KELAHIRAN NABI
MUHAMMAD SAW
Pendahuluan .
Sebuah tangis bayi
yang baru lahir terdengar dari sebuah rumah di kampung Bani Hasyim di
Makkah pada 12
Rabi’ul Awwal 571 M. Ibu bayi itu bernama Aminah.
“Bayimu
laki-laki!” kata Syifa’, ibunda sahabat
Abdurrahman bin Auf yamg membantu kelahiran bayi.
Aminah tersenyum
lega. Tetapi seketika ia teringat kepada mendiang suaminya, Abdullah bin Abdul
Muthalib, yang telah meninggal enam bulan sebelumnya.. Ayahnya meninggal di
Yatsrib ketika bayinya berusia tiga bulan dalam kandungan ibundanya.
Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi
Wassalam adalah anggota Bani Hasyim,
sebuah kabilah yang paling mulia dalam suku Quraisy yang mendominasi masyarakat
Arab. Ayahnya bernama Abdullah Muttalib, seorang kepala suku
Quraisy yang besar pengaruhnya. Ibunya
bernama Aminah binti Wahab dari Bani
Zuhrah. Baik dari garis ayah maupun garis ibu, silsilah Nabi Muhammad
Shallallahu Alaihi Wassalam sampai kepada Nabi Ibrahim
Alaihissalam dan Nabi Ismail
Alaihissalam.
Tahun kelahiran Nabi Muhammad
Shallallahu Alaihi Wassalam dikenal dengan nama
Tahun Gajah, karena pada tahun itu terjadi peristiwa besar, yaitu datangnya
pasukan gajah menyerbu Mekah dengan tujuan menghancurkan Ka’bah. Pasukan itu
dipimpin oleh Abrahah, gubernur Kerajaan Habsyi di Yaman. Abrahah ingin
mengambil alih kota Mekah dan Ka’bahnya sebagai pusat perekonomian dan
peribadatan bangsa Arab. Ini sejalan dengan keingin Kaisar Negus dari Ethiopia
untuk menguasai seluruh tanah Arab, yang bersama-sama dengan Kaisar Byzantium
menghadapi musuh dari timur, yaitu Persia (Irak).
Dalam penyerangan Ka’bah itu,
tentara Abrahah hancur karena terserang penyakit yang mematikan yang dibawa
oleh burung Ababil yang melempari tentara gajah dengan kerikil panas. Abrahah
sendiri lari kembali ke Yaman dan tak lama kemudian meninggal dunia.
Peristiwa ini dikisahkan dalam Al-Qur’an
surat Al-Fîl: 1-5.
Beberapa bulan
setelah penyerbuan tentara gajah, Aminah melahirkan seorang bayi
laki-laki. Ia
lahir pada malam menjelang dini hari Senin, 12 Rabiul Awal Tahun Gajah,
bertepatan dengan 20 April 570 M.
Memberi Nama kepada bayi
Hari ketujuh telah tiba. Seekor domba disembelih Abd al-Muttalib sebagai ungkapan rasa
syukurnya kepada Allah. Sejumlah orang diundang untuk menghadirinya. Di hari
perayaan yang besar itu, dihadiri oleh kebanyakan orang Quraisy, ia menamakan
cucunya “Muhammad”(yang terpuji).
Ketika ditanya mengapa ia menamakannya Muhammad padahal nama itu jarang dipakai
orang Arab, ia menjawab, “Saya berharap ia terpuji di syurga maupun di bumi.”
Karena
Kitab-kitab Suci telah meramalkan kedatangan Islam berikut nama serta tanda-tanda
rohaniah dan jasmaniah yang khusus dari Nabi, maka tanda-tandanya haruslah
demikian jelas sehingga tidak muncul suatu kekeliruan. Salah satu tanda itu adalah nama Nabi.
Penting bahwa nama itu harus dipakai oleh sedikit orang sehingga tidak ada keraguan atas
identitasnya. Dengan begitu, orang yang kemunculannya telah diramalkan oleh
Taurat dan Injil ini dapat dikenali dengan mudah. Al-Quranul
Karim menyebut dua nama Nabi. Dalam surah Ali
Imran ayat (138), Muhammad ayat (2),
al-Fath ayat (29), dan al-Ahzab ayat
(4), disebut Muhammad, sedang dalam surah ash-Shaf ayat (6), disebut Ahmad. Perbedaan ini, sebagaimana
dicatat sejarah, adalah karena ibunda Nabi sudah menamainya Ahmad sebelum kakeknya
memberi nama Muhammmad.
Ya,
bayi yang oleh kakeknya diberi nama
Muhammad (Yang Terpuji) itu lahir dalam keadaan
yatim.
“Bukankah Dia mendapatimu sebagai
seorang yatim, lalu Dia melindungimu?” — QS Adh-Dhuha (93): 6.
Kehidupan Aminah dan bayinya.
Aminah
dan bayinya, hidup miskin. Suaminya hanya meninggalkan sebuah rumah dan seorang
budak, Barakah Al-Habsyiyah (Ummu Aiman).
Sementara sudah menjadi kebiasaan bangsawan Arab waktu itu, bayi yang
dilahirkan disusukan kepada wanita lain. Khususnya kepada wanita dusun, supaya
hidup di alam yang segar dan mempelajari bahasa Arab yang baku.Ada hadits yang
mengatakan, kebakuan bahasa warga Arab yang dusun lebih terjaga.
Menunggu jasa wanita yang memberikan ASI,
Aminah memberi ASI sendiri kepada
Muhammad kecil selama tiga hari. Lalu dilanjutkan oleh Tsuwaibah, budak Abu Lahab, paman Nabi
Muhammad, yang langsung dimerdekakan karena menyampaikan kabar gembira atas kelahiran Nabi, sebagai ungkapan
rasa senang Abu Lahab.
Beberapa hari
kemudian, datanglah kafilah dari dusun Bani Sa’ad, dusun yang jauh dari kota
Makkah. terletak kira-kira 60 km dari
Mekah, dekat kota Ta’if, suatu wilayah pegunungan yang sangat baik udaranya.
Mereka menaiki
unta dan keledai.
Di antara mereka
ada sepasang suami-istri, Harits bin Abdul Uzza dan Halimah As-Sa’diyah. Harits menaiki unta betina tua renta dan
Halimah menaiki keledai yang kurus kering. Keduanya sudah
memacu kendaraannya melaju, tetapi tetap saja tertinggal dari teman-temannya.
Halimah
dan wanita lainnya yang datang ke Makkah sedang mencari kerja memberi jasa
memberi ASI kepada bayi bangsawan Arab yang kaya. Sebagaimana dalam kehidupan
sekarang, baby sitter akan mendapatkan bayaran yang tinggi bila dapat mengasuh
bayi dari keluarga kaya.
Sampai
di kota Makkah, Halimah menjadi cemas, sebab beberapa wanita Bani Sa’ad yang
tiba lebih dulu sedang ancang-ancang mudik karena sudah berhasil membawa bayi
asuh mereka.
Setelah
ia ke sana-kemari, akhirnya ada juga seorang ibu, yaitu Aminah, yang menawarkan
bayinya untuk disusui. Namun ketika mengetahui keadaan ibu muda yang miskin
itu, Halimah langsung menolak.
Dia
dan suaminya berkeliling kota Makkah, tetapi tidak ada satu pun ibu yang
menyerahkan bayinya kepadanya untuk diberi ASI. Ya, bagaimana mereka percaya,
seorang ibu kurus yang naik keledai kurus pula akan mengasuh dengan baik bayi
mereka?
Hampir
saja Halimah putus asa, ditambah lagi suaminya sudah mengajaknya pulang meski
tidak membawa bayi asuh. Namun, ia berkata kepada suaminya, “Aku tidak ingin
pulang dengan tangan kosong. Alangkah baiknya kalau kita mau mengambil anak
yatim itu sambil berniat menolong.”
“Baiklah,
kita bawa saja anak yatim itu, semoga Allah memberkahi kehidupan kita,” ujar
suaminya. Setelah ada kesepakatan tentang harga upah menyusui, Muhammad kecil
diberikan kepada Halimah.
ASI yang Melimpah
Wanita
kurus kering itu pun mencoba memberikan ASI kepada bayi mungil tersebut.
Subhanallah! ASI mengalir deras, sehingga sang bayi minum hingga kenyang. Dia heran, selama ini ASI nya sering kurang untuk diberikan kepada bayi kandungnya sendiri, tetapi sekarang justru berlimpah, sehingga cukup untuk diberikan kepada bayi kandung dan bayi asuhnya?
Subhanallah! ASI mengalir deras, sehingga sang bayi minum hingga kenyang. Dia heran, selama ini ASI nya sering kurang untuk diberikan kepada bayi kandungnya sendiri, tetapi sekarang justru berlimpah, sehingga cukup untuk diberikan kepada bayi kandung dan bayi asuhnya?
Bersamaan
dengan kejadian istimewa yang dialami Halimah, suaminya juga dibuat bahagia,
karena unta betina tua renta itu pun
tiba-tiba kantung susunya membesar, penuh air susu unta.
Halimah
turun dari keledainya, dan terus memerah
susu itu. Dia dan suaminya sudah dalam keadaan lapar dan dahaga. Mereka
meminumnya sehingga kenyang dan puas. Semua kejadian istimewa itu membuat
mereka yakin, “Anak yatim ini benar-benar membawa berkah yang tak terduga.”
Halimah
menaiki dan memacu keledainya. Subhanallah! Keledai itu berhasil menyalip
kendaraan temannya yang pulang lebih dulu.
“Halimah!
Halimah! Alangkah gesit keledaimu. Bagaimana ia mampu melewati gurun pasir
dengan cepat sekali, sedangkan waktu berangkat ke Makkah ia amat lamban,”
temannya berseru. Halimah sendiri bingung, dan tidak bisa memberikan jawaban
kepada teman-temannya.
Sampai
di rumah pun, anak-anaknya senang, sebab orangtua mereka pulang lebih awal dari
orang sekampungnya. Apalagi kemudian ayah mereka membawa air susu unta cukup
banyak, yang tiada lain air susu unta tua renta yang kurus kering itu.
Dalam
sekejap, kehidupan rumah tangga Halimah berubah total. Dan itu menjadi buah
bibir di kampungnya. Mereka melihat, keluarga yang tadinya miskin tersebut
hidup penuh kedamaian, kegembiraan, dan serba kecukupan.
Domba-domba
yang mereka pelihara menjadi gemuk dan semakin banyak air susunya, walaupun
rumput di daerah mereka tetap gersang.
Peternakan
domba milik Halimah berkembang pesat, sementara domba-domba milik tetangga
mereka tetap saja kurus kering. Padahal rumput yang dimakan sama. Karena
itulah, mereka menyuruh anak-anak menggembalakan domba-domba mereka di dekat
domba-domba milik Halimah. Namun hasilnya tetap saja sama, domba para tetangga
itu tetap kurus kering.
Masa Kanak-Kanak Nabi
Sejarah meriwayatkan bahwa kehidupan Nabi penuh
peristiwa menakjubkan sejak masa awal masa kanak-kanak hingga kerasulannya.
Semuanya menunjukkan sisi kebesarannya.
Keseluruhannya menunjukkan bahawa kehidupan
Nabi tidaklah biasa.
Bila kisah ini dihayati, maka semuanya adalah
meyakinkan kita tentang kebesaran dan kemuliaan Nabi SAW.
Halimah
berkata: “Ketika memikul tanggungjawab membesarkan bayi Aminah, saya memutuskan
menyusui sang bayi di situ juga di hadapan ibunya. Saya berikan ASI dari dada
sebelah kiri ke mulutnya, tetapi si bayi
lebih suka dari yang sebelah kanan. Padahal ASI dari dada sebelah kanan itu tak ada ASInya sejak kelahiran anak
saya yang pertama. Karena desakan si bayi, saya memberikan ASI sebelah kanan yang kosong itu dan, bayi itu menghisap, sumber yang kering itu pun
berisi penuh susu.”
Halimah juga mengatakan: “Sejak membawa Muhammad ke
rumah, saya menjadi lebih makmur. Rejeki saya meningkat. Ternak saya berkembang.”
Muhammad menjadikan ibu susunya layak mendapat kurnia
Allah.
Muhammad
kecil diberi ASI oleh Halimah sekitar
dua tahun. Pertama kali , bayi itu
dikembalikan kepada ibunya, Aminah. Namun ibunya mengharapkan agar Muhammad
tetap ikut dirinya, sebab ia khawatir bayi yang sehat tersebut menjadi terganggu kesehatannya jika
hidup di Makkah, yang kering dan kotor. Di Mekkah sedang berjangkit wabah.
Muhammad kecil dibawa kembali ke dusun.
Nabi tinggal selama lima tahun bersama suku Bani Sa’ad dan tumbuh sehat. Selama itu, ada dua atau
tiga kali Halimah membawa Muhammad menemui ibunya.
Bayi
itu menjadi balita, dan telah mampu mengikuti saudara-saudaranya menggembala
domba. Ingat, hampir semua nabi pernah
menjadi penggembala. Muhammad saat itu sudah berusia empat tahun dan dapat
berlari-lari lepas di padang rumput gurun pasir. la, bersama Abdullah, anak
kandung Halimah, menggembala domba-domba mereka agak jauh dari rumah.
Di
siang hari yang terik itu, tiba-tiba datanglah dua orang lelaki berpakaian
putih. Mereka membawa Muhammad, yang sedang sendirian, ke tempat yang agak jauh
dari tempat penggembalaan. Abdullah pada waktu itu sedang pulang, mengambil
bekal untuk dimakan bersama-sama dengan Muhammad, di tempat menggembala, karena
mereka lupa membawa bekal.
Ketika
Abdullah kembali, Muhammad sudah tidak ada. Seketika itu juga ia menangis dan
berteriak-teriak minta tolong sambil berlari pulang ke rumahnya. Halimah dan
suaminya pun segera keluar dari rumahnya. Dengan tergopoh-gopoh mereka mencari
Muhammad kesana-kemari. Beberapa saat kemudian, mereka mendapatinya sedang
duduk termenung seorang diri di pinggir dusun tersebut.
Halimah
langsung bertanya kepada Muhammad, “Mengapa engkau sampai berada di sini
seorang diri?” Muhammad pun bercerita. “Mula-mula ada dua orang lelaki
berpakaian serba putih datang mendekatiku. Salah seorang berkata kepada
kawannya, ‘Inilah anaknya.’
Kawannya
menyahut, `Ya, inilah dia!’ Sesudah itu, mereka membawaku ke sini. Di sini aku
dibaringkan, dan salah seorang di antara mereka memegang tubuhku dengan
kuatnya. Dadaku dibedahnya dengan pisau. Setelah itu, mereka mengambil suatu benda hitam dari dalam dadaku dan benda itu lalu
dibuang. Aku tidak tahu apakah benda itu dan ke mana mereka membuangnya.
Setelah
selesai, mereka pergi dengan segera. Aku pun tidak mengetahui ke mana mereka
pergi, dan aku ditinggalkan di sini seorang diri.” Setelah kejadian itu, timbul
kecemasan pada diri Halimah dan suaminya, kalau-kalau terjadi sesuatu terhadap
si kecil Muhammad. Karena itulah, keduanya menyerahkan dia kembali kepada
Ibunda Aminah.
Kembali ke Pangkuan Ibunda Aminah
Halimah membawa Muhammad ke Makkah bertepatan dengan
datangnya sekumpulan pendeta dari Etiopia di Hijaz. Mereka melihat anak itu di
kalangan suku Bani Sa’ad. Mereka mendapatkan bahwa semua tanda Nabi yang akan
datang sesudah Nabi Isa, sebagaimana
disebutkan dalam Kitab-kitab Suci, ada pada anak itu. Karena itu, mereka
memutuskan untuk menguasai anak itu bagaimanapun caranya, dan akan membawanya
ke Ethiopia, supaya negeri itu memperoleh kehormatan mempunyai Nabi.
Sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran, tanda-tanda
Nabi Muhammad telah diceritakan dalam Injil. Oleh itu, sangatlah wajar bila
para pendeta waktu itu dapat mengenali orang yang tanda-tandanya lengkap.
Al-Quran mengatakan dalam kaitan ini.
“Dan
ingatlah ketika Isa Putera Maryam berkata, ‘Hai Bani Israil, sesungguhnya aku
adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, iaitu
Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (akan datangnya) seorang rasul sesudahku, yang
namanya Ahmad (Muhammad).’
Tapi tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan bukti-bukti yang nyata,
mereka berkata, ‘Ini adalah sihir yang nyata.” (QS Surah Ash-Shaf : 6.)
Ada lagi ayat lain yang menunjukkan dengan jelas
tanda-tanda Nabi Muhammad di dalam Kitab-Kitab Suci, dan orang-orang terdahulu
mengetahui hal itu dalam Surah Al-A’raf
: 157, nabi yang ummi (tidak bisa baca
tulis) yang namanya tertulis di dalam Taurat dan Injil.
Muhammad Shallallahu
Alaihi wa Sallam ketika berusia sekitar 6 tahun, diajak ibundanya ke
Madinah/Yastrib disertai pembantu wanitanya, Ummu Aiman. Tujuan ke
Madinah/Yastrib adalah untuk menziarahi makam ayah
Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. Setelah menetap satu bulan di
Madinah/Yastrib, Aminah dan rombongannya siap-siap kembali ke Makkah.
Dalam perjalanan itu Aminah sakit dan akhirnya meninggal dunia di Abwa’, yaitu
daerah antara Makkah dan Madinah. Demikianlah Masa kecil Muhammad
Shallallahu Alaihi wa Sallam, ketik berumur sekitar 6 tahun sudah yatim piatu atau tidak
memiliki ayah dan ibu.
Kembali ke Mekkah,
Muhammad kecil hidup dalam
perlindungan kakek dari pihak ayah, Abdul
Al-Muthalib. Dalam pengasuhan kakeknya ini, Muhammad (saw) mengetahui dasar-dasar kenegaraan. Mekah
adalah kota paling penting di Saudi, pusat ziarah dan Abdul Al-Muthalib pemimpin
yang paling dihormati.
Setelah kematian
kakeknya Muhammad yang ketika itu berusia sekitar delapan
tahun, dalam asuhan seorang paman dari
pihak ayah , Abu Thalib. Muhammad
(saw) dibesarkan di rumah orang tua itu dan tetap di bawah perlindungan Abu
Thalib selama bertahun-tahun.
Sejarah telah mencatat bahwa masa kanak-kanak Muhammad begitu
banyak melewati pengalaman hidup yang mengharukan . Dalam Al Qur'an, Allah
berfirman: "Apakah Allah tidak menemukan Anda yatim piatu dan memberikan
tempat tinggal dan perawatan Dan Dia menemukan Anda mengembara, dan memberi
Anda bimbingan Dan ia menemukan Anda butuhkan, dan membuat Anda mandiri?."
(93:6 - 8).
Sebelum kakeknya wafat, beliau menunjuk salah satu putranya
untuk mengasuh Muhammad(saw). Abdul Muthalib menunjuk Abu Tahlib untuk mengasuh Muhammad saw karena sekalipun miskin, Abu
Thalib mempunyai perasaan yang halus dan paling terhormat dikalangan Quraisy.
Begitupun sebaliknya, Muhammad amat mencintao pamannya. Ia
tahu pamannya mempunyai anak yang banyak dan hidup dalam kemiskinan, tetapi
beliau tidak pernah berhutang. Beliau lebih suka untuk bekerja keras, memeras
tenaga. Karena itulah,tanpa ragu Muhammad ikut bekerja seperti anak-anak Abu
Thalib yang lain. Ia ikut mmbantu pekerjaan keluarga, menggembala kambing dan
mencari rumput untuk ternaknya.
Pada saat Muhammada berusia 12 tahun, pamannya berniat akan
berdagang ke negeri Syam. Muhammad mengutarakan niatnya untuk ikut serta,
pamannya sangat terharu mendegar permintaan Muhammad. Akhirnya, Muhammad
diijinkan pamannya pergi menempuh perjalanan musim panas yang begitu jauh.
Jamuan Buhaira
Berangkatlah kafilah Quraisy menuju Syam. Ketika tiba di
Busra, mereka melewati rumah ibadah seorang pendeta Nasrani yang bernama
Buhaira. Kali ini Buhaira mengundang makan kafilah Quraisy ini untuk menikmati
hidangan yang sudah disiapkan pembantunya.
Sambil menyaksikan tamu-tamunya makan, sebetulnya perhatian
Buhaira tertuju kepada Muhammad. Buhaira tidak melewatkan waktu untuk
berbincang dengan Muhammad. “Hai anak muda”, panggil Buhaira. “ dengan menyebut
nama Lata dan Uzza, aku akan mengajukan pertanyaan kepadamu.” Wajah Muhammad
berubah: “ Jangan tanya apapun kepadaku sambil menyebut nama Lata dan Uzza.
Demi Allah, tidak ada yang aku benci, selain keduanya .“ Buhaira menanyakan banyak hal, semua jawaban
Muhammad sesuai dengan apa yang diketahui Buhaira. Lalu Buhaira melihat
punggung Muhammad. Diantara kedua bahunya, ada tanda seperti bekas di bekam. Itulah tanda ke Nabi an.
Setelah itu Buhaira mendekati Abu Thalib dan menyarankan untuk segera membawa
pulang Muhammad, demikeselamatn Muhammad.
Abu Thalib percaya bahwa yang dikatakan Buhaira adalah benar.
Sejak kejadian itu, sesulit apapun kehidupan keluarganya, Abu Thalib tidak
pernah pergi berdagang ke tempat yang jauh demi melindungi Muhammad.
1. Nama: Muhammad bin ‘Abdullah bin ‘Abdul Muttalib bin Hashim
2. Tarikh lahir: Subuh Isnin, 12 Rabiulawal / 20 April 571M (dikenali sebagai tahun gajah; sempena peristiwa tentera bergajah Abrahah yangmenyerang kota Mekah)
3. Tempat lahir: Di rumah Abu Talib, Makkah Al-Mukarramah
4. Nama bapa: ‘Abdullah bin ‘Abdul Muttalib bin Hashim
5. Nama ibu: Aminah binti Wahab bin ‘Abdul Manaf
6. Pengasuh pertama: Barakah Al-Habsyiyyah (digelar Ummu Aiman. Hamba perempuan bapa Rasulullah SAW)
7. Ibu susu pertama: Thuwaibah (hamba perempuan Abu Lahab)
8. Ibu susu kedua: Halimah binti Abu Zuaib As-Sa’diah (lebih dikenali Halimah As-Sa’diah. Suaminya bernama Abu Kabsyah)
SEJARAH RINGKAS RASULULLAH S.A.W:
USIA 5 TAHUN
* Peristiwa pembelahan dada Rasulullah SAW yang dilakukan oleh dua malaikat untuk mengeluarkan bahagian syaitan yang wujud di
dalamnya.
USIA 6 TAHUN
* Ibunya Aminah binti Wahab ditimpa sakit dan meninggal dunia di Al-Abwa’ (sebuah kampung yang terletak di antara Mekah dan Madinah)
* Baginda dipelihara oleh Ummu Aiman (hamba perempuan bapa Rasulullah SAW) dan dibiayai oleh kakeknya ‘Abdul Muttalib.
USIA 8 TAHUN
* Kakeknya, ‘Abdul Muttalib pula meninggal dunia.
* Baginda dipelihara pula oleh bapa saudaranya, Abu Talib.
USIA 9 TAHUN (Setengah riwayat mengatakan pada usia 12 tahun).
* Bersama bapa saudaranya, Abu Talib bermusafir ke Syam atas urusan perniagaan.
* Di kota Busra, negeri Syam, seorang pendita Nasrani bernama Bahira (Buhaira) telah bertemu ketua-ketua rombongan untuk menceritakan tentang pengutusan seorang nabi di kalangan bangsa Arab yang akan lahir pada masa itu.
No comments:
Post a Comment