Monday, February 17, 2014

Kelahiran Nabi Muhammad SAW



KELAHIRAN  NABI  MUHAMMAD SAW
Pendahuluan .
Sebuah tangis bayi yang baru lahir terdengar dari sebuah rumah di kampung Bani Hasyim di
Makkah pada 12 Rabi’ul Awwal 571 M. Ibu bayi itu bernama Aminah.
“Bayimu laki-laki!” kata  Syifa’, ibunda sahabat Abdurrahman bin Auf yamg membantu kelahiran bayi.
Aminah tersenyum lega. Tetapi seketika ia teringat kepada mendiang suaminya, Abdullah bin Abdul Muthalib, yang telah meninggal enam bulan sebelumnya.. Ayahnya meninggal di Yatsrib ketika bayinya berusia tiga bulan dalam kandungan ibundanya.
Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam adalah anggota Bani Hasyim, sebuah kabilah yang paling mulia dalam suku Quraisy yang mendominasi masyarakat Arab. Ayahnya bernama Abdullah Muttalib, seorang kepala suku Quraisy yang besar pengaruhnya. Ibunya bernama Aminah binti Wahab dari Bani Zuhrah. Baik dari garis ayah maupun garis ibu, silsilah Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam sampai kepada Nabi Ibrahim Alaihissalam dan Nabi Ismail Alaihissalam.

Tahun kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam dikenal dengan nama Tahun Gajah, karena pada tahun itu terjadi peristiwa besar, yaitu datangnya pasukan gajah menyerbu Mekah dengan tujuan menghancurkan Ka’bah. Pasukan itu dipimpin oleh Abrahah, gubernur Kerajaan Habsyi di Yaman. Abrahah ingin mengambil alih kota Mekah dan Ka’bahnya sebagai pusat perekonomian dan peribadatan bangsa Arab. Ini sejalan dengan keingin Kaisar Negus dari Ethiopia untuk menguasai seluruh tanah Arab, yang bersama-sama dengan Kaisar Byzantium menghadapi musuh dari timur, yaitu Persia (Irak).

Dalam penyerangan Ka’bah itu, tentara Abrahah hancur karena terserang penyakit yang mematikan yang dibawa oleh burung Ababil yang melempari tentara gajah dengan kerikil panas. Abrahah sendiri lari kembali ke Yaman dan tak lama kemudian meninggal dunia.
Peristiwa ini dikisahkan dalam Al-Qur’an surat Al-Fîl: 1-5.
Beberapa bulan setelah penyerbuan tentara gajah, Aminah melahirkan seorang bayi
laki-laki. Ia lahir pada malam menjelang dini hari Senin, 12 Rabiul Awal Tahun Gajah,
 bertepatan dengan 20 April 570 M.
Memberi Nama kepada bayi
Hari ketujuh telah tiba. Seekor domba disembelih Abd al-Muttalib sebagai ungkapan rasa syukurnya kepada Allah. Sejumlah orang diundang untuk menghadirinya. Di hari perayaan yang besar itu, dihadiri oleh kebanyakan orang Quraisy, ia menamakan cucunya “Muhammad”(yang terpuji). Ketika ditanya mengapa ia menamakannya Muhammad padahal nama itu jarang dipakai orang Arab, ia menjawab, “Saya berharap ia terpuji di syurga maupun di bumi.”
Karena Kitab-kitab Suci telah meramalkan kedatangan Islam berikut nama serta tanda-tanda rohaniah dan jasmaniah yang khusus dari Nabi, maka tanda-tandanya haruslah demikian jelas sehingga tidak muncul suatu kekeliruan. Salah satu tanda itu adalah nama Nabi.
Penting bahwa nama itu harus dipakai oleh  sedikit orang sehingga tidak ada keraguan atas identitasnya. Dengan begitu, orang yang kemunculannya telah diramalkan oleh Taurat dan Injil ini dapat dikenali dengan mudah. Al-Quranul Karim menyebut dua nama Nabi. Dalam surah Ali Imran ayat (138), Muhammad ayat (2), al-Fath ayat (29), dan al-Ahzab ayat (4),  disebut Muhammad, sedang dalam surah ash-Shaf ayat (6),  disebut Ahmad. Perbedaan ini, sebagaimana dicatat sejarah, adalah karena ibunda Nabi sudah menamainya Ahmad sebelum kakeknya memberi nama Muhammmad.
Ya, bayi yang  oleh kakeknya diberi nama Muhammad (Yang Terpuji) itu lahir dalam keadaan yatim.
“Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu?” — QS Adh-Dhuha (93): 6.
Kehidupan Aminah dan bayinya.
Aminah dan bayinya, hidup miskin. Suaminya hanya meninggalkan sebuah rumah dan seorang budak, Barakah Al-Habsyiyah (Ummu Aiman). Sementara sudah menjadi kebiasaan bangsawan Arab waktu itu, bayi yang dilahirkan disusukan kepada wanita lain. Khususnya kepada wanita dusun, supaya hidup di alam yang segar dan mempelajari bahasa Arab yang baku.Ada hadits yang mengatakan, kebakuan bahasa warga Arab yang dusun lebih terjaga.
Menunggu jasa wanita yang memberikan ASI, Aminah memberi ASI sendiri kepada  Muhammad kecil selama tiga hari. Lalu dilanjutkan oleh Tsuwaibah, budak Abu Lahab, paman Nabi Muhammad, yang langsung dimerdekakan karena menyampaikan kabar gembira atas kelahiran Nabi, sebagai ungkapan rasa senang Abu Lahab.

Beberapa hari kemudian, datanglah kafilah dari dusun Bani Sa’ad, dusun yang jauh dari kota Makkah. terletak kira-kira 60 km dari Mekah, dekat kota Ta’if, suatu wilayah pegunungan yang sangat baik udaranya.
Mereka menaiki unta dan keledai.

Di antara mereka ada sepasang suami-istri, Harits bin Abdul Uzza dan Halimah As-Sa’diyah. Harits menaiki unta betina tua renta dan Halimah menaiki keledai yang kurus kering. Keduanya sudah memacu kendaraannya melaju, tetapi tetap saja tertinggal dari teman-temannya.
Halimah dan wanita lainnya yang datang ke Makkah sedang mencari kerja memberi jasa memberi ASI kepada bayi bangsawan Arab yang kaya. Sebagaimana dalam kehidupan sekarang, baby sitter akan mendapatkan bayaran yang tinggi bila dapat mengasuh bayi dari keluarga kaya.
Sampai di kota Makkah, Halimah menjadi cemas, sebab beberapa wanita Bani Sa’ad yang tiba lebih dulu sedang ancang-ancang mudik karena sudah berhasil membawa bayi asuh mereka.
Setelah ia ke sana-kemari, akhirnya ada juga seorang ibu, yaitu Aminah, yang menawarkan bayinya untuk disusui. Namun ketika mengetahui keadaan ibu muda yang miskin itu, Halimah langsung menolak.
Dia dan suaminya berkeliling kota Makkah, tetapi tidak ada satu pun ibu yang menyerahkan bayinya kepadanya untuk diberi ASI. Ya, bagaimana mereka percaya, seorang ibu kurus yang naik keledai kurus pula akan mengasuh dengan baik bayi mereka?
Hampir saja Halimah putus asa, ditambah lagi suaminya sudah mengajaknya pulang meski tidak membawa bayi asuh. Namun, ia berkata kepada suaminya, “Aku tidak ingin pulang dengan tangan kosong. Alangkah baiknya kalau kita mau mengambil anak yatim itu sambil berniat menolong.”
“Baiklah, kita bawa saja anak yatim itu, semoga Allah memberkahi kehidupan kita,” ujar suaminya. Setelah ada kesepakatan tentang harga upah menyusui, Muhammad kecil diberikan kepada Halimah.
ASI  yang Melimpah
Wanita kurus kering itu pun mencoba memberikan ASI kepada bayi mungil tersebut.
Subhanallah! ASI  mengalir deras, sehingga sang bayi minum hingga kenyang. Dia heran, selama ini ASI nya sering kurang untuk diberikan kepada bayi kandungnya sendiri, tetapi sekarang  justru berlimpah, sehingga cukup untuk diberikan kepada bayi kandung dan bayi asuhnya?
Bersamaan dengan kejadian istimewa yang dialami Halimah, suaminya juga dibuat bahagia, karena  unta betina tua renta itu pun tiba-tiba kantung susunya membesar, penuh air susu unta.
Halimah turun dari  keledainya, dan terus memerah susu itu. Dia dan suaminya sudah dalam keadaan lapar dan dahaga. Mereka meminumnya sehingga kenyang dan puas. Semua kejadian istimewa itu membuat mereka yakin, “Anak yatim ini benar-benar membawa berkah yang tak terduga.”
Halimah menaiki dan memacu keledainya. Subhanallah! Keledai itu berhasil menyalip kendaraan temannya yang pulang lebih dulu.
“Halimah! Halimah! Alangkah gesit keledaimu. Bagaimana ia mampu melewati gurun pasir dengan cepat sekali, sedangkan waktu berangkat ke Makkah ia amat lamban,” temannya berseru. Halimah sendiri bingung, dan tidak bisa memberikan jawaban kepada teman-temannya.
Sampai di rumah pun, anak-anaknya senang, sebab orangtua mereka pulang lebih awal dari orang sekampungnya. Apalagi kemudian ayah mereka membawa air susu unta cukup banyak, yang tiada lain air susu unta tua renta yang kurus kering itu.
Dalam sekejap, kehidupan rumah tangga Halimah berubah total. Dan itu menjadi buah bibir di kampungnya. Mereka melihat, keluarga yang tadinya miskin tersebut hidup penuh kedamaian, kegembiraan, dan serba kecukupan.
Domba-domba yang mereka pelihara menjadi gemuk dan semakin banyak air susunya, walaupun rumput di daerah mereka tetap gersang.
Peternakan domba milik Halimah berkembang pesat, sementara domba-domba milik tetangga mereka tetap saja kurus kering. Padahal rumput yang dimakan sama. Karena itulah, mereka menyuruh anak-anak menggembalakan domba-domba mereka di dekat domba-domba milik Halimah. Namun hasilnya tetap saja sama, domba para tetangga itu tetap kurus kering.
Masa Kanak-Kanak Nabi
Sejarah meriwayatkan bahwa kehidupan Nabi penuh peristiwa menakjubkan sejak masa awal masa kanak-kanak hingga kerasulannya. Semuanya menunjukkan sisi kebesarannya. Keseluruhannya menunjukkan bahawa kehidupan Nabi tidaklah biasa.
Bila kisah ini dihayati, maka semuanya adalah meyakinkan kita tentang kebesaran dan kemuliaan Nabi SAW.
 Halimah berkata: “Ketika memikul tanggungjawab membesarkan bayi Aminah, saya memutuskan menyusui sang bayi di situ juga di hadapan ibunya. Saya berikan ASI dari dada sebelah kiri  ke mulutnya, tetapi si bayi lebih suka dari yang sebelah kanan. Padahal ASI dari dada sebelah  kanan itu tak ada ASInya sejak kelahiran anak saya yang pertama. Karena desakan si bayi, saya memberikan ASI  sebelah kanan yang kosong itu dan,  bayi itu menghisap, sumber yang kering itu pun berisi penuh susu.”
Halimah juga mengatakan: “Sejak membawa Muhammad ke rumah, saya menjadi lebih makmur. Rejeki saya meningkat.  Ternak saya berkembang.”
Muhammad  menjadikan ibu susunya layak mendapat kurnia Allah.
Muhammad kecil diberi ASI oleh  Halimah sekitar dua tahun. Pertama kali , bayi itu dikembalikan kepada ibunya, Aminah. Namun ibunya mengharapkan agar Muhammad tetap ikut dirinya, sebab ia khawatir bayi yang sehat  tersebut menjadi terganggu kesehatannya jika hidup di Makkah, yang kering dan kotor. Di Mekkah sedang berjangkit wabah. Muhammad kecil dibawa kembali ke dusun.
Lima Tahun di Gurun
Nabi tinggal selama lima tahun bersama suku Bani Sa’ad dan tumbuh sehat. Selama itu, ada dua atau tiga kali Halimah membawa Muhammad  menemui ibunya.
Bayi itu menjadi balita, dan telah mampu mengikuti saudara-saudaranya menggembala domba. Ingat, hampir semua nabi pernah menjadi penggembala. Muhammad saat itu sudah berusia empat tahun dan dapat berlari-lari lepas di padang rumput gurun pasir. la, bersama Abdullah, anak kandung Halimah, menggembala domba-domba mereka agak jauh dari rumah.
Di siang hari yang terik itu, tiba-tiba datanglah dua orang lelaki berpakaian putih. Mereka membawa Muhammad, yang sedang sendirian, ke tempat yang agak jauh dari tempat penggembalaan. Abdullah pada waktu itu sedang pulang, mengambil bekal untuk dimakan bersama-sama dengan Muhammad, di tempat menggembala, karena mereka lupa membawa bekal.
Ketika Abdullah kembali, Muhammad sudah tidak ada. Seketika itu juga ia menangis dan berteriak-teriak minta tolong sambil berlari pulang ke rumahnya. Halimah dan suaminya pun segera keluar dari rumahnya. Dengan tergopoh-gopoh mereka mencari Muhammad kesana-kemari. Beberapa saat kemudian, mereka mendapatinya sedang duduk termenung seorang diri di pinggir dusun tersebut.
Halimah langsung bertanya kepada Muhammad, “Mengapa engkau sampai berada di sini seorang diri?” Muhammad pun bercerita. “Mula-mula ada dua orang lelaki berpakaian serba putih datang mendekatiku. Salah seorang berkata kepada kawannya, ‘Inilah anaknya.’
Kawannya menyahut, `Ya, inilah dia!’ Sesudah itu, mereka membawaku ke sini. Di sini aku dibaringkan, dan salah seorang di antara mereka memegang tubuhku dengan kuatnya. Dadaku dibedahnya dengan pisau. Setelah itu, mereka mengambil suatu benda hitam dari dalam dadaku dan benda itu lalu dibuang. Aku tidak tahu apakah benda itu dan ke mana mereka membuangnya.
Setelah selesai, mereka pergi dengan segera. Aku pun tidak mengetahui ke mana mereka pergi, dan aku ditinggalkan di sini seorang diri.” Setelah kejadian itu, timbul kecemasan pada diri Halimah dan suaminya, kalau-kalau terjadi sesuatu terhadap si kecil Muhammad. Karena itulah, keduanya menyerahkan dia kembali kepada Ibunda Aminah.

Kembali ke Pangkuan Ibunda Aminah

Halimah membawa Muhammad ke Makkah bertepatan dengan datangnya sekumpulan pendeta dari Etiopia di Hijaz. Mereka melihat anak itu di kalangan suku Bani Sa’ad. Mereka mendapatkan bahwa semua tanda Nabi yang akan datang sesudah Nabi Isa, sebagaimana disebutkan dalam Kitab-kitab Suci, ada pada anak itu. Karena itu, mereka memutuskan untuk menguasai anak itu bagaimanapun caranya, dan akan membawanya ke Ethiopia, supaya negeri itu memperoleh kehormatan mempunyai Nabi.
Sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran, tanda-tanda Nabi Muhammad telah diceritakan dalam Injil. Oleh itu, sangatlah wajar bila para pendeta waktu itu dapat mengenali orang yang tanda-tandanya lengkap. Al-Quran mengatakan dalam kaitan ini.

“Dan ingatlah ketika Isa Putera Maryam berkata, ‘Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, iaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (akan datangnya) seorang rasul sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).’
Tapi tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan bukti-bukti yang nyata, mereka berkata, ‘Ini adalah sihir yang nyata.” (QS Surah Ash-Shaf : 6.)
Ada lagi ayat lain yang menunjukkan dengan jelas tanda-tanda Nabi Muhammad di dalam Kitab-Kitab Suci, dan orang-orang terdahulu mengetahui hal itu dalam Surah Al-A’raf : 157, nabi yang ummi (tidak bisa baca tulis) yang namanya tertulis di dalam Taurat dan Injil.
Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam ketika berusia sekitar 6 tahun, diajak ibundanya ke Madinah/Yastrib disertai pembantu wanitanya, Ummu Aiman. Tujuan ke Madinah/Yastrib adalah untuk menziarahi makam ayah Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. Setelah menetap satu bulan di  Madinah/Yastrib, Aminah dan rombongannya siap-siap kembali ke Makkah. Dalam perjalanan itu Aminah sakit dan akhirnya meninggal dunia di Abwa’, yaitu daerah antara Makkah dan Madinah.  Demikianlah Masa kecil Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, ketik berumur sekitar 6 tahun sudah yatim piatu atau  tidak memiliki ayah dan ibu.
Kembali ke Mekkah,  Muhammad kecil hidup  dalam perlindungan kakek dari pihak ayah, Abdul Al-Muthalib. Dalam pengasuhan kakeknya ini, Muhammad (saw) mengetahui dasar-dasar kenegaraan. Mekah  adalah kota paling penting di Saudi,  pusat ziarah dan Abdul Al-Muthalib pemimpin yang paling dihormati. 
 Setelah kematian kakeknya  Muhammad  yang ketika itu berusia sekitar delapan tahun, dalam  asuhan seorang paman dari pihak ayah , Abu Thalib. Muhammad (saw) dibesarkan di rumah orang tua itu dan tetap di bawah perlindungan Abu Thalib selama bertahun-tahun. 
Sejarah telah mencatat bahwa masa kanak-kanak Muhammad begitu banyak melewati pengalaman hidup yang mengharukan . Dalam Al Qur'an, Allah berfirman: "Apakah Allah tidak menemukan Anda yatim piatu dan memberikan tempat tinggal dan perawatan Dan Dia menemukan Anda mengembara, dan memberi Anda bimbingan Dan ia menemukan Anda butuhkan, dan membuat Anda mandiri?." (93:6 - 8).
Sebelum kakeknya wafat, beliau menunjuk salah satu putranya untuk mengasuh Muhammad(saw). Abdul Muthalib menunjuk Abu Tahlib untuk mengasuh Muhammad saw karena sekalipun miskin, Abu Thalib mempunyai perasaan yang halus dan paling terhormat dikalangan Quraisy.
Begitupun sebaliknya, Muhammad amat mencintao pamannya. Ia tahu pamannya mempunyai anak yang banyak dan hidup dalam kemiskinan, tetapi beliau tidak pernah berhutang. Beliau lebih suka untuk bekerja keras, memeras tenaga. Karena itulah,tanpa ragu Muhammad ikut bekerja seperti anak-anak Abu Thalib yang lain. Ia ikut mmbantu pekerjaan keluarga, menggembala kambing dan mencari rumput untuk ternaknya.
Pada saat Muhammada berusia 12 tahun, pamannya berniat akan berdagang ke negeri Syam. Muhammad mengutarakan niatnya untuk ikut serta, pamannya sangat terharu mendegar permintaan Muhammad. Akhirnya, Muhammad diijinkan pamannya pergi menempuh perjalanan musim panas yang begitu jauh.
Jamuan Buhaira
Berangkatlah kafilah Quraisy menuju Syam. Ketika tiba di Busra, mereka melewati rumah ibadah seorang pendeta Nasrani yang bernama Buhaira. Kali ini Buhaira mengundang makan kafilah Quraisy ini untuk menikmati hidangan yang sudah disiapkan pembantunya.
Sambil menyaksikan tamu-tamunya makan, sebetulnya perhatian Buhaira tertuju kepada Muhammad. Buhaira tidak melewatkan waktu untuk berbincang dengan Muhammad. “Hai anak muda”, panggil Buhaira. “ dengan menyebut nama Lata dan Uzza, aku akan mengajukan pertanyaan kepadamu.” Wajah Muhammad berubah: “ Jangan tanya apapun kepadaku sambil menyebut nama Lata dan Uzza. Demi Allah, tidak ada yang aku benci, selain keduanya .“  Buhaira menanyakan banyak hal, semua jawaban Muhammad sesuai dengan apa yang diketahui Buhaira. Lalu Buhaira melihat punggung Muhammad. Diantara kedua bahunya, ada tanda seperti  bekas di bekam. Itulah tanda ke Nabi an. Setelah itu Buhaira mendekati Abu Thalib dan menyarankan untuk segera membawa pulang Muhammad, demikeselamatn Muhammad.
Abu Thalib percaya bahwa yang dikatakan Buhaira adalah benar. Sejak kejadian itu, sesulit apapun kehidupan keluarganya, Abu Thalib tidak pernah pergi berdagang ke tempat yang jauh demi melindungi Muhammad.
RASULULLAH S.A.W:

1. Nama: Muhammad bin ‘Abdullah bin ‘Abdul Muttalib bin Hashim
2. Tarikh lahir: Subuh Isnin, 12 Rabiulawal / 20 April 571M (dikenali sebagai tahun gajah; sempena peristiwa tentera bergajah Abrahah yangmenyerang kota Mekah)
3. Tempat lahir: Di rumah Abu Talib, Makkah Al-Mukarramah
4. Nama bapa: ‘Abdullah bin ‘Abdul Muttalib bin Hashim
5. Nama ibu: Aminah binti Wahab bin ‘Abdul Manaf
6. Pengasuh pertama: Barakah Al-Habsyiyyah (digelar Ummu Aiman. Hamba perempuan bapa Rasulullah SAW)
7. Ibu susu pertama: Thuwaibah (hamba perempuan Abu Lahab)
8. Ibu susu kedua: Halimah binti Abu Zuaib As-Sa’diah (lebih dikenali Halimah As-Sa’diah. Suaminya bernama Abu Kabsyah)


SEJARAH RINGKAS RASULULLAH S.A.W: 

USIA 5 TAHUN
* Peristiwa pembelahan dada Rasulullah SAW yang dilakukan oleh dua malaikat untuk mengeluarkan bahagian syaitan yang wujud di
dalamnya.

USIA 6 TAHUN
* Ibunya Aminah binti Wahab ditimpa sakit dan meninggal dunia di Al-Abwa’ (sebuah kampung yang terletak di antara Mekah dan Madinah)
* Baginda dipelihara oleh Ummu Aiman (hamba perempuan bapa Rasulullah SAW) dan dibiayai oleh kakeknya ‘Abdul Muttalib.

USIA 8 TAHUN
* Kakeknya, ‘Abdul Muttalib pula meninggal dunia.
* Baginda dipelihara pula oleh bapa saudaranya, Abu Talib.

USIA 9 TAHUN (Setengah riwayat mengatakan pada usia 12 tahun).
* Bersama bapa saudaranya, Abu Talib bermusafir ke Syam atas urusan perniagaan.
* Di kota Busra, negeri Syam, seorang pendita Nasrani bernama Bahira (Buhaira) telah bertemu ketua-ketua rombongan untuk menceritakan tentang pengutusan seorang nabi di kalangan bangsa Arab yang akan lahir pada masa itu.


No comments:

Post a Comment