial dan kejiwaan di masyarakat
Diantaranya perceraian sangat mudah terjadi, menurut statistik perceraian di Indonesia terjadi setiap 36 menit
Rumah tidak lagi sehangat dulu
Orang lalu sibuk bicara Quality Time, padahal Quantity juga penting
Terkait dgn tema hari ini mengenai konsep Aqil Baligh, sangat erat kaitannya dengan peran Home Education
Dunia di luar sana tidak pernah peduli dengan konsep pendidikan yang melahirkan generasi Aqil Baligh
pernah dengar kalau generasi di jaman nabi itu perkembangan psikologisnya berkembang lebih cepat daripada perkembangan fisiologisnya
sehingga jaman dulu banyak yg msh anak2 tp sdh hafal berbagai kitab dan berani memimpin perang (mohon koreksi jika ad yg keliru)
Ya benar, tradisi generasi aqil baligh sebenarnya berlangsung sampai era sebelum persekolahan modern masuk ke Indonesia
Indonesia mengenal konsep Surau, Dayah, Rangkang, Meunasah dll
Para ulama dahulu menanamkan tradisi kemandirian ketika menjelang aqilbaligh. Anak2 ketika itu umumnya sdh malu kalau usia 8-9 tahun masih tidur di rumah
Umumnya mereka tidur di Suraum (mushola/masjid)
Rasulullah SAW telah memulai pendidikan generasi aqil baligh ini tentu pada dirinya sendiri lewat bimbingan Allah swt
Usia 9 tahun, Rasulullah SAW telah magang berdagang ke Syams bersama pamannya
Lalu kemudian Rasulullah SAW mempraktekannya pd Sahabat2 muda (sahabat yg masih anak ketika Rasulullah saw sdh menjelang senja)
Kita mengenal Usamah bin Zaid ra
Siroh mencatat bhw Rasulullah saw menikahkan Usamah ra ketika berusia 14 tahun
Apakah Rasulullah SAW lalai ketika menikahkan Usamah ra?
jadi point penting pendidikan ketika zaman itu adalah kemandirian anak pak?
Tentu tidak. Usamah telah mengalami pendidikan generasi aqil baligh
Siroh kemudian mencatat bahwa Usamah ra ditunjuk menjadi panglima perang ke Tabuk pd usia 16 tahun
Apakah Rasulullah SAW lalai ketika menunjuk seseorang dalam penugasan yg penting?
Saya meyakini bukan hanya Usamah ra yang menjalani pendidikan generasi Aqil Baligh ini, tetapi juga sahabat2 seangkatan dengannya. Tentu dgn pendidikan yg disesuaikan dgn potensinya
Karenanya, model mendidik seperti ini kemudian menjadi tradisi selama ratusan tahun setelah Rasulullah SAW wafat
nanti kita bahas. Ada upaya melambatkan terbentuknya generasi aqil baligh ini. Bukan hanya pd generasi muda Islam, namun seluruh generasi pd abad modern
Sebuah Journal Psikologi thn 2009 menyebut bhw penyebab penyimpangan perilaku generasi muda adalah krn lambatnya pengakuan sosial pd kedewasaan mereka. Di Amerika, bahkan kecenderungan seorang dianggap dewasa ketika berusia 26 tahun
model mendidik generasi aqilbaligh seperti yg Rasulullah SAW teladankan kemudian menjadi tradisi selama ratusan tahun setelah Rasulullah SAW wafat
Kita saksikan sepanjang sejarah putra2 AqilBaligh Islam bukan hanya mandiri ketika AqilBaligh tetapi telah memiliki peran yg menebar rahmat dan manfaat
Imam Syafii rahimahullah telah menjadi Mufti (pemberi fatwa) di usia 14 tahun
Alkhawarizmi telah menjadi penemu pemikiran2 matematika sejak usia 10 tahun dan menjadi guru besar di usia 16 tahun
HE secara berjamaah adalah lembaga yg kami yakini paling siap dan mampu melakukan itu
InsyaAllah
Dalam masyarakat yg menyerahkan anaknya pd persekolahan modern, mustahil bisa melahirkan generasi aqil baligh. Sistem persekolahan yg ada telah mensegregasi anak2 kita menjadi kelas2 sosial yg seolah telah baku. Misalnya disebut dewasa kalau sdh kerja dan kelar kuliah
Di masyarakat modern, siapa yg mau menerima anak2 berusia 14-16 tahun dalam sebuah peran2 di sosial masyarakat ??
Itu bukan salah anak kita atau generasi mereka. Tidak ada anak yg berdoa agar dijadikan anak alay dan lalai kan?
Seorang pakar psikolog Muslim, kalau tdk salah asal Turki, namanya Malik Badri. Tahun 85 pernah ke Indonesia. Bukunya yg kita kenal dan banyak diterjemahkan adalah Dilema Psikolog Muslim, mengatakan
Mengatakan bhw penjenjangan toddler, kids, teenager, adults dgn masing2 punya tahap awal tengah dan akhir dstnya bukan berasal dari landasan ilmiah. Itu hanya pengamatan psikolog barat thd masyarakat mereka. Yg kemudian diadopsi menjadi jenjang persekolahan
Malik Badri mengatakan bhw Islam hanya mengenal dua periode kehidupan di dunia, yaitu sebelum Aqil Baligh dan sesudah Aqil Baligh
Baligh adalah kondisi tercapainya kedewasaan secara biologis. Kalau anak pria, biasanya suara membesar, tumbuh jakun, mimpi basah dstnya
Kalau anak wanita ditandai dgn menstruasi dstnya
Kondisi baligh itu dicapai umumnya pd usia 13-16 tahun
Secara syariah ketika seorang anak mencapai aqil baligh, maka berlakulah sinnu taklif yaitu masa2 pembebanan syariah. Artinya anak kita yg mencapai aqil baligh maka kewajiban syariahnya akan setara dengan kedua orangtuanya
Ketika itu anak2 kita akan setara kewajibannya dgn kedua orangtuanya dalam shalat, puasa, zakat, haji, jihad, nafkah dan kewajiban sosial lainnya
Mereka telah menjadi manusia dewasa
Yg memikul semua beban kewajiban seorang manusia dewasa
Artinya apa?
Artinya pendidikan Islam sejatinya menyiapkan anak2 Islam agar mampu menerima kewajiban syariah ketika mereka mencapai Aqil Baligh
Islam tdk mengenal konsep BALIGH belum AQIL dan AQIL namun belum BALIGH, alias REMAJA
Istilah remaja atau Adolescene bahkan tidak dikenal di seluruh dunia sampai abad ke 19
Baligh (kedewasaan fisik biologis) mesti sejalan dengan Aqil (kedewasaan psikologis, sosial, syariah)
Transisi boleh saja sepanjang jangan terlalu lama...."


Bersambung yaaa (penonton kecewaaa)